Wawaancara Prof Yusran Jusuf: Sungai yang Hilang hingga Ide Taman Kehati

  • Whatsapp
Anggota Dewan Lingkungan Hidup Kota Makassar, Prof Yusran Jusuf (dok: Pelakita.ID)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin yang juga anggota Dewan Lingkungan Hidup Kota Makassar, Prof Dr Yusran Jusuf, S.Hut, M.Si berbagi pandangan terkait keanekaragaman hayati Kota Makassar dan apa saja yang mesti diantisipasi.

Sekretaris Umum Pengurus Pusat IKA Unhas itu menjawab sejumlah pertanyaan Pelakita.ID terkait potensi, isu dan solusi lingkungan hidup Kota Makassar.

Di sela pelaksanaan Focus Group Discussion yang digelar Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar terkait Profil Keanekaragaman Hayati Kota Makassar 2023 dia menyinggung sejumlah fakta, realitas, ancaman dan peluang pengelolaan ekosistem penting.

Read More

Pertama, pentingnya identifikasi dan sharing potensi dan dinamika ekosistem kawasan lalu mengkomunikasikan ke pengambil kebijakan pembangunan Pemkot Makassar.

Menurutnya, adalah penting jika sejumlah pihak yang selama ini concern pada isu-isu lingkungan, riset sumber daya kehutanan, kelautan, perikanan hingga kepariwisataan terhubung dengan pengambil kebijakan.

“Penting sebagai pengalaman dan pengetahuan mereka jadi masukan bagi Pemerintah Kota Makassar,” ujarnya.

“Masukan itu sangat penting, baik pembelajaran dari sejumlah program yang dikerjakan oleh organisasi masyarakat sipil atau LSM, perguruan tinggi, maupun swasta dalam hal potensi sumber daya alam dan manusia,” jelas dia.

Bagi pria yang juga anggota Dewan Kehutanan Nasional itu, Kota Makassar adalah contoh wilayah administrasi yang punya potensi sumberdaya alam cukup lengkap dan bisa menjadi obyek analisis perubahan pada ruang dan waktu.

“Ada ekosistem sungai seperti Tello, Je’neberang, pesisir, pulau, hingga lautan,” kata dia.

“Hasil riset, pengalaman sejumlah pihak seperti Unhas, Unismuh, UMI, Balik Diwa, dalam memetakan potensi, ancaman dan peluang pengelolaan ekosistem seperti pesisir dan perairan ini untuk profil keanekaragaman hayati yang digelar DLH Kota Makassar ini amat strategis dan berguna untuk disain program ke depan,” ujarnya saat menghadiri FGD Profil Keanekaragaman Hayati DLH Makassar, Senin, 17/10/2023.

Kedua, perlu pendataan dan komparasi detil bentang ekosistem penting di Makassar berdasarkan linimasa.  

Bagi Yusran, adalah penting bagi DLH Kota Makassar terutama tim yang selama ini mengkaji profil keanekaragaman hayati Kota Makassar untuk menyiapkan peta spasial yang rinci dan spesifik, berdasarkan timeline atau periode.

“Misalnya seberapa banyak sungai kecil di Kota Makassar bertahun-tahun lalul, bisa 50, 20 atau 10 tahun terakhir,. Apa saja unsur-unsur di sekitarnya, luasan, lebar, potensi debit,” kata dia.

“Ini penting dikemukakan atau dicek sebab kita ingin tahu, apakah ada implikasi dari kebijakan pembangunan,  regulasi atau bisa jadi model atau pola perencanaan pengelolaan lingkungan yang ada,” tambahnya.

“Contohnya anak-anak sungai di sejumlah perumahan, sekitar Tello, Tallo, Daya, atau Biringkananya, bahkan Je’neberang,” sebut alumni S2 dan S3 IPB Bogor ini.

“Bisa jadi sungai-sungai kecil yang ada sudah ditimbun atau ditutup karena pembangunan perumahan, hal yang sangat berbahaya karena ini bisa berdampak pada keseimbangan ekosistem dan kehidupan masyarakat perkotaan,” tuturnya.

“Sungai-sungai kecil yang ditutup atau ditimbun bisa saja akan jadi persoalan karena berkaitan drainase atau pembuangan air.”

Bagi Yusran, bukan hanya sungai tetapi juga bentang pesisir, kolam dan daerah resapan bahkan watershed di sekitar hulu sungai.

“Bisa disusun dalam bentuk data base atau dashboard informasi sumber daya atau biodiversitas Kota Makassar,” sebutnya.

Ketiga, perlu sinkronisasi dan desentralisasi aturan pengelolaan sumber daya pesisir dan perairan.

Menurutnya, sebagai yang lebih banyak mengurusi ekologi kehutanan atau daratan, dia menganggap perlu sinkronisasi.

Perlu mendorong desentralisasi dengan sejumlah area atau spasial yang terkoneksi sebab apa yang terjadi di hulu juga sangat berkaitan dengan peristiwa di muara atau di sepanjang aliran sungai.

“Urusan pesisir dan laut ini kan lebih banyak dikaitkan dengan domain Pemerintah Provinsi dan Pusat,” ujar dia.

“Sumber persoalan biasanya ada dan terjadi di kabupaten-kota, sehingga ini perlu dimediasi atau dikoordinasikan dengan baik, perlu didesentralislasikan juga, bisa perencanaan bisa mandat pengelolaan,” imbuhnya.

Di pikiran Yusran, kabupaten-kota adalah pemilik area atau obyek pembangunan.

