PELAKITA.ID – Perkumpulan Wira Raja La Patau Matanna Tikka atau PERWIRA LPMT menggelar Focus Group Discussion dengan tema The Cultural Landscape and Agriculture in South Bone, Ahad, 23/6/2024.
Acara dibuka oleh Ketua PERWIRA LPMT Muhammad Sapri Andi Pamulu.
Pria yang juga Direktur BUMN Indah Karya itu menyebut FGD ini didasari oleh dua hal pertama, karena hadirnya salah satu penulis The Bugis Chronicle of Bone yaitu Prof Campbell Macknight di Bone dan Makassar.
“Yang kedua sesuai dengan komitmen kita sebagai bagian dari keluarga besar Perwira LPMT untuk selalu melakukan pengayaan-pengayaan pengetahuan, perspektif, ide dan penguatan organisasi kekerabatan wija La Patau Matanna Tikka,” ucapnya kepada Pelakita.ID.
Dia menyebut, sejauh ini sejak berdirinya 3 tahun lalu, Perwira LPMT aktif mendorong penyebarluasan pengetahuan, penguatan jejaring dan pengembangan kerjasama pemajuan kebudayaan
“Para pihak di Bone, Soppeng hingga Wajo kita lihat antusias dalam pengembangan potensi dari objek pemajuan kebudayaan mereka, kami di Perwira LPMT terpanggil untuk ikut serta mengembangkan kapasitas, jejaring dan pengetahuan terkait kawasan seperti Bone, Soppeng, Wajo bahkan hingga Sinjai ini, kami juga berkolaborasi dengan Balai Pelestarian Kebudayaan XIX dan Universitas Hasanuddin” terangnya.
“Salah satu yang sangat prospektif adalah pengembangan Geopark Walannae yang selama ini aktif didorong oleh Pemerintah Kabupaten Soppeng melalui Bupati Andi Kaswadi Razak,” tambah ketua IKA Fakultas Teknik Unhas itu.
Jalannya FGD
FGD yang dihadiri sejumlah aktivis kebudayaan asal Bosowa, LSM, peneliti, media dan praktisi perguruan tinggi dan BRIN ini diisi paparan tiga narasumber yaitu Prof Campell Macknight, Dr Hasanuddin dari BRIN/FIB Unhas serta Pak Udin dari Balai Arkeologi Sulawesi Selatan.
Prof Campbell menceritakan kandungan penelitian dan buku The Bugis Chronicle of Bone yang ditulisnya bersama Prof Muchlis Paeni dan Prof Muhlis Hadrawi yang di dalamnya menceritakan dinamika dan perjuangan elite di Bone sebagai bagian dari perlawanan sosial dan kawasan dengan setting hingga abad ke-17.
Dia juga membahas temuan-temuan selama perjalanan ke Bone yang dilakukan dengan Muhlis Hadrawi dan menggarisbawahi sejumlah realitas dan isu yang perlu menjadi atensi.
Kepada Pelakita.ID dia menyampaikan betapa perlunya membangun infrastruktur, perbaikan irigasi dan penyiapan sarana prasarana pertanian yang lebih dari cukup untuk memaksimalkan keuntungan sumber daya alam yang masih sangat besar di Bone Selatan.
“Pembacaan saya pada Lontara’ menunjukkan bahwa Bone bagian selatan ini sering dikaitkan dengan isu pertanian,” kata Prof Campbell.
Sementara itu, Dr Hasanuddin memaparkan temuan-temuan selama melakukan riset arkeologi di Kawasan Bone Selatan. Ada sejumlah temuan yang menggambarkan eksistensi kerajaan di Bone Selatan, termasuk titik yang disebut pernah menjadi pusat pertanian.
Udin dari Balai Arkeologi menyampaikan atensinya pada sejarah irigasi yang ada di Sulawesi Selatan. Terutama pada kawasan yang sudah lama atau menjadi target Pemerintah Hindia Belanda nun lampau pada pengembangan pertanian.
