PELAKITA.ID – Perayaan World Food Day 2020 berlangsung pada tidak kurang 150 negara. Universitas Hasanuddin melalui Bidang Kemahasiswaan dan Alumni ikut menyambut dengan menyelenggarakan webinar nasional bertema “Pemanfaatan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) untuk Ketahanan Pangan Nasional dan Penciptaan Lapangan Kerja Bagi Lulusan Perguruan Tinggi”.
Kegiatan berlangsung mulai pukul 08.30 Wita secara virtual melalui aplikasi zoom meeting dan live streaming di kanal youtube Kemahasiswaan Unhas, Kamis (22/10).
Hadir sebagai narasumber Ir. Kamarijah, M.Si., (Pengelola Produksi Perikanan Tangkap Ahli Madya, Sub-direktorat Pengelolaan Sumberdaya Ikan (SDI), Ditjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan).
Pembicara kedua adalah Dr. Ir. St. Aisjah Farhum, M.S., (Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan/FIKP Unhas), Dr. Naslina Alimina, S.Pi., M.Si., (Akademisi FIKP Universitas Haluoleo, Kendari). dan Dr. Muhammad Lukman (GEF/FAO ISLME Project).
Peran Unhas
Kegiatan resmi dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unhas, Prof. Dr. drg. A. Arsunan Arsin, M.Kes.
Dalam sambutannya, Prof Arsunan menjelaskan kegiatan ini dalam rangka perayaan World Food Day (WFD) 2020 yang membahas isu ketahan pangan pada sektor perikanan, serta peluang lapangan kerja berbasis kelautan dan perikanan.
WR3 Unhas yang akrab disapa Prof Chunank oleh koleganya ini menambahkan bahwa pada masa pandemi COVID-19, sektor ketahanan pangan menjadi salah satu persoalan serius yang dihadapi pemerintah dan merupakan tanggung jawab bersama termasuk Unhas.
“Sejumlah kebijakan telah dikeluarkan, utamanya dalam sektor perikanan Indonesia dengan potensi yang dimiliki untuk mendukung ketahanan pangan nasional,” katanya.
“Kami berharap kegiatan ini dapat memberikan saran dan informasi, sekaligus memberikan peluang kepada para mahasiswa maupun alumni Unhas untuk mempersiapkan diri terlibat dalam pengelolaan perikanan Indonesia,” jelas Prof. Arsunan.
Menurut Arsunan, seluruh kebijakan dan upaya dilakukan pemerintah dan stakeholder terkait adalah dengan terus memenuhi kebutuhan pangan, utamanya dengan melihat potensi di bidang perikanan dan kelautan.
“Berdasarkan data, potensi kelautan Indonesia saat ini memiliki 500 spesies terumbu karang, 2.500 ikan laut, 47 spesies dari bakau, dan 13 spesies lamun,” tambahnya.
“Potensi yang dimiliki tersebut tentu perlu pengelolaan sumber daya ikan secara berkelanjutan, dengan mengadopsi konsep Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM), dan Ecosystem Approach to Aquaculture (EAA) serta mendorong praktik perikanan berskala kecil. Hal ini diperlukan sebab saat ini Indonesia memiliki 11 WPP,” sebutnya.
“Oleh sebab itu, selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Hasanuddin, saya mendorong anak-anakku sekalian, para peserta untuk menyimak dan mengikuti materi-materi yang tentunya menarik dan bermanfaat untuk kita semua,” katanya.
Urgensi WPP
Usai pembukaan secara resmi, kemudian dilanjutkan dengan pemaparan oleh para narasumber yang dimoderatori oleh Nursinah Amir, S.Pi, M.Si, dosen pada FIKP Unhas.
Ir. Kamarijah, M.Si., menyampaikan materi terkait “Kebijakan Strategi Pengelolaan Sumber Daya Ikan Untuk Mendukung Ketahanan Pangan dan Penciptaan Lapangan Kerja”.
Mewakili unit kerja Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Ikan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kamarijah memaparkan alas kebijakan, strategi pengelolaan WPP serta dampak dari kebijakan pemanfaatan WPP.
