PELAKITA.ID – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) memanfaatkan penggunaan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi.
BLUD menjadi pilihan KKP agar pengelolaan kawasan konservasi sebagai pelindung sumberdaya dan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud.
“Pedoman Penyusunan Dokumen Administratif Penerapan BLUD Kawasan Konservasi akan mempermudah pemenuhan persyaratan pembentukan BLUD Kawasan Konservasi bagi Pemerintah Provinsi yang telah ditetapkan kawasan konservasinya oleh Menteri Kelautan dan Perikanan,” ujar Dirjen Pengelolaan Ruang Laut (Dirjen PRL) Victor Gustaaf Manoppo dalam Peluncuran Pedoman Penyusunan Dokumen Administratif Penerapan BLUD Kawasan Konservasi pada Senin (28/11) di Jakarta.
Victor juga menjelaskan sampai dengan tahun 2021, luas kawasan konservasi adalah 28,4 juta hektare, yang terdiri dari 18,4 juta hektare kawasan yang ditetapkan dan 9,96 juta hektare kawasan yang dicadangkan.
Kawasan konservasi yang telah ditetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan sejumlah 79 kawasan, terdiri dari 10 Kawasan Konservasi Nasional (KKN) seluas 5,3 juta hektare, 69 Kawasan Konservasi Daerah (KKD) seluas 8,59 juta hektare. Sementara kawasan konservasi kewenangan KLHK sejumlah 30 kawasan seluas 4,6 juta hektare.
“Salah satu tantangan dalam meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi yang telah ditetapkan tersebut adalah pendanaan berkelanjutan untuk melaksanakan program pengelolaan seperti monitoring target konservasi, pengawasan, pemberdayaan masyarakat dan penyediaan sarana prasarana pengelolaan kawasan konservasi,” terangnya.
Menurut Victor salah satu solusi dalam mengisi kesenjangan pendanaan berkelanjutan adalah dengan penerapan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) pada unit organisasi pengelola kawasan konservasi.
“Dengan penerapan BLUD, unit organisasi pengelola menjadi lebih fleksibel untuk bekerja sama dengan pihak terkait dan melakukan praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan tetap menjaga sumber daya yang berada pada kawasan konservasi,” tambahnya.
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni yang hadir dalam peluncuran tersebut menyebutkan penyusunan pedoman dokumen administratif penerapan BLUD Kawasan Konservasi dilaksanakan bersama KKP agar dapat mendukung target penetapan kawasan konservasi.
“Penerapan BLUD Kawasan Konservasi diharapkan akan mendorong kawasan konservasi menjadi lebih fleksibel dan transparan dalam rangka mewujudkan kemandirian dalam pelayanan dan manfaat bagi masyarakat,” ucapnya.
“BLUD merupakan amanah reformasi di bidang ekonomi daerah untuk menciptakan pengelolaan keuangan daerah yang efektif, efisien, ekonomis, transparan, akuntabel dan partisipatif. Esensi utamanya adalah meningkatkan pelayanan umum tanpa mencari keuntungan,” tegas Fathoni.
Sementara itu, Dekan Fakuktas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Chandra Wijaya berharap buku pedoman yang disusun akan membawa manfaat bagi pemerintah provinsi, khususnya yang membawahi UPTD konservasi agar lebih mudah dan lebih cepat menyusun BLUD.
Selain Chandra Wijaya, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sosial dan Politik FISIP Universitas Indonesia Ummi Salamah juga menegaskan pedoman tersebut adalah contoh nyata lembaga sektor publik membangun kebijakan berdasarkan bukti
“Keterlibatan lembaga perguruan tinggi yang dapat memberikan penyegaran, transparansi dan akuntabilitas pada sektor publik,” ujar Ummi Salamah.
Sejalan dengan kebijakan KKP yang ditegaskan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono di berbagai forum global, konservasi di wilayah laut menjadi salah satu strategi andalan Indonesia dalam memulihkan kelautan dan ekosistem perairan.
Melalui strategi ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan pusat ekonomi baru berbasis pengelolaan kawasan konservasi perairan untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Sumber: HUMAS DITJEN PENGELOLAAN RUANG LAUT
Editor: K. Azis