PELAKITA.ID – Dr Najamuddin, akademisi Universitas Khairun Ternate pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan memberikan pandangannya terkait masa depan tiga kawasan konservasi perairan (KKP) di wilayah Provinsi Maluku Utara telah ditetapkan dalam bulan Juni oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo.
Ketiga kawasan yang dimaksud adalah KKP Pulau Mare, KKP Pulau Rao-Tanjung Dehegila, dan KKP Kepulauan Sula setelah resmi ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tanggal 10 Juni 2020 di Jakarta.
“Masa depan ke tiga KKP tersebut amat bergantung pada beberapa poin penting seperti seberapa intens sosialisasi Kepmen KP tentang Penetapan TWP Pulau Mare, TWP Pulau Rao-Tanjung Dehegila dan TWP Kepulauan Sula ke seluruh level stakeholders,” katanya saat dihubungi Pelakita.ID, 21 September 2020.
“Yang kedua, dukungan, peran dan keterlibatan seluruh stakeholders untuk bersinergi dalam pengelolaan ke tiga kawasan konservasi perairan tersebut. Terutama dalam penataan dan pengelolaan zonasi kawasan seperti zona inti, zona pemanfaatan, zona perikanan berkelanjutan dan zona lainnya,” tambah dosen matakuliah Ilmu Kelautan ini.
“Lalu yang ketiga adalah desain dan implementasi program pengelolaan ke tiga kawasan konservasi perairan tersebut ke depannya Desain ini pada dimensi partisipasi para pemangku kepentingan, metodologi termasuk model konsultasi,” imbuhnya.
Poin yang tak kalah penting menurut Dr Najamuddin adalah penyediaan dan pengembangan infrastruktur pendukung pengelolaan ke tiga kawasan konservasi perairan tersebut.
“Jadi poin-poin tersebut akan menentukan berhasil tidaknya pengelolaan KKP dalam upaya melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan potensi perikanan dan kelautan yang ada di wilayah Maluku Utara secara berkelanjutan,” tuturnya.
Ada LIN
Dia menyebut bahwa hal tersebut perlu menjadi perhatian bersama dengan harapan tujuan utama penetapan kawasan KKP dapat tercapai termasuk bersinergi atau seiring dengan agenda lain seperti penetapan Maluku Utara sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN) yang akan diguyur anggaran triliunan.
Tahun 2021, untuk merealisasikan LIN di Maluku Utara telah diplot Pemerintah Pusat sebesar Rp1,5 triliun.
“LIN penting juga tapi ini kan sudah jelas peruntukan dan areanya. Bisa fokus pada WPP 715 dan sekitarnya. Di WPP berarti ada protokol juga, ada yang boleh, ada yang tidak. Apalagi sekarang sudah ada Badan Pengelola WPP jadi semua pihak harus jelas apa dan bagaimana bisa berkotribusi di sana,” lanjutnya.
“Kalau terkait ketiga KKP tersebut, masih ada agenda atau harapan lain, yaitu meliputi tujuan pendukung lainnya seperti upaya mengambil peran dalam mitigasi perubahan iklim dan jalan membuka peluang pintu investasi dan pendapatan daerah dari sektor perikanan dan kelautan dapat berjalan,”ucapnya.
“Mungkin saja LIN bisa berkontribusi di sini. Jadi LIN tidak sekadar dilihat sebagai ruang eksploitasi ikan atau menangkap ikan sebanyak-banyaknya tetapi bagiamana dia berkontribusi pada pencadangan ikan atau konservasi,” lanjut Dr Najamuddin.
“Sekarang, apakah isu konservasi seperti KKP ini sudah dipertimbangkan dalam rencana kegiatan persiapan LIN ini?” pungkasnya.