“WPP sangat penting sebagai dasar pengelolaan perikanan lestari dan berkelanjutan. Dalam pengelolaan perikanan tangkap ada beberapa aspek utama yang harus diperhatikan secara transformatif dan akseleratif di antaranya, aspek biologi, lingkungan, ekonomi, dan sosial,” sebutnya.
“Dari sisi kebijakan, pemanfaatan WPP mendorong peningkatan jumlah sumber daya ikan, konsumsi ikan mengalami peningkatan, memberikan kesejahteraan pada nelayan sampai pada pengaruh hasil tangkap nelayan tradisional,” tambahnya.
Materi lain juga disampaikan oleh Dr. Ir. St. Aisjah Farhum, M.S., yang menggambarkan proses, dasar dan filosofi “Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Pada Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) sebagai Peluang Lapangan Kerja Berbasis Kelautan Perikanan: Perspektif Perguruan Tinggi”.
Dia menyorot isu perikanan di ranah global, 17 tujuan SDG, manfaat laut bagi perikehidupan, hingga potensi dan isu-isu terkait WPPNRI. Dia juga menggambarkan filosofi dan prinsip layanan FIKP Unhas sebagai pembentuk lulusan yang diharapkan bisa fokus pada pengembangan usaha kelautan dan perikanan.
Dia juga menyinggung tujuh bidang yang dapat dikembangkan dari laut, dimana salah satunya adalah perikanan. Meski demikian dia mengingatkan tentang pengelolaan yang berbasis stok dan wilayah (seperti WPP) ini.
“Bukan hanya potensi perikanan, sumber daya laut ini menawarkan potensi obat-obatan dan usaha pariwisata,” imbuhnya.
Poin lain yang disampaikan adalah bahwa laut dapat menjadi peluang pekerjaan bagi masyarakat luas, dan akan mendukung penciptaan lapangan kerja. Mengisi kesenjangan dan pertumbuhan ekonomi.
“Tantangan di era revolusi industri 4.0 dan era disrupsi teknologi adalah bagaimana peran manusia digantikan oleh robot, ada 75 hingga 375 juta tenaga kerja global beralih profesi, 1,8 juta pekerjaan akan digantikan oleh atificial inteligence,” katanya.
Sementara Dr Naslina Alimina, S.Pi., M.Si, akademisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo, Kendari, mengupas tentang “Membangun Sumberdaya Manusia Handal untuk Pengelolaan Sumber Daya Ikan di WPP 714 sebagai Sumber Pangan Daerah”.
Dr Naslina menjelaskan posisi dan isu pengelolaan WPP 714 dari perspektif pembangunan daerah di WPP 714 dari Selat Tiworo hingga Laut Banda.
Demikian pula kebijakan SDM Kelautan dan Perikanan UHO serta pengalaman UHO dalam riset, penerapan dan pendampingan di WPP 714. Selain itu diceritakan pula tentang Karakter WPP 714 dan relevansinya dengan kebutuhan SDM.
Dia mengelaborasi dasar, pendekatan dan apa saja yang telah dilakukan oleh Universitas Haluoleo dalam menjadikan WPP 714 sebagai sandaran ekonomi daerah (Sulawesi Tenggara).
WPP 714 merupakan satu WPP dari empat WPP yang menjadi fokus Proyek ISLME.
Dia juga menyampaikan performa aspek bioekologis perikanan tuna di sekitar WPP 714 meliputi aspek sosial ekonomi, kondisi biioekologis, aspek bioekologi, sumber daya, pemahaman tentang tuna, penangkapan yuwana.
Menjelaskan urgensi tata kelola, aspek kelembagaan, keakuratan data statistik, kerjasama pengelolaan, data pengelolaan, dokumen rencana pengelolaan, infrastruktur monitoring dan evaluasi.
“Termasuk tempat pendaratan ikan, presentasi pemangku kepentingan, kepatuhan operator rumpon, hingga kepatuhan nelayan,” tambahnya.
Pada paparannya, Dr Naslina menjabarkan upaya atau usulan model kompilasi implementasi Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) dan EAFM di WPP NRI 714.Dia juga menekankan perlunya memasukkan isu-isu lokal sebagai cakupan atau indikator keberhasilan pengelolaan.
