PELAKITA.ID – Saya terbiasa merekam momen, menyimpan kenangan dan pengalaman. Lebih sering membagikannya di medsos – tentu disertai izin – harapannya bisa di-recall anytime. Termasuk orang-orang Istimewa, yang saya anggap pemilik laci-laci pengetahuan komplit.
Salah satunya Marwan R. Hussein.
Bagiku, alumni SMA Negeri I Makassar angkatan 1985 itu sosok istimewa. Dua alasan, bisa sekolah di Smansa Makassar, lalu kuliah di Elektro Unhas adalah justifikasinya.
Sosok luar biasa dan di benak, harus selalu berjarak dekat dengannya. Gayung bersambut, diapun menaruh atensi yang sama, dekat sama adik-adiknya.
Dia orang pertama yang menyapa dan mengajak berdiskusi saat sedang ramai-ramainya gagasan IKA Unhas dan ’Alumni Berusaha’.
”Fokusmaki, ndik bauk. Jangki ikut irama orang lain.”
Pesan itu mengisyaratkan kualitas pilihannya juga untuk tidak mudah ngadem atau ngetem pada satu kondisi atau level pencapaian diri, organisasi maupun lingkungan sosial.
Pada ruang dan waktu, saya kenal atau tepatnya tahu Marwan R. Hussein melalui FB, berteman saat saya kerja di Aceh di 2000-an akhir.
Dia juga aktivis Medsos. Sering melontarkan ide dan berdiskusi dengan jemaah dunia maya. Kalau mengikuti timeline-nya dia nampak aktif online dari kedai kopi.
Dia punya dua akun FB. Teman-teman FB-nya, teman-teman FB-ku juga, antara 200-an sampai 300-an orang dari latar belakang sama: Unhas, Smansa Makassar.
Tahun-tahun 2010-an hingga memasuki 2020-an sepertinya intensitas ber-FB semakin kurang. Saya curiga dua akun itu sudah dilebur.
Pada ruang dan waktu, kami akhirnya bertemu dan kopdar melalui organisasi IKA Unhas.
Bermula di Red Corner hingga sedang hangat-hangatnya pemilihan Ketua IKA Unhas tahun 2023, Halal Bihalal Alumni dan sejumlah pertemuan-pertemuan membahas program kerja.
Pada ruang dan waktu, dia adalah pejalan, dia petualang meski kemampuan fisiknya juga yang kemudian dia sadari membatasi langkahnya.
Saat teman-teman Smansa 85 seperti Arie Lantara, Suwarno Sudirman, Andi Yaqkin tualang gas-gas motor, dia beberapa kali ikut. Hingga dia sadar dan mulai memelankan tali gas dan bilang ’tidak bisamaka’.
Dia kerap menunjukkan jaket pemberian komunitasnya, Smansa 85, Antek Elektro hingga Ikatek Unhas.
Juga membagikan sejumlah rencana-rencana mulianya, ikut andil dalam pembangunan masjid di Galesong Utara hingga pokok-pokok pikirannya membangun kemandirian kabupaten-kota dengan revitalisasi UMKM hingga Perusda.
Tahun lalu dia bercerita kalau sedang sibuk wara-wiri Makassar – Bone untuk posisis konsultan Perusda. Itu pengakuannya.
Pada ruang dan waktu, kami juga berinteraksi layaknya profesional.
Pikiran-pikirannya diganjar apresiasi dan sambutan hangat. Interaksi intens dengannya saat kami ajak ikut memberi pengayaan-pengayaan untuk pengembangan pengelolaan Pembangkit Litsirk Tenaga Surya di sejumlah desa pulau di Pangkep dan Takalar tahun 2019.
Dia mahir bicara UMKM, pengorganisasian masyarakat apalagi jika dikaitkan dengan dinamika arus pendek dan arus besar keteknikan. Pengetahuan sejarah dan kebudayaanya juga luar biasa.
Mungkin tak banyak yang tahu kalau dia adalah penyair yang punya power mengendarai kata di atas rata-rata.
Dari dia saya, misalnya, bisa kenal Prof Bahtiar Nappu, Guru Besar Elektro Unhas dan sejumlah aktivis Ikatek Unhas dan sejumlah aktivis Unhas di masanya. Juga adik-adik yang dia sebut sebagai pembelajar yang baik di Antek terutama anak-anak Smansa.
”Jangan laloko fotoa saat sedang begini, namarahika itu Petta Cambang,” katanya sembari menujukkan dua jari di mulut.
Saya ingat ucapan itu, saat dia turun dari motor, dan menepi pada sekira lima bulan lalu. ”Saya lapor-maki istrita,” kata Cawi dari jauh yang coba menggodanya.
Sementara, saya meneruskan langkah ke Kopizone. Petta Cambang yang dia maksud adalah teman sekolahnya, Andi Yaqkin Padjalangi, sesama Bone, sesama Unhas, sesama Smansa.
”Sampaikan salamku sama bro Ulla, baku bawa itu sama Petta Cambang, saya tahu persis cerita keduanya.” Terngiang gaya bicara Tetta Marwan terkait pertemanan anak-anak 85 Unhas seperti Ni’matullah dan Yaqkin.
Ada banyak perbincangan dengannya setahun terakhir, termasuk saat saya dan dirinya diajak jadi ’narasumber’ untuk salah satu riset terkait Energi Terbarukan di Sulsel dan Sulbar yang ditangani jejaring Syamsuddin Alimsyah.
Di ajang itu, Guru Besar Sosiologi Pertanian Unhas Prof Darmawan Salman sempat saya dengar memberikan pujian untuk ketokohan dan pemikiran seorang Marwan R. Hussein.
Lalu awal tahun ini tersiar kabar kalau dia sedang didera penyakit ganas.
Seperti cerita di bagian depan, saya sempat buat foto dengannya. Di Megazone, di Kopizone, di Warung Seruni, Sija, di Coffee Lovers Urip, di Red Corner. Terakhir kali ngopi dengannya di Cafe Wirajaya Makassar, sekira tiga bulan lalu.
Itu pertemuan terakhir yang paling lama dan bercerita tentang cek kesehatan rutinnya, sebelum kabar duka itu datang. Arsul Sani saksinya.
Saya dalam perjalanan pulang ke tanah air saat penyair, orator, pemikir, petualang, dan guru kehidupan bagi anak-anak Unhas terutama Antek itu menghadap Sang Khalik.
Sungguh! Seperti anda yang kerap berhadap-hadapan dengannya di kedai kopi atau bersinggungan di orbit diskursus pemikiran pada sejumlah ruang dan waktu, pasti merasakan ada yang menggenang di lekuk mata, tanda kehilangan.
Pada ruang dan waktu, kita semua kehilangan raganya, tapi tidak dengan gagasan dan inspirasinya.
Selamat jalan Tetta Marwan!
Denun, Tamarunang, 14/1/2025