Tahun 2022 sudah dilewati dengan baik, Indonesia masih optimis di 2023 tetapi harus fokus dengan persoalan yang dihadapi. – Dr Marzuki DEA
PELAKITA.ID – Forum Dosen Makassar menggelar diskusi akhir tahun dengan tema ‘Economy and Politic Outlook’: Evaluasi dan proyeksi optimis dan pesimis tahun 2022 menuju 2023.
Sejumlah narasumber hadir. Mereka adalah Dr Syarkawi Rauf, akademiis FEB Unhas, Dr Marzuki DEA (FEB Unhas), Dr Ilham Hanafie, Dr Amir Uskara, M.Kes (anggota DPR-RI), Dr Mulyadi Opu Andi La Tadampali (Fisip UI) sebagai moderator adalah Dr Adi Suryadi Culla, koordinator Forum Dosen Makassar.
Menurut Adi yang memandu dialog di Ruang Redaksi Tribun Timur Makassar, bahasan mengenai ekonomi dan politik ini didasari pandangan bahwa tahun 2022 segera tutup, dan 2023 menjadi lembaran berikutnya.
“Terkait berbagai dinamika global dan domestik yang saling berkelindan, khususnya pada isu ekonomi politik, mencuat respon optimis dan pesimis, ini yang perlu kita bahas,” sebutnya.
Paparan Dr Syarkawi Rauf
Syarkawi Rauf menyampaikan spektrum dan dimensi resesi global sebagai faktor berpengaruh pada situasi ekonomi dan politik Indonesia.
Di depan peserta daring dan luring akademisi FEB Unhas dan pernah menjadi Ketua Pengawas Persaingan Usaha itu menceritakan pemicu resesi secara historikal dari tahun 1957, 1982, 199 hingga 2009 dan 2020.
“Tahun 1975 terjadi resesi karena adanya embargo minyak Arab yang dimulai sejak tahun 1973,” ucapnya.
“Contoh lainnya adalah dalam tahun 1999 yang bermula dari pengetatan kredi perumahan di Amerika, atau housing bubble atau krisis perumahan, ” tambahnya.
Dia menyebut untuk tahun 2020 berkaitan dengan pandemic Covid-19 yang memberi dampak pada kontraksi GDP dunia. Khusus untuk Covid-19 dia menyebut krisis bisa ditekan oleh negara maju atau emerging market dengan kebijakan dari sisi fiskal.
Dia juga mengajukan pertanyaan untuk audiens sebagaimana tema dialog, apakah resesi akan datang di Indonesia?
Dia menjelaskan, jika melihat trend resesi dari tahun 1972 hingga 2020, semuanya dimulai dari tiga negara besar, Amerika, China dan negara Eropa.
“45 persen dari GDP global dikuasai oleh ketiga negara ini dimana Amerika menguasai 25 persen, 18 persen oleh Eropa dan 12 persen oleh China.
Hal lain yang disampaikan Syarkawi adalah bagaimana implikasi ke ekonomi Indonesia jika suku bunga naik.
“Jika suku bunga naik maka aset akan dilepas oleh investor global, ada capital outflow, atau pelarian modal,” sebutnya.
Pada bagian ini dia menyebut keterkaitan antara suku bunga dan nilai tukar, bagaimana fenomena depresiasi yang tajam pada suku bunga Amerika, dan Bank Indonesia bisa ikut-ikutan menaikkan suku bunga.
“Pasti biaya modal yang tinggi karena suku bunga yang mahal,” ujarnya. Dia menyebut potensi loss kita atau uang akan habis untuk bayar bunga.
Di ujung paparan dosen FEB Unhas ini menyebut apa yang disebut ‘spillover’ dampak resesi global pada Indonesia.
“Integrasi ekonomi melalui perdagangan dan relasi keuangan memungkinkan transmisi kejutan dari negara negara berkembang ke negara lain termasuk Indoesia,” ucapnya.
Kedua, lanjut Syarkawi, spillover berdampak pada negara maju ke negara lain melalui beberapa saluran seperti rebalancing portfolio, pasar uang internasional, harga aset, likuiditas kombinasi, saluran penanggung risiko.
“Termasuk kanal atau saluran pasar saham, pada relasi dan keuangan pembiayaan komoditas,” tutupnya.