Menurutnya, isu lokal yang dimaksud adalah yang merujuk pada pengelolaan oleh provinsi berkaitan dengan tanggung jawab implementasi (dekonsentasi dan tugas pembantuan).
“Termasuk monitoring dan evaluasi yang meliputi indikator dan target reference point. Lalu bermuara pada kinerja pengelolaan WPP 714 dengan melihat indikator EAFM Indonesia pada ikan pelagis, demersal, dan lain-lain,” tambahnya.
Tentang ISLME dan konsep pengelolaan
Yang terakhir adalah Dr. Muhammad Lukman yang merupakan National Project Officer GEF/FAO ISLME Project yang membahas topik nilai strategis potensi perikanan Indonesia dalam peta keterkaitan pasar global, inisiatif global dan skop ISLME sebagai proyek.
“Kebutuhan protein dunia meningkat, dalam laporan World Fisheries and Aquaculture SOFIA 2020 oleh FAO, Indonesia disebut memiliki konsumsi ikan kurang lebih 51 kg perkapita, produksi total kurang lebih 23,1 juta, perikanan tangkap 6,7 juta, budidaya 15,8 juta,” sebutnya.
Selain itu dia juga menjelaskan konsep LME dan Indonesia Sea Large Marine Eosystem (ISLME) sebagai konsep global tentang pendekatan lingkungan untuk menjajaki, mengelola, memulihkan dan melestarikan sumber daya laut dan lingkungan di sekitarnya.
“Ecosystem based-management merujuk ke NOAA 1984, dimana ada 66 Large Marine Ecosystem. Ini meliputi perairan pantai, laut teritorial dan ZEE. Indonesia ada di tingkat ke 38,” ucapnya.
Menurut Dr Lukman, ada dua aspek penting terkait pendekatan LME. “Pertama, batas wilayah, meliputi aspek ekologi ketimbang ekonomi dan politik. Kedua, strategi modul yang meliputi pengukuran perubahan-perubahan, aksi remedial untuk pemulihan dan keberlanjutan,” ungkapnya.
Dia juga menyebutkan lima modul strategi sebagai hal yang direkomendasikan untuk diperiksa. Yaitu, indikator produktivitas, indikator kesehatan ekosistem dan polusi, indikator sumber daya ikan dan usaha perikanan, serta indikator sosial ekonomi serta indikator tata kelola atau governance.
“Kita membutuhkan banyak pengetahuan, sains, perlu berpikir, untuk suatu model pengelolaan perikanan di kawasan ISLME,” katanya.
Lukman menyatakan perlunya riset. “Pengelolaan itu, tidak ada itu hitam putih, di-adjustable, dan adaptif, tidak ada konsep manajemen penuh tetapi ini semua dibangun dengan kerangka berpikir sesuai kebutuhan zaman,” katanya.
Terkait paparan di atas, Dr Naslina dan Dr Aisjah Farhum setuju tentang pembangunan SDM dari kampus, dari Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan untuk mengelola WPP sebagai modal masa depan ketersediaan pangan dan cipta kerja.
“Pembangunan SDM dalam konteks pengelolaan perikanan di WPP 714 telah dimulai dengan mengembangkan program studi dengan kurikulum masing-masing, ada tempat uji kompetensi, learning center EAFM, dan SESS,” jelas Naslina.
Setelah seluruh narasumber menyampaikan materinya terkait tema kegiatan, kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi dan tanya jawab dari peserta yang mengikuti kegiatan.
Beberapa peserta baik melalui chatbox dan penyampaian langsung menyinggung tentang perlunya update data potensi perikanan nasional, perlunya sinkronisasi informasi untuk perencanaan dan optimalisasi fungsi badan pengelola.
Kegiatan yang diikuti kurang lebih 150 peserta dari berbagai kalangan instansi, bukan hanya dari Sulawesi Selatan tetapi dari Jakarta, Sultra, Jawa Timur, Maluku, hingga Papua dan Papua Barat. Acara berlangsung lancar hingga pukul 11.30 Wita.
Selamat Hari Pangan Dunia 2020!
Penulis: Tim Pelakita.ID