PELAKITA.ID – Women in Toursim Indonesia (WTID) dan Conservation International Indonesia (CI) sukses menggelar Talkshow WTIDTalk Seri #1 bertema Peran Perempuan Dalam Pengembangan Pariwisata di Indonesia pada Sabtu, 1 Agustus 2020.
Acara tersebut dibagi ke dalam 2 sesi dengan menghadirkan 8 narasumber dari berbagai latar belakang terkait kepariwisataan. Para narasumber membagikan pengalaman dan pengetahuannya terkait pengembangan pariwisata di daerahnya masing-masing.
Selain paparan, dilangsungkan pula tanya jawab pada akhir pemaparan narasumber. Acara ini berlangsung selama kurang lebih 4 jam dengan lebih dari 200 peserta.
Pada sesi pertama, temanya adalah upaya mengidentifikasi peran perempuan dalam usaha dan organisasi pariwisata yang berbasis masyarakat, sedangkan sesi kedua berkaitan peluang dan tantangan perempuan dalam pemanfaatan teknologi sebagai upaya inovasi pariwisata.
Para narasumber adalah perempuan berpengalaman dan kompeten di bidangnya. Mereka adalah Ellys asal Kendari dan merupakan instruktur selam dan pemilik Alexa Scuba. Lalu ada Ranny Iriani Tumundo dari Raja Ampat yang merupakan pemandu wisata HPI Raja Ampat dan pemilik travel Ethnic Journey.
Yang lainnya adalah Sanawiyah asal Sumbawa dan merupakan manager BUMDes Labuhan Jambu. Hadir pula, Anindwitya Rizqi Monica dari Yogyakarta, founder Women in Tourism Indonesia. Kemudian ada Rani Bustar dari Papua, pemilik Kurabesi Explorer, lalu ada Radempta Bato (Sumba): Chairwoman Sumba Hospitality Foundation.
Yang ketujuh adalah Artin Wuriyani dari Yogyakarta dan merupakan direktur bisnis dan development HS Silver, Co founder @coachcircle.id. Terakhir adalah Lita Hutapea asal Jakarta yang juga Elasmobranch Project Coordinator dari Conservation International Indonesia.
Yang membanggakan adalah jumlah pesertanya yang mencapai 200-an peserta. Mereka berasal dari seluruh wilayah di Indonesia, seperti Jakarta, DIY, Lampung, Pontianak Makassar, Bali, NTT, NTB, Maluku, Balikpapan, Papua, dan kota-kota besar lainnya.
Poin-poin takshow
Talkshow dimulai pukul 09.00 WIB dengan mendengarkan lagu tradisional Sajojo dari Papua. Setelah itu, sesi talkshow pertama dimulai dengan menghadikan 4 pembicara dan 1 moderator.
Pada sesi “mengidentifikasi peran perempuan dalam usaha dan organisasi pariwisata yang berbasis masyarakat, Radempta Bato dari Sumba menandaskan bahwa salah satu permasalahan yang dihadapi oleh Sumba adalah perihal human trafficking dengan mayoritas korbannya adalah perempuan.
“Jumlah kasus human trafficking di Sumba sudah menjadi yang terbesar di NTT,” jelas Redempta.
Menurutnya, tantangan yang dihadapi dalam upaya pemberdayaan perempuan di Sumba adalah berkaitan dengan menumbuhkan kepercayaan diri untuk ikut terlibat di industri hospitality. “Masih terdapat stereotipe tentang keterlibatan perempuan di pariwisata, khususnya industri hospitality,” imbuhnya.
Selain itu, menurut Redempta, unsur adat memegang peranan penting dalam upaya kesetaraan gender di Sumba. Kolaborasi semua stakeholder yang berkecimpung di pariwisata Sumba terkait implementasi dari responsible tourism.
“Peran perempuan dlm pandemi covid adalah membuka ruang baru ekonomi untuk perempuan. Meningkatkan kemitraan kelompok-kelompok UMKM yang mayoritas dikelola oleh perempuan,” ungkap Redempta.
Bagi Redempta, mengubah mindset memang membutuhkan proses yang panjang. Mapping stakeholder kunci yang kiranya dapat memberikan pemahaman lain kepada masyarakat.
“Pendekatan budaya menjadi sangat penting untuk mengubah mindset suatu masyarakat,” ucapnya.
Setiap orang mempunyai kewajiban untuk membangun negara ini dan ini harus terintegrasi dengan diri kita. Peran kita harus memberi dampak pada diri sendiri dan banyak orang.
Sementara itu, Ranny Rumondo Tumundo dari Raja Ampat bahwa sebagai pemandu wisata HPI Raja Ampat dan pemilik travel ethnic journey, dia memberikan memberikan edukasi kepada masyarakat dan pemandu-pemandu lokal terkait aspek pariwisata berkelanjutan di Raja Ampat.
“Pelatihan konservasi sangat penting diberikan kepada guide lokal yang ada di Raja Ampat dengan harapan kegiatan pariwisata yang dilakukan tetap memperhatikan aspek konservasi lingkungan alam dan budaya,” katanya.
“Kebudayaan dan kearifan lokal yang mereka miliki menjadi daya tarik utama wisata oleh sebab itu perlu memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang ada di Raja Ampat tetap memperhatikan aspek keberlanjutan, meliputi aspek sosial, budaya, dan alam,” tandasnya.
Cerita menarik disampaikan Sanawiyah dari Sumbawa tentang bagaimana Pemerintah Desa dan perempuan di desa ikut menjadi bagian dalam pengembangan ekonomi dengan menjalankan BUMDes Labuhan Jambu.
Menurutnya, keterbatasan yang dimiliki tidak menjadi penghalang untuk terus berusaha melangkah mengembangkan diri.
“Pendekatan kepada masyarakat menjadi tantangan tersendiri, khusunya meningkatkan peran perempuan. Beberapa cara yang dilakukan adalah memberikan dukungan kepada perempuan yang ingin berkontribusi di wisata,” kata perempuan yang mengurusi wisata hiu paus di Labuan Jambu, Pulau Sumbawa.
Cerita dari wisata bahari seakan tak pernah kering, Rani Bustar, pemilik Kurabesi Explorer menyebut bahwa berkecimpungnya dia dalam bisnis ini berawal dari keprihatinan karena mayoritas operator diving adalah orang asing.
“Yang kami lakukan adalah melakukan pemberdayaan masyarakat lokal Papua untuk mengembangakan wisata di sana dengan memperhatikan aspek keberlanjutannya,” katanya. Bagi Rani, kapal yang digunakan memiliki tujuan tidak hanya untuk wisata, tetapi untuk melakukan kegiatan sosial kepada masyarakat lokal.