Hasil pantauan kamera pengintai kami, ternyata masih ada ditemukan anoa di TWA Malino. IUCN sudah datang dan cek.
Jusman, Kepala BBKSDA Sulsel
PELAKITA.ID – Jusman, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan mengaku sangat antusias saat diundang sebagai pembicara pada FGD Iniisiasi Geopark Gowa, Senin, 17/4/2023.
Dia mengaku membawa personil lengkap BBKSDA untuk menghadiri FGD yang disiapkan oleh Pemda Gowa kerjasama IKA Unhas Sulawesi Selatan.
“Materi sudah kami siapkan, peta jalan sudah lengkap, kita support,” kata Jusman terkait perintisan Gowa Geopark ini.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam, sering disingkat sebagai Balai KSDA atau BKSDA, adalah unit pelaksana teknis setingkat eselon III (atau eselon II untuk balai besar) di bawah Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.
Instansi ini di antaranya bertugas untuk mengelola kawasan-kawasan konservasi, khususnya hutan-hutan suaka alam (suaka margasatwa, cagar alam) dan taman wisata alam.
Selain itu Balai KSDA juga bertanggung jawab mengawasi dan memantau peredaran tumbuhan dan satwa yang dilindungi di wilayahnya; termasuk pula memantau upaya-upaya penangkaran dan pemeliharaan tumbuhan dan satwa dilindungi oleh perorangan, perusahaan dan lembaga-lembaga konservasi terkait.
Sejarah TWA Malino
Paparan Jusman menyebutkan adanya penunjukan Zelf Basteur (Jaman Belanda) No. 64 tanggal 31 Okober 1924 dimaba Hutan Malino merupakan bagian dari Kelompok Hutan Lompobattang (36.931 Ha).
“Hutan Malino telah dilakukan pengukuhan pada tahun 1932,” sebut Jusman.
Menurutnya. kelompok hutan produksi terbatas yang berada di komplek hutan Malino telah dirubah fungsinya menjadi hutan konservasi (Taman Wisata Alam Malino) dengan luas 3.500 ha (Kepmenhut No 420/Kpts-II/1991 tanggal 19 Juli 1991).
Pada tahun 2019 terbitlah Surat Keputusan Menteri LHK Nomor : SK.362/Menlhk/Setjen/pla.0/5/2019 tanggal 28 Mei 2019 tentang tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, dan Penunjukan Bukan Kawasan Menjadi Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Selatan dengan luas 7.758,34 Ha.
Lalu ada SK Menteri LHK Nomor : SK.558/Menlhk/Setjen/Pla.o/8/2019 tanggal 16 Agustus 2019 tentang Perubahan Fungsi Antar Fungsi dan Dalam Fungsi Pokok Kawasan Hutan dan Sebagian Kawasan Taman Wisata Alam Malino menjadi Kawasan Hutan Produksi Tetap dan Taman Hutan Raya untuk Arahan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus Kebun Raya Malino Dalam Rangka Pengembangan Kota Raya Malino di Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan seluas ± 434 Ha.
“Sehingga luas kawasan TWA Malino menjadi 6.814,56 Ha,” ungkapnya.
Potensi TWA Malino
Menurut Jurman, Kawasan TWA Malino memiliki tipe hutan pegunungan bawah dengan ketinggian 1000 – 1400 mdpl dan ekosistem hutan pegunungan atas dengan ketinggian 1800 – 2300 mdp.
“Berdasarkan hasil Inventarisasi Potensi Keanekaragaman Hayati di TWA. Malino Tahun 2020 bahwa ditemukan tumbuhan sebanyak 65 jenis pada tipe ekosistem Hutan Pegunungan Bawah dan 37 jenis pada tipe ekosistem Hutan Pegunungan Atas. Secara keseluruhan total ada 82 jenis tumbuhan, 21 diantaranya dapat dijumpai di kedua tipe ekosistem,” paparnya.
“Potensi satwa liar pada Hutan Pegunungan Bawah, ditemukan sebanyak 4 jenis mamalia, 10 jenis burung, 2 jenis herpetofauna, dan 7 jenis insekta,” ungkapnya.
“Pada Hutan Pegunungan Atas ditemukan sebanyak 3 jenis mamalia, 8 jenis burung dan 3 jenis insekta. Tikus ekor putih ditemukan di kedua tipe ekosistem,” sebut pria yang pernag bertugas sebagai Kepala Balai Taman Nasional Taka Bonerate ini.
Spesies tumbuhan prioritas menurut Jusman pada kawasan TWA Malino adalah Edelweis dan Anggrek.
“Sedangkan satwa adalah kuskus, rusa dan burung,” imbuhnya.
Sebagai destinasi wisata, Malino, kata Jusman, memilki potensi wisata yang cukup besar dan sudah dikenal karena udaranya yang sejuk.
“Keindahan hutan pinus dan bentang alam serta terdapat spot-spot wisata yang menarik dikunjungi seperti air terjun dan potensi lainnya,” jelasnya.
“Data dan informasi Satwa Prioritas Melalui Pemasangan Kamera Jebak di Lanskap Bawakaraeng Lompobattang menemukan adanya anoa gunung,” katanya.
“Di sana sudah ada rencana kebun raya, oleh BRIN,” sebut Jusman.
“Jika akan jadi geopark, maka stakeholder kita akan bertambah kita harapkan akan dikeola sesuai standar mengelola kebun raya,” tambahnya.
Dia pun menyebut bisa saja satu kawasan namun ada status ganda.
“Malah sudah ada triple status world heritage, geopark, dan cagar biosfer, bahkan di sana ada Ramsar Site, core area-nya TN Alas,” ucapnya.
Pada paparannya, Jusman juga menyebut untuk kelompok mamalia, ditemukan tiga jenis yaitu rusa timor (Cervus timorensis), kera hitam Sulawesi (Macaca maura), Tarsius, musang tenggalung (Viverra tangalunga)dan babi hutan (Sus selebensis).
“Hasil pantauan kamera pengintai kami, ternyata masih ada ditemukan anoa di TWA Malino. IUCN sudah datang dan cek,” katanya.
“Jenis burung yaitu Kangkareng Sulawesi (Penelopides exarhatus), Elang Sulawesi (Spizaetus lanceolatus), Burung Hantu (Otus sp.), Gelatik (Padda oryzivora), Gagak (Corvus sp.), Kuntul kerbau (Bubulcus ibis), Tekukur (Streptopelia sp.) dan Cekakak sungai (Halcyon chloris),” tambahnya.
Tentang flora, Teradapat 34 jenis flora dan di antaranya adalah Kayu Hitam (Diospyros celebica) dan Kayu Bayam (Intsia palembanica ).
“Beberapa jenis jenis tanaman klimaks seperti Ara ( Ficus sp), Alstonia scholaris (Rita), Intsia palembanica (Bayam gunung), Ficus amplas (Impallasa), Pterospermum javanicum (Banyoro), Santiria laevigata (Dama-dama kanang), Dracontomelon dao (rao kanrea), Dracontomelon mangiferum (Rao dare), Magnolia Sp. (Campaga), Vitex quinata (Katondeng),” bebernya.
Editor: K. Azis