PELAKITA.ID – Apa kabar-ta semua? Semoga baik dan sehat selalu. Kali ini kami akan berbagi pengalaman saat berkunjung ke Kota Solo. Kota yang dijuluki The Spirit of Java.
Misi ini kami sebut ‘Berburu Batik Hingga Solo’
Banyak alasan mengapa kota ini dijuluki The Spirit of Java. Salah satunya karena fighting spirit ekonomi kreatifnya yang terus tumbuh. Sosodara, pasti sudah sering dengar, Bakso dan Batik adalah dua contoh utamanya.
___
Setelah menikmati Gudeg Lies 2 yang enak banget kami cuz ke Solo. Enak banget karena terlihat betapa lahapnya ketua panitia pelaksana Temu Nasional Alumni Smansa Makassar IV, Phala Munafra Hafid meluluhlantakkan sajian di depannya.
“Saya suka gudeg nah, sejak dulu. Inimi saya,” kata Phala kepada koordinator bidang acara Tenas IV, Ina Parerengi sahabatnya dari Smansa 88 yang duduk di samping penulis.
Lalu ada juga sekretaris panitia Muhammad Ronggur (86), koordinator bidang pendaftaran Bo (89), koordinator perlengkapan Puguh (88) dan koordinator transportasi Agus Budiawan (90) yang sedang menikmati gudeg dengan lahap.
Pada momen itu kami cukup terhibur sejumlah lagu dari seorang pengamen bersuara beti Pance Pondaag.
Perjalanan ke Solo sekira satu jam, sekira satu jam 20 menit. Kami tiba di tepi satu lapangan bola, sebelum berbelok ke lokasi pembuatan batik. Di atas mobil semua tertawa, semua terbahak. Banyak cerita seru, lucu, sesekali nyerempet ke cerita saru, ups!
Sore itu, kami tiba di Kota Solo. Waktu menunjuk pukul 4 sore.
Namanya Batik Bosso Solo. Tempatnya luas, di sini kami menyaksikan belasan pekerja sedang membatik dengan model printing. Model Printing adalah membatik dengan terlebih dahulu menyiapkan pola, ada gambar, layaknya sablon baju.
”Ada juga model ukiran, beda-beda harganya tergantung kualitasnya. Dan umumnya yang ukiran lelbih mahal,” kata Imawan, perwakilan Bosso yang menerima kami.
Production house batik ini sudah lama berdiri dan menurut Imawan ada sekitar 40-an karyawannya.
“Ada dua desainer, satu posisi di sini, di lantai dua, satunya lagi bekerja jarak jauh,” sebut Imawan.
Seperti apa suasana pembatikan di Solo, di Bosso Solo? Yang kami lihat ada sejumlah meja super panjang berderet, panjang sekali, inilah tempat membatik yang digerakkan oleh sejumlah orang.
Ada yang mengerakkan pencetak, seperti bilah kayu yang di bawahnya terdapat pewarna yang digerakkan dimana di bawahnya terdapat pola. Kedua orang itu bergerak, berulang-ulang.
Lalu yang lain ada yang memanaskan atau menguatkan daya rekat pewarna. Nampak tabung gas yang menjulurkan lidah api.
Sebagian lainnya mengangkat lembaran batik yang sudah dicetak di lapis bagian atas meja panjang itu. Diangin-anginkan.
Pendek cerita, Bosso Batik jika tiada aral melintang akan menjadi tempat pemesanan batik peserta Tenas IV, yang akan dikenakan saat pelaksanaan Gala Dinner di beranda Candi Prambanan. Desain sudah ada dan panitia serta perwakilan angkatan sudah diperkenalkan modelnya.
Penulis membayangkan ribuan alumni Smansa sedang mengenakan batik, berhias kerlap kerlip lampu, warna-warni di beranda Prambanan. Menikmati santap malam dengan latar candi yang luar biasa itu.
Oh ya, penulis sempat memeriksa jenis batik yang dipajang dan dijual di gerai mereka. Saya membayangkan batik yang dibeli di mall dengan harga 500 ribu namun di tempat itu harganya, 120 ribu.
Ada juga yang harganya 300 ribu, mungkin kalau di toko mall dibanderol 750 ribu. Disebut demikian sebab kainnya halus lembut, ukiran mantap.
Phala menyebut, pihaknya akan menyiapkan kain dan model terbaik dan tentu saja warna yang bisa memuaskan banyak alumni. “Pada momen Tenas IV ini kita ingin memberikan pelayanan terbaik untuk semua alumni, termasuk pemilihan batik ini,” kata dia.
Batik, bagi Phala, bagi panitia pelaksana, bagi kita semua, adalah busana nasional dan patut mendapat tempat di hati anak-anak Smansa Makassar.
Meski begitu, Phala menyebut tidak ada salahnya jika ada yang punya ide misalnya mengenakan batik pada malam gala dinner dengan Songkok Recca, Songkok Patonro, atau Songkok Guru di kepala.
Jelang magrib, kami izin pamit. Saatnya balik Yogyakarta.
Ada yang penasaran apa yang kami bincangkan dan eksekusi saat balik dari Solo ini?
Tunggu cerita selanjutnya.
Penulis Denun