Pandangan Dr Marzuki DEA
Sementara itu, pembicara berikutnya Dr Marzuki DEA menyebut ada beberapa aspek yang perlu dipahami baik oleh Pemerintah, otoritas fiskal, Kemenko Ekonomi, pengambil kebijakan moneter, pelaku ekonomi, pengusaha dan masyarakat terkait trend ekonomi ke depan.
Dia menyebut pengalaman tiga tahun terakhir dengan adanya shcck ekonomi negatif memberi peluang bagi Kementerian terkait seperti Kemenko untuk menempuh kebijakan ekonomi adaptif.
“Politis tetapi bermakna kebijakan ekonomi yang transformatif, inovatif dan diharapkan melibatkan otoritas fiskal,” ucapnya.
Dia menyebut bagaimana berjalannya ‘motoric’ kebijakan, ada mitigasi dan dapat mencari solusi dan kebijakan fiksal yang cukup longgar.
Marzuki mengingatkan untuk tahun 2023 perlunya perhatian pada situasi yang ‘agile’, bahwa pengeluaran BBM akan ditekan, supaya defisit bisa kurang. “Kita berharap kembali ke jalur yang benar” ucapnya.
Poin lainnya adalah beberapa peraturan yang disiapkan DPR beum ada perubahan, belum ada batasan. Bank Indonesia disebut kemungkinan mendukung kebijakan fiskal dan menyiapkan dana-ndana pinjaman untuk pemerintah demi membiayai pembangunan.
Menurutnya, di tahun 2023, akan ditandai oleh kebijakan yang bisa menempatkan Indonesia untuk setidaknya bertahan, aka nada pertumbuhan tetapi tidak menghilangkan stabiliisasi.
“Harga-harga jangan sampai tertekan, atau harga masih bisa dikendalikan. Saat ini inflasi tak seperti yang ditakutkan, Pemerintah pada dasarnya cukup optimis,” tambahnya.
Dia juga menyebut ototitas OJK cukup aktif di tataran kebijakan dimana sudah ada 8 agenda untuk bagaimana mendorong sumber pertumbuhan dan bisa menyelesaikan masalah.
Ada KUR, ekonomi hijau, digitalisais dan lain sebagainya.
Hasil penelusuran Pelakita.ID menyebutkan beberapa agenda OJK per Oktober 2022.
Di antaranya, penjualan produk/layanan jasa keuangan berinsentif (pemberian diskon, cashback, poin, bonus atau reward), lalu fasilitasi pemberian kredit/pembiayaan bagi masyarakat serta pelaku usaha kecil dan mikro antara lain melalui kegiatan business matching.
Lalu ada pameran produk dana tau layanan jasa keuangan, kemudian pembukaan rekening, polis dan produk keuangan lainnya, edukasi keuangan (sosialisasi, webinar, bank goes to school/campus, klinik konsultasi, dan outreach program).
Selanjutnya adalah kampanye dan publikasi program literasi serta inklusi keuangan serta perlindungan konsumen secara masif.
Kembali ke dialog. Marzuki menyampaikan juga terkait situasi pembayaran Negara yang selalu surplus, meski hilirisasi pertanian masih menjadi persoalan.
“Ke depan, semoga bbisa menjadi perhatian pada hilirisasi pertanian, ini bisa menjadi ekonomi struktural kita,” ujarnya.
Krisis kecil, fokus hilirisasi pertanian
“Yang kita alami krisis kecil menurut saya, gejolak tidak seberat yang dihadapi Amerika, sebab hidupnya di pasar spekulan. Dan Indonesia jangan terjebak pada spekulan ekonomi tetapi membangun kepercayaan diri bahwa kita bisa mengoptimalkan sumberdaya alam pertanian, menjadi basis perekonomian,” ucapnya.
Menurutnya, tahun 2022 sudah dilewati dengan baik, Indonesia masih optimis di 2023 tetapi harus fokus dengan persoalan yang dihadap.
“Kita manfaatkan sumber daya alam seperti pertanian untuk kemandirian, kita jangan terpancing dengan spekulan di pasar uang, jangan menjadi obyek permainan pasar global,” pungkasnya.
Editor: K. Azis