Hari Buku 2021 dan menteri yang peduli literasi kelautan perikanan

  • Whatsapp
Mendapat salam dari Menteri Kelautan dan Perikanan 2014-2019, Susi Pudjiastuti (dok: ISKINDO)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Menjadi editor dan penulis untuk dua buku Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam tahun 2017 dan 2019 adalah nikmat dan kebanggaan untuk saya yang terlambat belajar menulis.

Kebanggaan yang tak hanya bisa saya nikmati sendiri. Saya ingin berbagi rasa bahagia itu dengan sahabat-sahabat yang doyan menulis di blog: blogger, untuk mereka yang senang berbagi pengalaman dan informasi melalui blog atau internet tanpa harus risih dibaca dunia meski itu tulisan receh.

Read More

Saat kedua buku itu rampung, KKP menggelar bedah buku. Keduanya dihadiri tokoh nasional sekelas Mahfud MD, Faisal, jurnalis kawakan Tempo Arif Zulkifli Tempo, Rosa Silalahi hingga Najwa Shihab. Bangga bukan? Ada beberapa testimoni seperti di sini.

Proses kreatif buku itu sangat menyenangkan. Lahir dari obrolan percakapan antara saya dan beberapa kawan dengan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti antara tahun 2017 hingga 2019.

Seingatku, Ibu Susi menyampaikan itu saat kami dalam perjalanan dari Halim ke Bandung.

Meski tanda-tanda tentang perlunya menghadirkan buku sebagai ‘testimoni’ kinerja Ibu Susi sudah dia sampaikan saat bersua dengannya di rumah jabatannya di Widya Chandra.

“Bantu saya beri informasi kondisi lapangan ya pak Azis.”  Demikian permintaan ibu Susi saat tahu saya sebagai blogger dan acap bepergian ke pesisir Nusantara. Saat itu dia bahkan menunjukkan beberapa lembar artikel saya dari blog yang sudah di-print.

“Saya ini penah ngedit buku bahasa Inggris lho ya,” kata Ibu Susi saat kami dalam perjalanan ke Banda Neira. Saat itu, saya menyodorkan draft buku kawan saya Ridwan Alimuddin si Perahu Pusataka terkait destructive fishing.

Saya ingin memberi penekanan pada tulisan ini tentang perlunya mendokumentasikan data, informasi, pengalaman kita terhadap satu hal yang kita cintai.

Menulislah, menulislah, menulislah dan biarkan orang-orang peduli dan penuh dedikasi pada literasi menggenapkannya.

Sosodara, jika punya platform social media, mari gunakan untuk menyimpan dan membagikan hal-hal menarik, inspiratif, tak harus penting atau hanya situasi genting, kabarkan jika ada yang unik sebagai pengalaman diri sebab bisa saja itu berguna untuk orang lain.

Sejak belajar ngeblog tahun 2007 dan berhasil keluar dari persoalan menulis dengan membesut buku pertama Semesta Galesong atas bimbingan mentor seperti Lily Yulianti Farid hingga Moch Hasymi Ibrahim, saya tentu tidak membayangkan bisa diundang ketemu Menteri atau diminta bicara panjang lebar tentang kondisi pulau, pesisir atau isu-isu kelautan dan perikanan secara bebas dan ekslusif.

Mengalami ‘laut’ dan peristiswa di atasnya memang saya telah lakoni sejak kuliah di Ilmu dan Teknologi Kelautan Unhas tahun 1989 hingga 1995.

Bukan hanya itu, catatan-catatan kehidupan saya yang kerap bermain ke pesisir Bayowa Galesong tahun 70-an jadi memori mengasikkan untuk bisa ditulis. Tentang perubahan, upaya anak manusia hingga inspirasi orang-orang sebagai nelayan, sebagai pedagang, sebagai warga pesisir.

Tetapi itu tentu hanya pengalaman pribadi jika saya tak ceritakan melalui buku atau transkrip.

Dua buku bersama Susi Pudjiastuti di atas tentu saja saya tidak menganggapnya sebagai my final destination in writing. Ada beberapa inisiatif yang muncul untuk menulis buku lagi. Dan itu dipahami persis senior saya di LSM, Ashar Karateng, Direktur COMMIT Foundation – tempat dimana saya bekerja saat ini – ini paham persis bahwa LSM harus lekat dengan pendokumentasian pengalaman atau pengetahuan. Saya kira, Ashar termasuk yang percaya bahwa sesiapa yang tak menulis dia hanya akan dikenang oleh dirinya sendiri (eh!).

“Bro, mohon cetak ulang beberapa buku kita ya.” Pesannya saat saya ada di Jakarta pada pertengahan bulan April 2021. Hasilnya, lima buku telah kami cetak ulang. Dan dari itu ada beberapa yang kami tulis bersama.

Bersama Ashar, kami menyelesaikan beberapa buku seperti Mewakafkan Hati untuk Perubahan (2014), buku tentang kesehatan atau sanitasi di Lombok Timur. Lalu mengeditori buku Menyingkap Realitas Lapangan karya Wada Nobuaki dan Nakata Toyokazu.

Terakhir adalah buku hasil pendampingan CSR PT Vale Indonesia Tbk kerjasama dengan COMMIT Foundation terkait program PMDM atau PKPM hingga 2020.  Kami juga pernah menghasilkan buku Pemberdayaan Masyarakat Pesisir di Kota Parepare (2017) yang dibiayai oleh CCDP-IFAD Kota Parepare.

Selain bersama COMMIT Foundation, saya yang juga aktif di Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO) juga menjadi penyaksi bagaimana kami menghasilkan beberapa buku tentang pengelolaan kelautan dan perikanan, demikian pula terkait pengalaman proyek bersama Destructive Fishing Watch mulai dari program Prakarsa hingga Sekaya Maritim atau Seribu Kampung Nelayan.

Buku teranyar lainnya adalah mengedit dan buku terkait pengalaman dan sintesa Transformasi Pelayanan Publik di Sulawesi Selatan selama pelaksanaan Proyek TRANSFOMASI GIZ di Sulawesi Selatan karya sahabat saya Fadiah Machmud. Buku yang menarik, setidaknya bagi yang greget dalam membangun kapasitas pemerintahan.

Ada beberapa pengalaman berkunjung, berinteraksi, dan mewawancara beberapa warga di beberapa lokasi seperti Wakatobi, Pohuwato, Selayar hingga Papua, telah jadi draft atau naskah awal buku sejak tahun 2000-an yang kurang lebih membahas “Diaspora Suku Bajo, Seluk Beluk Tanadoang Selayar hingga Pengalaman Fasilitasi Masyarakat COMMIT Foundation”.  Jika ada daya dan dana, saya ingin ketiganya bisa dicetak tahun ini.

Selamat Hari Buku 17 Mei 2021!

 

Tamarunang Gowa

Yang tak sungkan mengaku blogger Kelautan

Kamaruddin Azis | www.denun89.wordpress.com

Related posts