”Bendungan Benteng di Pinrang adalah salah satu contoh bendungan yang dibuat oleh Belanda sejak tahun 30-an,” kata dia.
Dia juga menunjukkan hubungan antara kondisi lanskap di Bone Selatan dan kecenderungan migrasi atau perantauan warga.
Sejumlah bukti menunjukkan juga ada sejumlah bending atau semacam ‘teppoe’ yang eksis di sejumlah daerah seperti Sidrap dan Bone.
Beberapa penanggap memberikan tambahan pada perlunya pemahaman relasi antara kondisi sumber daya alam Bone Selatan dan kaitannya dengan norma-norma praktik pengelolaan serta keorganisasian tradisional.
Pak Uto, penanggap dari Fakultas Ilmu Budaya dan Bahasa Unhas menyinggung tentang sejarah perburuan rusa dan posisi elite kerajaan di dalamnya.
Termasuk tentang betapa kayanya kawasan Sulawesi bagian selatan nun lampau pada jumlah varietas atau jenis padi.
Poin-poin Penting
Pada FGD tersebut, sejumlah data, informasi dan ‘success story’ kebudayaan terutama yang berkaitan dengan eksistensi Perwira LPMT dapat disebutkan sebagai berikut::
Pertama, telah ada inisiatiif untuk menggalakkan perluasan dan aplikasi pendidikan bahasa Bugis seperti yang dilakukan oleh Andi Jamal yang telah memulai sejak 8 tahun lalu melalui Sekolah bahasa Bugis di beberapa kabupaten.
Kedua, telah dilakukan observasi, wawancara dan pendalaman melalui kunjungan ke Bone dan sekitarnya pada tanggal 18 dan 19 Juni 2024 yang di dalamnya hadir pula Sang Prof, Campbell Macknight.
Ketiga, tentang konfigurasi potensi kultural dan pertanian di Bone Selatan.
Aa beberapa yang bisa menjadi pintu masuk untuk pendalaman atau riset ke depannya seperti kondisi irigasi, keragaman vegetasi atau komoditi, termasuk kajian pada keragaman biodiveritas, kondisi geologi, sungai hingga potensi-potensi pariwisata.
Keempat, perlunya pendalaman pada sejumlah toponim atau hal-hal spesifik tentang kebudayaan dan pertanian di Bone Selatan. Penamaan menjadi penting untuk mengetahui asal usul dan pola interaksi antar kawasan.
Kelima, Perwira LPMT bertanggungjawab untuk menyebarluaskan gagasan baik seperti pengembangan Geopark Walannae. Mengajak sejumlah pihak yang tersebar mulai dari Bone, Soppeng, Wajo, bahkan hingga Sinjai dan Bulukumba untuk bersama mengembangkan skenario pengembangan geopark ke depan.
Keenam, Lembah Camming dan Palattae hingga Sinjai Barat adalah kawasan yang menarik untuk dijadikan obyek riset kebudayaan dan pertanian.
Ketujuh, Bone Selatan belum digambarkan secara utuh dalam linimasa sejarah Bone. Jika Bone bagian lain ditulis dalam berpuluh-puluh lembar lontara’, kisah di Bone selatan hanya ditulis hanya selembar dua lembar. Beda dengan Bone Utara yang merupakan benteng dan dibangun kembali oleh Arung Palakka.
Kedelapan, terkait Bone Selatan, ada banyak data untuk arkeologi, pada hasil survey keramik, lontara’, dan pandangan publik pada kawasan dan geologinya yang perlu riset lanjutan.
Ada sejumlah toponim atau istilah yang menarik untuk diselami lagi, Katompi, Kahu, La Moncong, dan lain sebagainya. Perlu pendalaman pada genealogi Kahu, Biro, Sanrego, Bontocani.
Penulis: Denun