“Harusnya peran kabupaten-kota tetap dominan, kalau peran mereka dominan, itu artinya bisa saja mereka bisa menyaipkan dukungan sumber daya yang lebih dari cukup.,” jelasnya.

Keempat, pengalokasian sumber daya pembangunan dimaksimalkan.

Terkait aspek itu, dia menyebut ada banyak unit-unit kerja di atas level kabupaten-kota namun dalam pelaksanaannya belum efektif karena keterbatasan sumber daya termasuk anggaran.

“Kita melihat hal-hal seperti itu, bukan hanya di isu kelautan dan perikanan, di pengelolaan hutan pun, kita membaca kalaua da sejumlah unit-unit atau satuan kerja yang kesulitan bikin program karena keterbatasan anggaran, personil dan sarana prasarana,” ungkapnya.

Dia merespon itu berkaitan sejumlah organisasi perpanjangan dinas dari level provinsi yang disebut terbatas sumber daya pembangunannya.

Misalnya, eksistensi Cabang Dinas CDK Kelautan dan Perikanan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi serta Kesatuan Pengelolaan Hutan KPH dari Dinas Kehutanan.

“Hal ini sudah sering jadi bahan diskusi dan disarankan agar ada solusi konkret ke depan,” ucap pria yang pernah menjadi ketua  TGUPP Sulsel ini.

“Urusan keanekaragaman hayati yang sedang diprofilkan oleh Pemkot Makassar menjadi sebuah ‘Profil Kehati’ ini tentu akan sangat penting hanya saja perlu kepastian siapa melakukan apa, dan sumber daya yang mesti disiapkan,” sebutnya.

“Kalau anggaran bisa di-cover kabupaten-kota tentu akan sangat bagus tetapi kalau diasumsikan akan di-cover provinsi tetapi karena rentang kendalinya luas, bisa jadi ada daerah yang tidak dapat apa-apa,” jelasnya.

Kelima, Kota Makassar perlu mendorong adanya ‘Taman Kehati’.

Menurut Yusran, adalah penting bagi kota sebesar Makassar untuk punya area atau kawasan konservasi yang menjadi enclave atau kawasan lindung biodiversitas sebagai menjadi anjuran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Kalau mendengarkan paparan tim pengkaji profil keanekaragaman Kota Makassar 2023 ini, jelas sekali masih ada sejumlah titik yang disebut kaya potensi sumber daya alam. Ada 12 pulau dengan ekosistem kaya seperti mangrove, terumnbu karang dan ekosistem Pantai,” lanjut Yusran.

“Apa lagi ada sejumlah spesies atau bentang alam yang masih terjaga kelestariannya seperti mangrove Lantebung, Untia hingga Lakkang.”

“Bisa saja itu menjadi suaka atau taman keanekaragama hayati sebagaimana aturan atau anjuran Pemerintah Pusat. KLHK sudah punya peraturannya,” imbuhnya.

“Atau Taman Kehati pesisir dan laut terpadu, dimana ada kawasan mangrove, kawasan terumbu karang terproteksi dan pemanfaatan non-ekstraksi seperti wisata bahari di kawasan itu,” ucapnya.

“Di Pulau Lanyukang ada informasi bahwa ada burung serupa Maleo yang bertelur dan menaruh di tanah lalu menetas, telurnya sangat besar. Bisa jadi hal seperti ini jadi daya tarik wisata, tetapi harus diproteksi. Dengan konsep Taman Kehati, ini bisa jadi program ke depan,” tambahnya.

Keenam, penguatran ‘knowledge sharing’ pemangku kepentingan terkait biodiversitas di Makassar

“Saya kira menarik yang disampaikan oleh peserta FGD dari Kepulauan Sangkarrang, bahwa di pulau Langkai dan Lanyukang ada pengalaman konservasi gurita,” tambahnya.

“Ada praktik tutup buka kawasan perairan demi konservasi spesies ekosistem laut, setelah berbulan-bulan lalu dibuka dan dimanfaatkan oleh warga,” ungkapnya.

“Itu contoh baik, bahwa warga juga punya atensi, minat dan mau menjalankan konservasi kawasan. Ada pelestarian namun pada akhirnya akan bermuara ke income mereka, semakin banyak gurita bisa ditangikap tentu sangat baik untuk ekonomi warga Makassar,” tutur pria asal Maros yang pernah menjadi Pj Wali Kota Makassar ini.

Owner Balla Ratea ri Pucak Maros ini menyebut, praktik baik seperti itu bisa menjadi pintu masuk untuk menggelar sharing pengalaman baik dalam pengelolaan sumber daya alam di Kota Makassar.

Pembukaan FGD oleh Kabid Kenakeragaman Hayati DLH Kota Makassar (dok: Pelakita.ID)

“Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar bisa didorong untuk menjadi pemain dalam fasilitasi sharing success story seperti ini.”

“Bisa menjadi inspirasi untuk daerah lain, termasuk dalam pengelolaan limbah sampah plastik, tata kelola sungai atau kolam hingga hutan mangrove,” tambahnya.

“Kami sebagai anggota Dewan Lingkungan Hidup Kota Makassar tentu akan senang jika praktik seperti itu dilanggengkan,” kata dia.

“Melibatkan sejumlah pihak, berbagi pengalaman, inspirasi, demi membangun Kota Makassar yang inklusi, peduli lingkungan dan mengedepankan partisipasi masyarakat plus pemangku kepentingan lain,” pungkasnya.

 

Redaksi Pelakita.ID

Related posts