PELAKITA.ID – Saya melihat-lihat dokumen foto dan file-file di laptop, dan menemukan Undangan Pencanangan Makassar Sebagai Kota Layak Anak (KLA).
Undangan itu berlogo Garuda Pancasila, ditandatangani oleh Walikota Makassar, Ir H Mohammad Ramdhan Pomanto.
Kegiatan pencanangan dilaksanakan di Lapangan Karebosi, Senin, 22 September 2014, mulai pukul 08.30 Wita.
Terdapat dua logo lain yang tercetak di undangan itu, yakni logo Kota Makassar, dan logo PKK (Pemberdayaan Kesejahtreraan Keluarga).
File undangan itu membawa ingatan saya pada peristiwa hampir 10 tahun silam.
Ketika itu, Harun Al Rasyid, Sakka Pati, dan saya menyampaikan gagasan Kota Layak Anak (KLA) kepada Mohammad Ramdhan Pomanto, yang belum lama dilantik bersama Dr H Syamsu Rizal MI, Wali kota dan Wakil Wali kota Makassar, periode 2014-2019.
Kami menemui Danny Pomanto, begitu ia akrab disapa, di kantor arsiteknya yang berada satu gedung dengan Kafe Enak-Enak, di Jalan Lanto Daeng Passewang, Makassar.
Selain Pak Harun, Bu Sakka, dan saya, hadir pula Mahmud BM, Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, saat itu.
Kami kemudian disarankan untuk berkoordinasi dengan Ketua Tim Penggerak PKK Kota Makassar, Indira Jusuf Ismail, dan Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), Norma Bakir Tamzil.
Selain itu, koordinasi juga dilakukan dengan Dinas Pendidikan Kota Makassar. PKK yang fokus pada pemberdayaan dan kesejahreraan keluarga, serta DP3A yang punya tupoksi terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, dinilai tepat untuk mengimplementasikan ide pencanangan KLA tersebut.
Namun, sebelum tiba pada hari “H”, kami bersama PKK dan DP3A membuat time schedule-nya. Pak Harun (yang berpengalaman di bidang pelatihan), Bu Sakka (akademisi Unhas), dan saya, saat itu, sebagai tim fasilitator untuk persiapan Deklarasi Makassar Sebagai Kota Layak Anak.
Ada rapat-rapat persiapan dilakukan di Baruga Anging Mammiri, Rujab Wali kota Makassar, pada 19-21 Agustus 2014.
Kemudian dilakukan kegiatan merekrut sumberdaya yang dibutuhkan, lalu workshop, sosialisasi ke media massa, hingga gladi bersih.
Selama persiapan ini, saya banyak berkomunikasi dan berkonsultasi dengan Achmad Marzuki, dari JARAK (Jaringan Advokasi Pekerja Anak), yang memberikan akses ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).
Kami mendapat masukan terkait indikator-indikator apa saja yang mesti dipenuhi sebagai KLA, yang mencakup 31 item.
Ada penguatan kelembagaan, Klaster I: Hak Sipil dan Kebebasan, Klaster II: Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif, Klaster III: Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan, Klaster IV: Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang, dan Kegiatan Budaya, serta Klaster V: Perlindungan Anak.
Materi tentang indikator KLA ini disampaikan kepada jajaran pengurus dan anggota Tim Penggerak PKK Kota Makassar, termasuk apa saja yang perlu dan bisa dilakukan oleh organisasi itu untuk memenuhi hak-hak anak.
Saat deklarasi, tanggal 22 September 2014, dilakukan Penandatangan Makassar Sebagai Kota Layak Anak. Ini merupakan tanda komitmen pemerintah kota dan pemangku kepentingan terkait.
Selain itu, ada kegiatan pameran hasil karya anak dari bahan daur ulang, pertunjukkan dan atraksi kesenian, serta pemberian makanan bagi anak balita, berupa makan biskuit, minum susu dan madu.
Hadir dan ikut membubuhi tanda tangannya, kala itu, Ketua DPRD Kota Makassar, Ir Farouk M Betta, MM. Juga Muspida (Musyawarah Pimpinan Daerah), sekarang dikenal dengan istilah Forkopimda (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah), kepala SKPD, Kepala Perwakilan UNICEF Sulawesi Selatan dan lembaga donor, serta sekira 2.500 pelajar SD dan SMP.
Dalam sambutannya selaku Ketua Tim Penggerak PKK Kota Makassar, Indira Jusuf Ismail, mengatakan bahwa Kota Layak Anak meupakan sistem pembangunan Kabupaten/Kota yang mengintegrasikan komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan, dalam program dan kegiatan pemenuhan hak dan perlindungan anak.
Tujuan umumnya adalah untuk membangun inisiatif pemerintahan Kabupaten/Kota yang mengarah pada upaya transformasi Konvensi PBB tentang Hak Anak, yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, dari kerangka hukum ke dalam definisi, strategi, dan intervensi pembangunan seperti kebijakan, kelembagaan, program dan kegiatan yang peduli pada pemenuhan hak-hak anak.
