PELAKITA.ID – Sejumlah penyelam, penggiat konservasi dari berbagi organisasi masyarakat sipil di Selayar menyayangkan adanya konflik antara pengelola pariwisata bawah laut dan pemancing ikan di Pantai Timur Pinang hingga Appatanah pekan ini.
Sebagaimana diberitakan di sejumlah Whatsapp Group, di media sosial seperti FB, telah terjadi ketegangan antara sejumlah pemancing dengan pengelola Selayar Dive Resort di Pantai Timur dalam hal ini Mr Jochen.
Konflik itu berkaitan dengan keinginan sejumlah pemancing yang ingin beroperasi di kawasan ekosistem karang.
Padahal, selama ini merupakan lokasi penyelaman atau tempat menikmat keindahan bawah laut Selayar tanpa ekstraksi atau eksploitasi dalam bentuk penangkana ikan.
Kronologi
Diperoleh informasi sesuai sumber Pelakita.ID di Selayar, pada tanggal 9 Maret 2024 satu unit kapal membawa wisatawan untuk melakukan snorkeling di Perairan Pinang di timur Selayar.
Saat itu, anggota tim pengelola Selayar Dive Resort melakukan pemantauan melaporkan kepada Mister Jochen yang asal Jerman tentang adanya kapal yang memasuki Perairan Pinang.
Usai aktivitas diving bersama wisatawan yang dibawanya, Jochen owner Selayar Dive Resort mendekat ke kapal dimaksud untuk memastikan kegiatan yang sedang dilakukan dan memastikan kapal tidak berlabuh jangkar.
Setelah Jochen mengetahui bahwa kapal melakukan kegiatan snorkeling dan tidak berlabuh jangkar, Jochen kemudian meninggalkan lokasi.
Namun, situasi berbeda terjadi saat aktivitas kapal kemudian berlanjut pada tanggal 25 Maret 2024.
Pada malam kejadian atau ketegangan itu, kru di atas kapal berbekal print out Peraturan Daerah membawa sekelompok hobi mancing melakukan aktivitas mancing di Perairan Pinang.
Aktivitas ini kemudian diketahui oleh pihak pengelola Selayar Dive Resort yang selama ini aktif memanfaatkan kawasan itu sejak tahun 90-an.
Dengan menggunakan speed boat Jochen bersama anggotanya lalu menghampiri kru di atas kapal untuk memastikan kegiatan yang mereka lakukan.
Terlihat ada aktifitas memancing, Jochen meminta para pemancing untuk menjauh dan meninggalkan lokasi tersebut. Mereka pun bersitegang.
Kejadiannya seperti yang terlihat pada video yang beredar di sejumlah WAG.
Pembaca sekalian, dinamika pesisir dan ruang laut belakangan ini sangat tinggi. Bukan hanya di Selayar tetapi di hampir semua pesisir NKRI.
Sejumlah kasus mencuat seperti perdagangan sedimen atau pasir, konflik lahan dan reklamasi hingga perusakan terumbu karang oleh kapal wisata.
Perlu kesemaan pandang terkait konteks perizinan dan melek pada aturan baru setelah adanya UU CK dan RZWP Provinsi terbarukan.
Tentang konflik berulang di Selayar itu, mengingatkan kita pada tahun 90-an hingga secara sporadis mencuat sehingga perlu menjadi atensi otoritas terkait yang bermuara pada win-win solutions.
Sungguhkan ada yang dilanggar di Pantai Pinang atau Appatanah, siapa benar siapa berbasis aturan?
Pelakita.ID sedang mencoba mengkonfirmasi kejadian tersebut ke sejumlah kolega dan otoritas terkait dinamika di Selayar, seperti Kadis Kelautan dan Perikanan Provinsi, sejumlah teman sejawat terkait ini, baik di Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Maritim dan Investasi.
Ruang Laut dan Aturannya
Guru Besar Kelautan dan Perikanan Unhas, Prof Abdul Rasyid menyebut pemanfaatan atau pengelolaan ruang laut saat ini mengacu pada dokumen Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) yang dipunyai oleh perusahaan pengelolaan usaha wisata laut.
“Ada tidak izin Pengelolaan Ruang Lautnya resort itu? Kalau tidak ada maka laut kembali ke fungsi awalnya, open access untuk siapapun,” ucapnya.
Dia juga berharap sejumlah pihak terkait ikut memberi jalan keluar agar tidak ada konflik berkelanjutan.
“Dasarnya pada izin pemanfaatan ruang laut itu,” kata pria yang akrab disapa Bang Cido ini.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel Muhammad Ilyas menyebut pihaknya sudah beberapa kali diinformasikan terkait konflik itu.
“Pernah dapat info juga dari mantan Kadis Perikanan Selayar, katanya konflik selalu dengan masyarakat,” kata dia.
“Sehingga perlu dicek dulu kepemilikannya atas dasar apa dan dengan siapa?” ujar Ilyas.
Hal senada disampaikan praktisi perencanaan wilayah pesisir dan laut, Ibrahim S.T, M.Si, salah satu alumni alumni Ilmu Kelautan Unhas yang aktif memfasilitasi peraturan ruang laut, case di Pesisir dan Laut Selayar seperti di atas harus dilihat dari posisi RTRW Provinsi.
“Apakah masuk zona perikanan tangkap atau wisata. Kalau masuk zona wisata, dilihat lagi izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) yang ada, apakah area yang diributkan termasuk area PKKPRL?,” lanjutnya.
“Kalau masuk zona tangkap, dan bukan area PKKPRL , maka tidak ada hak siapapun untuk melarang,” tambahnya.
Pembaca sekalian, ruang laut dan udara pengelolaannya diatur dalam undang-undang tersendiri.
Pengaturan mengenai pengelolaan ruang Laut diatur dalam Pasal 42 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, yang menyebutkan bahwa pengelolaan ruang Laut meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian.
Banyak pihak menganggap saat ini perizinan di ruang laut tidak semudah dulu dimana perencanaan ruang laut merupakan pekerjaan ekstra besar, dimana sesuai mandat peraturan perundang-undangan.
Telah ada PP Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan, dan PP Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah.
Menteri Kelautan dan Perikanan Saktu Wahyu Trenggono menjelaskan, dalam PP 27/2021 disebutkan bahwa dalam pemanfaatan ruang laut diatur kewajiban untuk melindungi sumber daya kelautan dan perikanan.
Misalnya, tidak merusak terumbu karang agar bisa tetap terjaga dan lestari sumber daya kelautan dan perikanan.
“Dengan adanya PP ini, maka akan terwujud keterpaduan, keserasian, dan keselarasan pengelolaan ruang darat dan laut,” ucap dia belum lama ini di Jakarta.
Substansi tersebut diharapkan bisa menuntun sektor kelautan dan perikanan untuk bisa berperan sebagai salah satu pihak yang ikut melaksanakan pemulihan ekonomi nasional, setelah sebelumnya terganggu karena pandemi COVID-19 yang melanda dunia.
Jika demikian adanya, ada baiknya memang memperjelas basis hukum operasi dari masing-masing pihak yang berselisih di Selayar.
Redaksi