PELAKITA.ID – Karena terlalu lahap, ikan kering asin layur yang disantap di Pulau Kodingareng malam sebelumnya menyisakan persoalan di leher penulis.
Tegang bukan kepalang. Seharian tidur tapi tak kunjung reda.
Lantaran itu, tidak ada niat ke mana-mana setelah buka puasa. Maunya moppo’ saja di rumah.
Pukul 9 malam, setelelah salat Isya, suasana berkata lain saat seorang kawan menyapa via Whatsapp.
Dia mengirim kabar baik, bikin semangat. Saya bergegas mencari jaket, biskal bissa kale, merapikan rambut dan mencari kunci motor.
Motor melaju menuju Jalan Boulevard. Ya, malam ini ke Hometown Kopizone. Warkop ini seperti sudah ‘default’ belakangan ini di kepala.
Warkop ini selalu muncul di benak jika ingin bersua kawan, mencari suasana riang atau ingin menyesap pahit kopi meski jaraknya dari rumah Tamarunang lumayan jauh, 11 kilometer.
Di HTKZ, sudah ada Rahman Pina bersama Didies Bholonk di meja bagian depan. Sudah lama tak bersua RP, begitu panggilanku.
“Hai Kak Denun,” sapanya sembari memegang gadgetnya.
Dia nampak fokus juga ke gadget.
Di meja lain ada Kak Anto Bachtiar sedang main domino. Dia antusias dengan kartu bersama beberapa kaum muda.
Saya ke meja favorit di dekat kasir, dekat tempat pemesanan kopi dan sekutunya.
“Kopi susu tapi jangan terlalu keras, jangan seperti yang kemarin itu, ndak bisaka tidur,” pesanku.
“OK kak, tipis saja ya.”
Di meja itu saya membuka aplikasi Lichess dan main catur online. Wifi lancar di Hometown Kopizone, ini penting.
Sembari main, Anno Aldetrix, anggota tim seleksi Bawaslu Sulsel itu datang. Pada saat sama, saya kalah adu catur online, lalu dengan Anno kami berbincang tentang berita hangat di Kota Makassar, tentang cerita PDAM dan jerat Kejaksaan. Lalu bergabung Awal Lasena, the man behind HTKZ.
“Kasus ini sudah lama berproses, sudah ada catatan BPK.”
Begitu informasi yang disampaikan Awal.
“Kaget juga mengapa ttiba-tiba langsung ada tersangka,” ucapnya sebelum bergeser menyapa Kak idin, senior di Smansa Makassar angkatan 87.
Malam ini, warkop terisi sekira 70 persen. Bagian depan penuh, sisi barat dekat dinding juga terisi penuh, di bagian timur (kiri) pun penuh. Semua kursi terisi, ada yang berpasangan ada yang triple.
“Asik sekali ini, mantap tawwa,” puji Anno tentang suasana malam ini.
Yang 30 persen tak terisi adalah bagian tengah, ada tiga meja dan kursi-kursi tanpa pengunjung setidaknya dari pukul 10 sampai 12 dinihari.
Di selang waktu itu, bergabung di meja kami, Ilham Hanafie, alumni Fakultas Hukum Unhas angkatan 83, pengacara, pernah bekerja pada bagian legal di perusahaan tambang di Kalimantan Timur datang. Lalu bergabung Kakak Adam.
“Adam ini alumni Kopizone riolo, pertama sekali,” ucap Kak Ile’.
Adam yang disebut saat ini tinggal di Kota Parepare dan sedang ada ‘proyek’ di Makassar.
Pukul 12.00 Asmin Amin, pria yang penulis kenal sebagai tokoh LSM di Sulawesi Selatan, budayawan, penulis dan pembaca puisi, mantan koordinator Forum Informasi dan Komunikasi Organisasi non-Pemerintah Sulawesi Selatan datang dengan gayanya nan khas.
Dia berkaos lengan panjang hitam dengan kalung menjuntai, layaknya aktivis kebudayaan.