Dia lalu mengutarakan alasan, mengapa perlu atau apa urgensi suatu kabupaten/kota disebut layak anak? Menurutnya karena, pertama, anak merupakan amanah Tuhan yang akan dipertanggungjawabkan secara pribadi dan sosial.
Kedua, proporsi jumlah anak cukup signifikan dari total penduduk kita. Tidak bisa diabaikan bahwa perubahan global berpotensi mengancam tata nilai, agama, sosial dan budaya serta kearifan lokal kita.
Ketiga, anak sebagai embrio SDM yang handal dan tangguh akan menentukan masa depan bangsa dan negara Indonesia.
Dan keempat, fakta dan realitas menunjukkan bahwa anak-anak kita diperhadapkan pada ancaman dan dalam banyak kasus menjadi korban kekerasan, pelecehan, diskriminasi, perlakuan salah.
Karena itu, lanjut dia, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, terdapat sejumlah isu strategis yang diangkat berkaitan dengan anak, yakni rendahnya pemenuhan hak anak, serta rendahnya tangggung-jawab keluarga dan masyarakat.
Selain itu, keterbatasan akses dan rendahnya kualitas pelayanan, lemahnya manajemen dan kelembagaan, dan anak belum menjadi prioritas pembangunan.
Konsep Kota Ramah Anak bermaksud memaksimalkan peran Wali kota dan penentu kebijakan lain, untuk merumuskan rencana pembangunan kota yang berpihak bagi anak, dan memperkuat kemitraan dengan dunia usaha, organisasi kemasyarakatan, media massa serta memperluas jaringan dengan semua pemangku kepentingan dengan pemenuhan hak-hak anak.
Pencanangan ini, menurutnya, adalah sebuah momentum, langkah baru, masa depan baru.
Dengan pencanangan Makassar Kota Layak Anak, maka diharapkan visi misi Pemkot Makassar, dengan “8 Jalan Masa Depan” akan diintegrasikan ke dalam program-program yang bisa dirasakan manfaatnya langsung oleh anak dan dalam rangka memperkuat pemenuhan hak dan perlindungan anak.
Sehingga sejatinya, pencanangan dan penandatangan Makassar Kota Layak Anak, merupakan komitmen politik Wali kota, DPRD, Muspida, dunia usaha dan semua mitra yang masih harus ditindaklanjuti dengan program-program konkret dan berkelanjutan.
Masih dibutuhkan dukungan anggaran yang proporsional, guna mengimplementasikan program-program strategis, penguatan gugus tugas, dan penyusunan Rencana Aksi Daerah.
Sebagai pilot project, telah ditetapkan Kecamatan Manggala sebagai percontohan implementasi Kota Layak Anak, yang nanti direplikasi ke kecamatan-kecamatan lain.
Kami dari PKK Kota Makassar, lanjut Indira, telah bertekad akan mengambil peran aktif, untuk mewujudkan Makassar bukan hanya menjadi Kota Dunia tapi juga kota yang Layak untuk Anak. Karena kota yang layak untuk anak adalah layak juga untuk semua.
PKK Kota Makassar, bukan saja akan mendukung Makassar Smart City, tapi juga berupaya mewujudkan Smart Generation. Generasi yang sehat dan cerdas, yang tetap berpedoman pada nilai budaya yang kuat, yang Sombere’.
Itulah mengapa, kegiatan pencanangan dipelopori oleh ibu-ibu PKK karena dia yakin dan percaya bahwa keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama.
Pemenuhan hak-hak anak akan terpenuhi dengan baik, bila perlakuan terhadap ibu dan perempuan juga semakin baik. Dalam Millennium Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan Millenium, jelas sekali hal ini disebut, antara lain: Mengembangkan kesetaraan dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, dan meningkatkan kesehatan ibu melahirkan.
Karena itulah, dirinya optimis, dengan sentuhan dan kasih sayang ibu-ibu dan dukungan semua pihak, Insya Allah, PKK Kota Makassar menargetkan Makassar akan memperoleh penghargaan sebagai Kota Layak Anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Sudah banyak yang dilakukan ke arah itu, seperti, akta kelahiran gratis, pendidikan gratis/wajib belajar 12 tahun, angka partisipasi PAUD, bus sekolah, zona aman sekolah, Forum Anak, pojok ASI dan pemberian ASI eksklusif, pemberian makanan tambahan untuk menekan prevalensi gizi buruk, kawasan tanpa rokok, dan nanti akan ada taman tematik yang bisa dimanfaatkan oleh anak-anak untuk pengembangan kreativitas mereka.
Program-program yang sudah dan pernah ada akan dimaksimalkan, sementara yang belum akan dibuat dan dikembangkan sesuai kriteria Kota Layak Anak.
Pada bagian akhir sambutannya, Indira mengutip beberapa bagian dari puisi karya Dorothy Law Nolte yang berjudul “Anak-Anak Belajar dari Apa yang Mereka Alami dalam Kehidupan Ini”.
Dia kemudian menutup sambutannya dengan mengatakan “Dari Keluarga, Kehidupan Anak Mulai Menapak, dari Hatinya PKK, Kita Wujudkan Makassar Kota Layak Anak”. (*)