PELAKITA.ID – Yayasan Lembaga Konsumen atau YLK Sulawesi Selatan merilis peringatan yang sangat urgen untuk jadi perhatian terutama pada ancaman kesehatan dan perkembangan yang dihadapi anak-anak.
Ancaman tersebut sebagai hasil dari perilaku konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan.
Kemasan yang menarik dan iklan yang ditujukan pada anak-anak sering kali menjadi pemicu konsumsi berlebihan, meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan.
Ancaman kesehatan dan perkembangan yang dihadapi anak-anak sebagai hasil dari perilaku konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan.
Risiko Kesehatan
Kemasan yang menarik dan iklan yang ditujukan pada anak-anak sering kali menjadi pemicu konsumsi berlebihan, meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan, antara lain:
Obesitas dan Masalah Kesehatan Terkait
Anak-anak yang terpapar rutin pada minuman berpemanis dalam kemasan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan obesitas.
Gula tambahan dalam minuman tersebut dapat menyebabkan peningkatan berat badan yang signifikan, meningkatkan risiko penyakit jantung, diabetes tipe 2, dan gangguan metabolisme lainnya.
Gangguan Metabolik dan Diabetes
Konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan dapat menyebabkan ketidakseimbangan kadar gula darah pada anak-anak, yang pada gilirannya dapat memicu perkembangan diabetes tipe 2. Ini adalah ancaman serius terhadap kesehatan anak-anak dan dapat berdampak sepanjang hidup.
Masalah Kesehatan Gigi
Kandungan gula dalam minuman berpemanis dapat menyebabkan masalah kesehatan gigi pada anak-anak, seperti karies gigi. Gaya hidup konsumsi minuman yang berlebihan juga dapat berkontribusi pada kerusakan struktural gigi dan masalah kesehatan mulut lainnya.
Gangguan Perilaku dan Konsentrasi
Minuman berpemanis dapat memiliki dampak negatif pada perilaku dan konsentrasi anak-anak. Peningkatan kadar gula dan bahan tambahan tertentu dapat memicu lonjakan energi yang singkat, diikuti oleh penurunan tajam, mengganggu konsentrasi dan perilaku anak-anak di sekolah dan dalam aktivitas sehari-hari.
Risiko Kecanduan Gula
Kemasan yang menarik dan rasa yang disesuaikan dengan selera anak-anak dapat memicu kebiasaan konsumsi berlebihan. Hal tersebut dapat menciptakan risiko kecanduan gula pada anak-anak, menyebabkan keinginan berlebihan untuk makanan dan minuman manis yang dapat berdampak buruk pada pola makan sehat.
Selanjutnya, ancaman dan gambaran masa depan yang suram yang dihadapi oleh anak-anak sebagai akibat dari perilaku konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan akan sangat sulit untuk dihindari.
Peningkatan Angka Obesitas dan Penyakit Terkait
Masa depan anak-anak dihantui oleh peningkatan angka obesitas dan penyakit terkait. Konsumsi berlebihan gula dalam minuman berpemanis dapat memicu lonjakan berat badan yang signifikan, menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan gangguan metabolisme.
Krisis Kesehatan Generasi Mendatang:
Anak-anak yang tumbuh besar dengan kebiasaan konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan berisiko menghadapi krisis kesehatan yang signifikan di masa dewasa. Terjangkitnya generasi mendatang oleh penyakit yang dapat dicegah ini mengancam tidak hanya kesehatan individu, tetapi juga sistem perawatan kesehatan secara keseluruhan.
Pengaruh Negatif Terhadap Kemampuan Belajar dan Pencapaian Akademis
Dampak perilaku konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan tidak hanya terbatas pada kesehatan fisik. Masa depan pendidikan anak-anak dapat terpengaruh karena penurunan konsentrasi dan perhatian yang dapat disebabkan oleh lonjakan energi yang singkat setelah mengonsumsi minuman tersebut.
Pengaruh Ekonomi dan Beban Perawatan Kesehatan
Masa depan ekonomi suatu negara dapat terbebani oleh beban perawatan kesehatan yang meningkat akibat konsumsi berlebihan minuman berpemanis. Biaya perawatan penyakit yang terkait dengan gula dapat menyebabkan tekanan keuangan yang signifikan pada sistem perawatan kesehatan dan keluarga.
Tantangan Pembentukan Gaya Hidup Sehat
Anak-anak yang terbiasa dengan konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan dapat menghadapi tantangan besar dalam membentuk gaya hidup sehat di masa dewasa. Perilaku konsumtif yang sudah terbentuk sulit diubah, meningkatkan risiko kelanjutan kebiasaan makan dan minum yang tidak sehat.
Hasil Survei YLKI (klik untuk download)
Fenomena dan gambaran ancaman tersebut secara faktual cukup signifikan dengan hasil survei “Konsumsi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK)” yang telah dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesa (YLKI) yang dilakukan melakukan di 10 Kota di Indonesia.
Survei dilakukan pada awal-pertengahan Juni 2023, di 10 kota, meliputi: Medan, Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogya, Surabaya, Balikpapan, Makassar dan Kupang. Survei dilakukan dengan cara wawancara, pemilihan responden secara acak berjenjang, dari mulai tingkat kelurahan, RT/RW, kemudian memilih rumah tangga, dan memilih individu.
Responden adalah orang yang pernah mengonsumsi minuman manis dalam kemasan dalam sebulan terakhir. Total responden yang terjaring adalah 800 responden, dan masing masing RT dijaring 10 responden.