Puisi-puisinya mengingatkan kita pada Sutardji Calzoum Bachri yang agamis, magis dan ritmis,
Berlarik-larik kalimat indah dihamburkan pria yang kerap dipanggil Tetta oleh jemaah Kopizone.
Dua kali dia membagikan puisi sarat makna. Tentang ‘pelukan di balik pintu’ dan ‘tentang dia, sosok yang dirindukan.”
3 pujian Tetta Asmin
Sosodara, bukan puisi itu yang menjadi alasan mengapa ada tulisan tentang HTKZ kali ini.
Ap aitu? Tentang informasi bahwa inilah kali pertama Asmin Amin datang ke warkop itu.
Bahwa dia memberi pujian untuk suasana, tampilan dan spirit di balik Hometown ‘Kopizone’ versi baru ini.
Sekurangnya ada tiga pujian yang penulis ingat.
Pertama, betapa menariknya tata letak atau interior serta kombinasi warga HTKZ di mata Tetta Asmin.
“Saya ini juga punya pengalaman dan wawasan arsitek, luar biasa ini tampilannya. Luar biasa ini Awal,” katanya seraya menunjuk Awal Lasena yang duduk di samping penulis.
Menurut Asmin, Kopizone baru ini sesuai dengan seleranya yang juga ‘arsitek’. Pilihan warna, graffiti dan layout sungguh istimewa.
“Jago memang ini,” pujinya sembari menunjuk Awal.
Kedua adalah atmosfer HTKZ saat ini lebih terbuka, meliputi dan menghimpun banyak kalangan
“Ini (suasana HTKZ) sesuai dengan selera banyak orang, untuk kami, kita semua dan anak-anak muda itu,” ucap pria yang sebelum HTKZ seperti sekarang ini beberapa kali menggelar Jumat Berkah di sini. Ada cara makan bersama dan doa bersama ba’da Jumat.
Apa yang disampaikan Asmin itu dijawab oleh Awal seperti tercermin malam ini di mana ada beberapa pengunjung ‘belakangan’ Kopizone yang tetap datang yang disebut sebagai mewakili ‘generasi baru’ Kopizone.
“Mereka yang aktif di media sosial, pelaku IT, aktivis yang kreatif dengan basis internet,” sebut Awal untuk beberapa pengunjung dari kalangan muda.
“Termasuk beberapa yang di sana itu,” ucapnya seraya menunju sisi kiri yang penuh oleh kaum muda.
Pujian ketiga Tetta Asmin adalah pada sosok seorang Awaluddin Lasena, pria yang disebut satu dari beberapa ‘the men behind the HTKZ’ versi terbarukan ini.
“Awal ini seperti mewakil tokoh atau ahli kopi, kalau bicara warkop dan ada Awal maka jadilah.” Kurang lebih begitu pujiannya.
Menurut pria yang pernah menjadi anggota DPR RI dari Partai Keadilan Sejahtera ini Awal adalah jaminan sehingga selalu saja ada semangat dan keriangan pada satu warkop.
“Ada isi, ada substansi cita rasa kopi jika dikaitkan Awal,” puji Asmin.
Begitulah sosodara. Waktu menunjuk pukul 0.15 Wita saat penulis pamit ke mereka.
Ada beberapa pesan inspiratif yang disampaikan Tetta Asmin tentang kopi, buka puisi, dan bagiamana semestinya menjaga cinta pada Dia, termasuk kesediaannya untuk membaca puisi di stage HTKZ jika diberi kesempatan.
“Bisa nanti kalau ada live music, di selanya ada pembacaan puisi oleh Tetta Asmin, juga untuk siapa yang mau, apalagi banyak puisinya Om Ile juga,” kunci Awal.
Penulis pulang ke Tamarunang Gowa dengan bersiul tipis, pening kepala, tegang leher mulai reda.
Bisa jadi salah satu penyebabnya karena sebelum pulang pelayan bilang kalau menu pesanan saya, kopi, air mineral dan pisang goreng sudah diselesaikan Om Ile’.
Tamarunang, 13/4