13 poin penolakan FT Unhas menjadi Institut baru, ‘Antek’ Hartono: Murni gerakan moral

  • Whatsapp
Diskusi Publik terkait rencana pemindahan FTUH ke institut baru. Tema, Ada Apa? Save Fakultas Teknik Unhas (dok: pelakita.ID)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID –  Kafe Sudut Merah atau Red Corner di Jalan Yusuf Daeng Ngawing Makassar laksana sedang menanak emosi jiwa alumni Unhas. Mereka, berlatar aneka fakultas menyatakan penolakannya jika Fakultas Teknik Unhas migrasi ke institut baru atau memboyong seluruh properti ke-Unhasannya.

“Mengebiri Unhas sebagai satu entitas akademik yang nyaris paripurna,” seru Hartono, Antek atau Anak Teknik Geologi Unhas, salah satu inisiator Diskusi Publik, Ada Apa? Save Fakultas Teknik Unhas, Senin, 25/4/2022. 

Read More

Dasar resistensi alumni seperti Dr Arqam Azikin, Hartono hingga jurnalis senior Mulawarman adalah mencuatnya agenda pembentukan Institut Teknologi Sultan Hasanuddin yang disebut hendak mengakuisisi dan mempreteli seluruh aset sejarah, potensi dan masa depan FTUH.

“Para pejabat dan birokrat kampus dan Majelis Wali Amanah atau MWA, yang secara sadar dan bersama-sama mau menghancurkan sesuatu yang dibangun puluhan tahun,” cetus Hartono.

“Ini murni gerakan moral. Beberapa alumni mendukung dengan hadir di sini. termasuk beberapa alumni Unhas yang mendukung dari luar. Motifnya jelas, agar Unhas tetap eksis,” tegas Hartono.

Pada diskusi publik yang dimoderatori Wira, Peternakan Unhas 2015 ini bertindak sebagai narasumber adalah Hartono (FTUH 92), Dr Arqam Azikin (Fisip-UH90), Asri Rasul (FKM91) sementara sebagai penanggap adalah Mulawarman (FEUH), Rohadi dan Asri Tadda (FKUH).

Hartono, alumni Teknik Geologi angkatan 92 itu merasa ada hal besar yang diabaikan para elite Unhas.saat ini.  “Mereka tidak memikirkan dampaknya yang luas terhadap masa depan UNHAS, Fakuktas Teknik dan mahasiswa Unhas secara keseluruhan,” ujarnya.

13 poin diskusi

13 poin utama yang menjadi perhatian dan alasan penolakan.

Pertama, bakal anjloknya akreditasi Unhas yang sekarang berakreditasi A secara nasional dan juga berakreditasi internasional. Unhas sekarang 5 besar kampus terbaik di Indonesia, dan tahun ini menempati urutan 3 secara nasional.

Padahal, Unhas sementara menuju world class university dengan berusaha masuk di jajaran 500 besar kampus terbaik dunia.

Dua, pemisahan FTUH dari UNHAS juga akan mengakibatkan rusak dan runtuhnya bangunan tatanan sistem dan prestasi yang Unhas telah dibuat dan dicapai selama ini, bahkan untuk FTUH, semuanya dimulai dari nol.

Mengapa? Memulai institut dengan atau tanpa standard akreditasi, dan ini jelas yang dikorbankan adalah mahasiswa. Karena, mahasiswa lulus di institute yang belum terakreditasi, bagaimana mereka mau menggunakan ijazahnya setelah jadi sarjana, bahkan kalaupun bisa terakreditasi, hanya akredirasi C atau paling bagus di B-.

Ketiga, ide ini belum mendapat persetujuan Senat Akademik Unhas, yang mana, bakal menutup 30 prodi di Unhas, sementara, jangankan 30, 1 saja prodi yang mau ditutup, itu tetap harus lewat persetujuan senat akademik, dan ini melanggar statuta perguruan tinggi.

Keempat, pemisahan dikatakan sebagai Rencana Induk Pengembangan Fakultas, tapi pada praktiknya adalah pemisahan, sementara kalau pengembangan, harusnya fasilitas dan fakultas serta prodi yang ditambah dan dikuatkan, bukan justru dipisah.