Dari survei tersebut secara signifikan bersesuaian dengan fenomena ancaman kesehatan bagi anak dan gambaran masa depan yang suram bagi anak, dengan temuan sebagai berikut
Terbukti Anak dan remaja Indonesia gemar mengkonsumsi minuman berpemanis dalam kemasan. Hal ini terlihat bahwa 1 dari 4 (25,9 persen) anak usia kurang dari 17 tahun mengkonsumsi MBDK setiap hari, bahkan 1 dari 3 (31,6 persen) anak mengkonsumsi MBDK 2-6 kali dalam seminggu.
Kemudahan akses pembelian MBDK juga menjadi salah satu pemicu utama anak dan remaja mengkonsumsi MBDK. MBDK sangat mudah diakses dan bisa dibeli dalam jarak 2 sampai 10 menit.
Responden membeli MBDK via warung (38 persen), minimarket (28 persen), supermarket (17 persen), dan akses lainnya (termasuk fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, lalu fasilitas umum lainnya seperti sekolah) sebesar 18 persen.
Selain akses pembelian yang sangat mudah, aspek motivasi menjadi faktor penentu bagi anak dan remaja dalam mengkonsumsi MBDK.
Hasil survei menunjukkan, rasa penasaran menjadi faktor yang paling tinggi sebesar 32,4 persen, kemudian disusul faktor enak rasanya sebesar 27,1 persen, dan faktor ketiga adalah aspek harga sebesar 14,4 persen.
Sedangkan aspek aspek lainnya meliputi, influencer (6,4 persen), pengaruh anggota rumah tangga (5,8 persen), iklan di media massa (3,8 persen), aspek teman (3,6 persen), media sosial (3,4 persen), dan ada juga pengaruh tetangga, sebesar (3,3 persen).
Berkaitan dengan tingginya keterlibatan anak dan remaja dalam mengkonsumsi MBDK tersebut, ternyata persepsi mereka terhadap kesehatan sangat relevan terkait pemahaman responden tentang dampak jangka panjangnya.
Sebenarnya cukup mereka memahami risikonya, karena terbukti terdapat 78 persen memahami konsumsi MBDK akan berdampak terhadap peningkatan obesitas.
Bahkan, sebanyak 81 persen memahami bahwa mengkonsumsi MBDK mempunyai dampak jangka panjang terhadap kesehatan secara keseluruhan. Tetapi tetap pemahaman tersebut tidak cukup memberi motivasi dan dampak terhadap perubahan perilaku dalam konsumsi MBD.
Berkiatan dengan respon responden terhadap wacana pemerintah yang akan mengenakan cukai MBDK? Ternyata jawabannya positif, terbukti 58 persen responden mendukung terhadap wacana pengenaan cukai pada MBDK.
Sekitar 18 persen responden menjawab mereka akan mengurangi konsumsi MBDK jika terjadi kenaikan harga sebesar 25 persen
Kesimpulan dan Rekomendasi:
Pertama, pemerintah harus segera menindaklanjuti penerapan cukai MBDK di tahun 2024 sebagai langkah untuk mengontrol pola konsumsi dan mencegah prevalensi diabetes pada anak dan remaja.
Menurut Laporan Global Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang implementasi cukai MBDK yang baru dirilis bulan ini, setidaknya per Juli 2022, sudah ada 108 negara di dunia yang memberlakukan cukai MBDK.
Kedua, perlu dukungan publik terhadap wacana pengenaan cukai MBDK cukup signifikan.
Sebagai terlihat dari survei, dari sisi perilaku, 1 dari 5 konsumen yang disurvei mengatakan bahwa dirinya akan mengurangi konsumsi MBDK, bahkan meninggalkan konsumsi MBDK.
Dengan kata lain, pengenaan cukai sebagai instrumen pengendali konsumsi MBDK cukup efektif. Pengenaan cukai pada MBDK sudah sangat urgen untuk melindungi konsumen Indonesia. Supaya efektif, penerapan cukai MBDK perlu tanpa pengecualian, dan diberlakukan secara komprehensif.
Ketiga, pemerintah seharusnya tidak ambigu untuk mengenakan cukai MBDK, sebagai bentuk kebijakan untuk melindungi masyarakat dari tingginya prevalensi penyakit tidak menular, khususnya diabetes melitus.
Pemerintah pun seharusnya tidak bergeming dengan upaya intervensi oleh pihak industri, tersebab pengenaan cukai pada MBDK tidak akan menggerus produksi MBDK. Berdasarkan hasil studi di negara lain yang sudah menerapkan cukai MBDK seperti Meksiko dan Peru, cukai MBDK tidak menimbulkan pengangguran.
Keempat, mendesak pada industri MBDK agar melakukan pemasaran yang bertanggung jawab dalam melakukan pemasaran, distribusi, iklan, promosi dan sponsorship, khususnya pada kelompok rentan yakni anak-anak dan remaja.
Tidak hanya itu, Pemerintah harus membuat peraturan dan kebijakan yang mengatur pembatasan MBDK kepada anak- anak dan remaja yang dapat membantu mengurangi dampak pemasaran agresif, termasuk informasi label yang tidak menyesatkan.
Kelima, mengajak seluruh masyarakat umum, organisasi masyarakat sipil (OMS) dan lembaga swasta untuk melakukan sosialisasi dan edukasi tentang MBDK serta bersama dengan pembuat kebijakan untuk bersama-sama bertindak guna melindungi anak sebagai aset generasi masa depan dari risiko kesehatan yang mengancam secara serius.
Keenam, mendorong Pemerintah Daerah untuk mewujudkan lebijakan pengendalian konsumsi MBDK di daerahnya, misalnya melalui instrumen kebijakan “Kantin Sehat Tanpa MBDK” di sekolah sekolah. Ini penting untuk melindungi secara dini keterpaparan anak terhadap MBDK. Juga tidak ada iklan produk MBDK di area sekolahan.
Salam, Ambo Masse
Plt Ketua YLK Sulsel No kontak : 082188868107