PELAKITA.ID – Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia, satu organisasi non-pemerintah yang berbasis di Kota Makassar hadir dengan orientasi pada tiga aspek yaitu konservasi ekosistem pesisir dan laut, pemberdayaan masyarakat pesisir dan kepulauan kecil serta penerapan teknologi alternatif ramah lingkungan.
Tentang Proteksi GAMA
YKL Indonesia sebagai mitra Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) dan Burung Indonesia melaksanakan Program Penguatan Ekonomi dan Konservasi Gurita Berbasis Masyarakat (PROTEKSI GAMA) di Pulau Langkai dan Pulau Lanjukang Kota Makassar.
“Tujuan program ini Memperkuat pengelolaan perikanan gurita skala kecil berbasis masyarakat di Pulau Langkai dan Pulau Lanjukang. Sehubungan hal tersebut, kami akan melaksanakan diskusi dengan tema “Bersama Menguatkan Tata Kelola Perikanan Gurita Di Pulau Langkai Dan Lanjukang Kota Makassar,” kata program manager YKL untuk komponen ini, Alief Fachrul Raazy. Acara berlangsung pada Kamis, 1 Sepember 2022 di Hotel Aston Makassar,
Menurut Alief, diperlukan upaya untuk mengurangi ancaman terhadap kerusakan ekosistem terumbu karang dan tekanan terhadap kelestarian sumber daya perikanan, di mana antara lain akibat masih maraknya kegiatan Penangkapan Ikan yang Tidak Ramah Lingkungan (PITRaL)/Destructive Fishing Practices di sekitar perairan Kepulauan Spermonde.
“Misalnya dengan memberikan pilihan atau alternatif komoditas perikanan yang bernilai ekonomis yang masih melimpah dan bisa ditangkap secara ramah lingkungan sehingga pemanfaatannya dapat berkelanjutan,” sebut Alief.
Salah satu yang menjadi target program adalah gurita. Menurutnya, gurita ini masih mudah dan banyak ditemukan oleh nelayan-nelayan di perairan laut sekitar Pulau Langkai dan Lanjukang di Kepulauan Spermonde, yang berada dalam wilayah administratif Kota Makassar.
“Agar pemanfaatan jenis gurita ini dapat dilakukan secara jangka panjang dan berkesinambungan, maka diperlukan upaya pengelolaan secara ramah lingkungan dan berkelanjutan. YKL berkomitmen menginisiasi sebuah upaya pengelolaan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam memanfaatkan sumber daya perikanan,” ucapnya.
Saat ini, pihaknya dan masyarakat pada kedua pulau sedang diinisiasi pengkajian peluang pengelolaan area tangkap gurita khususnya di sekitar Pulau Langkai dan Lanjukang yang diketahui sebagai salah satu lokasi penangkapan gurita.
“Kita awali dengan membangun kesadaran dan belajar bersama masyarakat setempat dalam membangun hak dan tanggungjawab kelola area penangkapan gurita secara partisipatif,” jelasnya.
“Tujuan strategis kami adalah meningkatkan nilai dan kualitas hasil tangkapan menjadi “insentif” yang dapat menggerakkan perubahan perilaku penangkapan ikan dan meminimalisir perilaku penangkapan ikan yang merusak,” lanjutnya.
Sedangkan tujuan besarnya adalah terbangunnya tata kelola perikanan gurita yang berkelanjutan dan terlindunginya ekosistem terumbu karang, termasuk terlindunginya biota laut penting lainnya di wilayah Kepulauan Spermonde khususnya di Pulau Langkai dan Pulau Lanjukang yang menjadi sasaran intervensi pengelolaan YKL.
PROTEKSI GAMA terdiri atas 4 komponen besar yaitu penyusunan profil perikanan gurita, pengumpulan data dan monitoring perikanan gurita skala kecil, peningkatan kapasitas masyarakat lokal; keempat penyusunan rencana pengelolaan perikanan skala kecil gurita secara berkelanjutan.
Dengan melakukan perbaikan tata kelola wilayah perairan laut seperti penangkapan perikanan gurita atau buka tutup kawasan, dampak yang diharapkan dalam proses pelaksanaan proyek ini adalah terjaganya populasi jenis-jenis spesies prioritas dari eksploitasi yang berlebihan sehingga dampak yang bisa dirasakan adalah ekosistem menjadi lebih sehat dan terjaga.
