PELAKITA.ID – Sejumlah pihak merayakan Hari Disabilitas Internasional 2024 dengan menggelar sharing penulisan atau ‘book review’ terkait tema kerentanan penyandang disabilitas dalam isu transportasi.
Kegiatan berlangsung di Aula Sentra Wirajaya, Kementerian Sosial RI di Kota Makassar, Selasa, 3 Desember 2024.
Selain book review, digelar pula sejumlah booth yang menyiapkan layanan informasi, success story dan perluasan jejaring advokasi disabilitas.
Pada book review, sebagai pembicara adalah Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan Kota Makassar, Dr Jusman S.Kel, M.Si.
Kedua adalah Lusia Palulungan, program manager INKLUSI Yayasan BaKTI, Zulkarnain Hamson dari ZH Media Consultant dan Malik yang merupakan aktivis organisasi Perdik.
Jusman memaparkan bahwa Pemerintah Kota Makassar melalui Dinas Perhubungan menekankan pentingnya kebijakan pengelolaan isu transportasi.
”Yang kedua adalah penguatan kapasitas kelembagaan atau organisasi pengelola transportasi yang ada termasuk pada tingkat warga,” ujar Jusman. Yang ketiga, lanjut Jusman adalah infrastruktur dan literasi.
”Literasi sangat penting agar peraturan terkait urusan perhubungan atau transportasi bisa berjalan dengan baik,” kata Jusman.
Dia juga menyebut saat ini adalah 16 rute yang resmi di Kota Makassar namun yang operasional sebanyak empat saja.
Jusman juga menyebut ada sekurangnya 600 armada pete-pete yang ada di Makassar dan dari waktu ke waktu semakin berkurang.
Pihaknya sedang mendorong adanya kebijakan dan peraturan daerah terkait perhubungan , termasuk gagasan untuk lembaga bisnis yang menangani pengelolaan pete-pete. ”Semacam BUMD,” sebut Jusman.
Dia juga menyebut bahwa Pemkot peduli dengan perlindungan penyandang disabilitas meski sejauh ini masih sangat sulit untuk mengatur keberadaanj pete-pete agar bisa memberikan layanan bagi penyandang disablitas.
Pembicara berikutnya adalah Malik yang mengaku menulis di buku ’Kiri Depan, Daeng! sebab diinspirasi kejadian tentang ambulans yang hampir saja merenggut jiwanya.
Pria yang aktif di Perkumpulan Penyandang Disabilitas atau Perdik itu menyebut perlu kesadaran kolektif untuk membereskan sejumlah persoalan. Hal yang nampak dianggap biasa saja padahal sangat menggangu pengguna jalan raya.
”Pada simpang lima, tentang tiang, pohon, lubang, jalan putus dan penjual yang bebas berjualan,” ucapnya.
Maksud dia, ada sejumlah persoalan di jalan raya di sejumlah kota yang sesungguhnya perlu penanganan agar tidak merugikan penyandang disabilitas.
Pembicara lainnya, Lusia Palulungan menuliskan atensinya pada pentingnya menyuarakan hadirnya sarana transportasi yang aman dan nyaman.
“Bahwa kita harus memberikan rasa aman dan nyaman bagi pengguna kendaraan umum. Juga perlunya kesadaran warga atau siapapun kita tentang potensi bahaya kekerasaan seksual,” kata dia.,
Menurutnya, hal yang paling penting dipahami adalah untuk mencegah kekerasaan seksual di atas moda transportasi adalah pemahaman diri sendiri atas potensi bahaya itu.
Dia yang menulis tentang moda transportasi massal Teman Bus atau Trans Mamminasata di buku Kiri Depan, Daeng! itu menyebut perlunya komitmen bersama untuk memperkuat pengetahuan kelompok rentan seperti kelompok disabilitas, usia lanjut, dan perempuan rentan.
Zulkarnain Hamson, founder ZH Media Consulting menulis di buku Kiri Depan, Daeng! didasari oleh ‘kerinduannya’ akan kota-kota terbaik dalam pengelolaan transporrasi.
Dia menyebut lima kota yang disebutnya sebagai kota dengan layanan transportasi yang sangat baik.
“Ada Kudus, Surabaya, Hulu Sungai Selatan, Balikpapan dan Tangerang Selatan. Sayangnya tak ada Makassar di situ,” ungkapnya.
Dia juga menyinggung pengalaman menggunakan berkendara di Malaysia dan Brunei yang disebutnya punya standar penilaian atas kondisi kendaraan.