Kelima, dugaan adanya rekomendasi Rektor ke Kementerian Pendidikan terkesan terburu-buru dan dipaksakan, apalagi pengajuan pemisahan FTUH dari Unhas ini dilakukan di ujung masa jabatan Rektor lama, yang akan diserahterimakan pada 27 April 2022.

Keenam, tidak ada satupun penjelasan yang bisa diterima akal sehat dari proses pemisahan FTUH dari Unhas. Semua dampak yang ditimbulkan dari pemisahan ini adalah dampak buruk dan negatif, baik dari sisi UNHAS maupun FTUH.

Ketujuh, tiada larangan pembentukan Institut Teknologi Sultan Hasanuddin atau apapun namanya, tapi jangan mencaplok atau mengakuisisi FTUH, yang demikian baik perkembangannya beriring perkembangan dan kemajuan Unhas sebagai induknya.

Dirikanlah institut yang baru, teelepas dari Unhas, atau, fokus di Institut Teknologi BJ. Habibie di Pare-Pare itu. Ini lebih sehat, positif, bukan malah menghancurkan yang sudah ada dan terbangun serta berkembang dengan baik.

Kedelapan, argumentasi-argumentasi di balik pemisahan ini semuanya sumir, tidak jelas dan terkesan retoris berikut apologis. Kajian yang katanya sudah lama dilakukan, tidak pernah dirilis ke publik untuk ditelisik, dikaji, serta dikritisi kelayakan dari hasil kajian tersebut secara terbuka oleh publik.

Kesembilan, jika dikatakan pemisahan FTUH dari UNHAS sebagai langkah pengembangan Unhas ke depan, inipun lemah, karena teknik bukan fakultas pemberi beban ke Unhas, baik dari segi finansial ataupun ranah akademiknya. Alasan ini tidak bisa digunakan menjustifikasi langkah pemisahan ini.

Sepuluh, butuh puluhan tahun untuk membangun dan mengembangkan Unhas dan juga FTUH hingga berada di pencapaian seperti sekarang ini.

Jika FTUH dipisahkan dari Unhas, maka butuh waktu lama untuk FTUH (Institute Teknologi Sultan Hasanuddin) sejajar uuniversitas lain di Indonesia, apalagi dunia, bisa itu hanya mimpi di siang bolong.

Sebelas, tidak ada kata lain, SAVE UNHAS, SAVE  FTUH, untuk masa depan kampus dan almamater tercinta kita.

Duabelas, Unhas bukan cuma milik Unhas atau civitas akademiknya, tapi milik nasional yang  berkontribusi nyata dalam pembangunan nasional. Garda terdepan pengembangan Indonesia bagian timur, universitas kebanggaan kita semua, juga kebanggaan Indonesia.

Tiga belas, untuk semua oknum, lembaga, institisi atau apapun itu yang menghendaki pemisahan FTUH dari UNHAS, maka hanya ada satu kata, “Lawan!”. Ini demi adik-adik mahasiswa kita yang sementara berjuang menyelesaikan studinya.

Demi masyarakat yang pajaknya digunakan untuk membangun UNHAS seperti sekarang ini.

Demi anak cucu kita yang masih membutuhkan Unhas sebagai jalan mereka berproses menjadi manusia yang bermanfaat, demi bangsa dan negara yang membutuhkan Universitas yang berkualitas untuk mengakselerasi pembangunan bangsa di masa sekarang dan juga di masa depan, dan untuk Indonesia yang gemilang.

Selain ketigabelas poin yang ditarik dari diskusi publik itu, Hartono juga menyebut konsolidasi gerakan akan terus bergulir untuk mencegah disetujuinya rekomendasi rektor ke Kemendiknas.

“Dan semoga rektor yang baru mau mendukung gerakan ini, berharap persetujuan Menteri secara lisan di pertemuan dengan Ibu Rektor, bisa ditinjau kembali,” desak Hartono.

 

Editor: K. Azis

Related posts