Buka tutup yang dimaksud adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk tidak memanfaatkan kawasan perairan tertentu sehingga gurita bisa berkembang dan sesuai ukuran tangkap.
“Tujuan dialog ini adalah untuk menyebarluaskan hasil kesepakatan yang terbangun dalam kelompok masyarakat mengenai mekanisme pengelolaan perikanan gurita skala kecil di Pulau Langkai dan Pulau Lanjukang,” ujar Alief.
Beberapa natasumber yang hadir adalah dari kalangan akademisi ada Dr Rijal Idrus dari FIKP Unhas,
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan (Bidang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yaitu Dr Siti Masniah Djabir, M.Si, DIT Polair Polda Sulsel dan perwakilan masyarakat Pulau Langkai yaitu Erwin.
Harapan pembicara
Erwin, nelayan Langkai menyampaikan penghargaan atas masuknya YKL dalam memfasilitasi masyarakat di pulanya untuk peduli pelestarian biota laut termasuk mendukungan proteksi kawasan perairan untuk tidak ada penangkapan biota.
“Hiu dan penyu yang dulunya tidak ada dijumpai, dengan adanya program buka tutup, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa pengelolaan buka tutup itu lebih bagus dicanangakn berkelanjutajn lagi. Kami juga, sekali lagi memohon Pemerintah setempat untuk mendapat dukungan di Lamgkai dan Lanjukang,” ungkap Erwin,
Menurut Erwin, sebagai nelayan yang kerap menangkap gurita sejak tahun 2005, dulu dan sekarang beda metodenya.
“Sekarang pakai sistem grade, harga berbeda diberikan untuk segala macam ukuran. Ada hal penitng itu bahwa selama ini kami juga melihat ada nelayan-nelayan dari luar yang ikut melakukan aktivitas destruktif dan mengganggu ekosistem di sana,:” sebutnya.
Jadi, menarik dampaknya bagi ekosistem dengan adanya pengelolaan kawasan itu. “Bukan hanya pada gurita tetapi lebh jauh pada karang yang semakin terjaga dan muncul ikan-ikan yang sebelumnya tidak ada, hiu dan penyu,” tambahnya lagii
Siti Masniah Djabir dari Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel menyatakan mendukung inisiatif YKL ini.
“Kami sangat mendukung inisiatif YKL, ke depan, bisa bersama berkolaboarsi mendukung kegiatan ini sehingga apa yang menjadi tujuan dapat terjadi,” kata Siti Masniah. Dia juga menyebut DKP Sulsel mendukung upaya perlindungan dengan menyiapkan perahu untuk Pokmaswas.
“Jika ada masukan atau program kegiatan yang sekiranya bisa berkolaborasi dan di DKP Sulsel kami nembuka ruang itu, dan bisa bekerja bersama untuk tujuan dlam kelestarian pesisir dan laut di Sulsel,” ucapnya.
Pembicara lain adalah Dr Rijal Idrus yang menyebut salah satu ancaman buat proyek adalah keberlanjutan pendampingan atau fasilitasi. “Kadang , selesai proyek, pendamping pergi dan masyarakat kembali ke kebiasaan lama,” sebutnya.
“Jadikanlah upaya memandirikan masyarakat sebagai tujuan utama dan kawan-kawan yang kerja bersama masyarakat tujuan utama itu adalah memandirikan, bukan membuat mereka bergantung tetapi membantu memandirikan dalam mengambi; data, melaporkan, hasil tangakapan, demikain seterusnya,” jelasnya.
Dia juga berharap ada aplikasi yang bsia menyimpan data otomatis dari gadget. “Ketika sudah selesai, maka masyarakat pulau sudah menjadi kebiasaan dan dapat melaporkan. Harapan saya hal yang baik ini bukan sebatas proyek, but go beyond the project, bahkan jauh setelah ini selesai,” harapnya.
ABKP Daniel dari Polairud Sulsel menyatakan sangat mendukug dan membeirkan apresiasi YKL dalam menjaga kelestarian lingkungan dan gurita di Langkai dan Lanjukang. “Terkait peran kami, selaku anggota Kepolisian, memberikan perlindungan, pelayanan kepada masyarakat terkait penegakan hukum.” ucapnya.
YKL menutup sesi dialog dengan menyatakan pada ahlirnya semua ini akan menuju ruang kolaborasi. “Bagaimana kita memanaatkan ruang-ruang seperti ini dengan berbagi peran. Sehingga apa yang kirta tuju akan lebih efektif, berkelanjutan,” pungkasnya.