Di kedua negara itu, Zulkarnain menilai adanya atensi para pihak penegak hukum atau kepolisian pada kampanye penyadaran pengguna untuk mengecek kendaraan secara rutin.
“Mereka tidak saja mengawasi tetapi memberi edukasi untuk pengguna,” kata dia.
Diapun merekomendasikan sejumlah upaya untuk meningkatkan kesadaran pengguna transportasi termasuk operator. Menurutnya, tetap perlu sosialisasi pengggunaan transportasi. Perlu pelibatan media untuk melakukah sosialisasi atau kampanye.
Kamaruddin Azis dari the COMMIT Foundation yang bertindak sebagai moderator menyampaikan tentang substansi pelaksanaan Hari Disabilitas Internasional 2024, serta sejarahnya.
“Peringatan Hari Disabilitas Internasional 3 Desember. Peringatan International Day of Persons with Disabilities sebagai wujud penghormatan terhadap hak-hak serta kesejahteraan para penyandang disabilitas. Ini merupakan suara dunia,” kata dia.
Pertama kali dicetus oleh PBB 1992, melalui resolusi 47/3. “Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang isu-isu disabilitas dan memobilisasi dukungan terhadap martabat, hak-hak, dan kesejahteraan para penyandang disabilitas,” jelasnya.
Dia menyebut, tema tahun ini adalah “Amplifying the Leadership of Persons with Disabilities for an Inclusive and Sustainable Future” atau “Memperkuat Kepemimpinan Penyandang Disabilitas untuk Masa Depan yang Inklusif dan Berkelanjutan”.
Tantangan dan rekomendasi
Pada diskusi atau reviu buku ’Kiri Depan Daeng!” itu ada beberapa poin penting yang disuarakan oleh narasumber dan dalam proses dialog.
Penyandang disabilitas menghadapi sejumlah tantangan saat menggunakan moda transportasi massal di Indonesia, sejumlah kasus menyeruak seperti pemerkosaan gadis oleh supir tembak di jalur Palopo – Morowali, hingga pelecehan seksual di sejumlah kota.
Disebutkan bahwa di sejumlah stasiun, halte, kapal laut, atau terminal transportasi massal yang belum menyediaakan ramp, lift, atau eskalator yang ramah bagi pengguna kursi roda.
Keterbatasan Informasi. Kurangnya Informasi yang Inklusif: Jadwal keberangkatan, pemberhentian, atau pengumuman sering kali tidak tersedia dalam bentuk yang dapat diakses.
Keterbatasan Dukungan Personel. Banyak petugas transportasi yang tidak terlatih untuk membantu penyandang disabilitas.
Hal ini membuat mereka kesulitan mendapatkan bantuan jika terjadi kendala. Kesadaran tentang hak dan kebutuhan disabilitas masih rendah di antara staf moda transportasi.
Berikutnya adalah kapasitas terbatas, bahwa ruang untuk kursi roda atau alat bantu lainnya sering tidak tersedia atau jumlahnya terbatas.
Yang juga perlu menjadi perhatian adalah tentang perilaku masyarakat. Beberapa pengguna transportasi umum tidak memahami kebutuhan khusus penyandang disabilitas, seperti memberikan prioritas tempat duduk atau tidak menghalangi jalur khusus.
Yang juga tidak kalah penting dan perlu menjadi perhatian bersama adalah masih minimnya kebijakan dan implementasi.
Meski ada kebijakan terkait aksesibilitas transportasi publik, pelaksanaannya sering tidak konsisten, terutama di wilayah luar kota besar.
Usulan untuk penanganan kerentanan penyandang disabilitas di isu transportasi
Ada beberapa upaya mengatasi tantangan. Pertama, peningkatan infrastruktur yaitu dengan menambahkan lift, tempat duduk prioritas, dan jalur pemandu khusus.
Kedua, edukasi petugas dan masyarakat: Pelatihan khusus bagi petugas dan kampanye kesadaran publik tentang inklusi disabilitas.
Ketiga, pemanfaatan teknologi dengan mengintegrasikan aplikasi atau sistem informasi yang ramah disabilitas untuk membantu navigasi dan komunikasi.
Keempat, pengawasan implementasi: Pemerintah perlu memastikan bahwa regulasi terkait aksesibilitas diterapkan secara konsisten di semua moda transportasi massal.
Kolaborasi antara pemerintah, operator transportasi, dan komunitas disabilitas sangat penting untuk menciptakan sistem transportasi yang inklusif dan ramah bagi semua kalangan.
Redaksi