Kenalkan Aplikasi Pemetaan Lamun dan Warna Laut, LP3K Hadirkan Pemateri dari Jepang

  • Whatsapp
peneliti dari Northwest Pacific Environmental Cooperation Center (NPEC), Dr Genki Terauchi saat memandu proses pelatihan (dok: istimiewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Pusat Penelitian Pengembangan (Puslitbang) Laut, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (LP3K) mengadakan pelatihan bertema “Optical Sensor & Ocean Color for Seagrass and Water Quality Assessing & Monitoring” di LP3K Lembaga Penelitian dan Pengembangan (LPPM) Unhas, Senin (28/10).

Kegiatan ini dibuka oleh M Akbar S.Kel M.Sc dan menghadirkan peneliti dari Northwest Pacific Environmental Cooperation Center (NPEC), Dr Genki Terauchi.

“Mewakili Kepala Puslitbang LP3K, kami mengucapkan terima kasih kepada Genki-san yang telah menyempatkan ke untuk mengajarkan kami terkait penggunaan Seagrass Mapper dan Ocean Color,” ucap Abe sapaan akrabnya.

Pelatihan ini dibagi menjadi dua sesi, diawali dengan pengenalan Aplikasi Seagrass Mapper untuk pemetaan lamun, sesi kedua yakni pengenalan aplikasi Global Eutrophication Watch untuk pemetaan warna laut.

Genki menjelaskan, ia beserta tim membuat aplikasi Seagrass Mapper menggunakan bahasa pemograman berbasis Python untuk mempermudahkan dan mengefisienkan dalam pemetaan seagrass (lamun).

Suasana pelaksanaan pelatihan (dok: istimewa)

“Jika aplikasi ini dikembangkan di Google Earth Engine (GEE), tampilan dan toolsnya akan susah digunakan karena berbasis JavaScript,” tutur Genki.

Usai mempraktikkan cara kerja aplikasi Seagrass Mapper, kegiatan dilanjutkan dengan materi bertema “Monitoring and Assessment of Water Quality by Ocean Color Remote Sensing” yang memperkenalkan Aplikasi Global Eutrophication Watch.

Alummi Hokkaido University ini menjelaskan, warna laut (ocean colour) perlu dipelajari dan dipetakan karena penting untuk melihat ekosistem sehat (tanpa eutrofikasi). Eutrofikasi merupakan perairan dimana meningkatnya zat hara sehingga pertumbuhan mikroorganisme melonjak.

Aplikasi Global Eutrophication Watch ini menawarkan pemetaan eutrofikasi secara konsisten. Ia menambahkan, selama ini belum ada aplikasi dan standar baku mutu untuk menentukan wilayah yang tercemar eutrofikasi.

Foto bersama peserta pelatihan

“Dalam aplikasi ini kami buat enam kelas yang dijadikan standar baku mutu untuk menentukan daerah mana saja berpotensi mengalami eutrofikasi (Coastal Eutrophication Watch),” lanjutnya.

Aplikasi Global Eutrophication Watch bahkan digunakan dan diterapkan dalam Regional Seas Programm (RSP) of the United Nations Environment Programme (UNEP).

“Aplikasi ini digunakan oleh anggota Northwest Pacific Action Plan (Tiongkok, Rusia, Jepang, dan Korea) sebagai bahan pertimbangan kebijakan,” tutupnya.

Kegiatan ini diikuti oleh alumni, dosen, mahasiswa magister dan doktor, serta perwakilan Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut.

Penulis: Muhammad Alif M.

Related posts