Pandangan pakar kelautan UHO atas isu lobster hingga urgensi ‘refocusing’ anggaran

  • Whatsapp
La Ode Muh. Yasir Haya, Ph.D (dok: istimewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Ketua Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan FPIK Universitas Halu Oleo Kendari, La Ode Muh. Yasir Haya, Ph.D membagikan perspektifnya terkait isu-isu kelautan dan perikanan kontemporer Indonesia.

Pria yang juga anggota dewan pakar DPP Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO) ini menjawab pertanyaan admin Pelakita.ID. Seperti apa tanggapannya? Mari simak.

Read More

Apa pendapat atas realitas dan isu pesisir laut di daerah anda. Isu-isu apa yang mengemuka dan perlu menjadi perhatian bersama saat ini dan nanti?

Saya mulai dari isu lobster, karena ini yang paling menyita perhatian publik.

Terkait Permen KP No. 12 tahun 2020, atas pemberlakuan izin ekspor benih lobster. Sultra merupakan salah satu lokasi sebaran benih Lobster di Indonesisa. Keran kebijakan ini perlu diantisipasi oleh pemerintah daerah melalui Pergub/Perda, agar kebijakan ini berpihak dalam peningkatan ekonomi masyarakat nelayan khsusnya nelayan kecil.

Misalnya, setiap perusahaan yang beroperasi wajib melakukan pembudidayaan lobster di wilayah Sulawesi Tenggara.

Yang kedua adalah isu penurunan kualitas lingkungan pesisir. Isu ini cukup marak akhir ini, terkait ahli fungsi lahan di wilayah daratan sehingga menyebabkan potensi daerah tercemar di wilayah pesisir terutama di Sulawesi Tenggara atau Indonesia secara umum.

Yang ketiga adalah pemanfaatan budidaya laut yang belum optimal.  Bentang laut masih sangat terbuka luas untuk budidaya laut khususnya budidaya yang ramah lingkungan.

Nah, di situ, peran penyuluh perikanan dalam sektor ini sangat penting guna mendorong pembudidaya terbiasa dengan Eco-green Aquaculture atau seperti yang saat ini sedang didorong di Kementerian kelautan dan Perikanan, IMTAS atau Integrated Marine Tropical Aquaculture System, dengan metode ini, di laut kita bisa integrasikan multispesies.

Keempat, industrialisasi perikanan. Industri perikanan menjadi salah satu target oleh Pemda Sultra saat ini di bawah kepemimpinan Gubernur Ali Mazi, S.H.

Industri ini berlokasi di Kamaru, Kabupaten Buton. Kebijakan ini diharapkan dapat mengeksplor sumberdaya perikanan di WPP 714. Target pembangunan fisik industri ini akan dimulai pada tahun 2022.

Sehingga, adanya kebijakan ini diharapkan tidak hanya menguntungkan investor tetapi juga dapat menjadi titik tumpu pertumbuhan ekonomi masyakat kecil khususnya nelayan kecil.

Apa alasan mengapa isu ini penting diangkat atau disampaikan ke publik terutama pengambil kebijakan pembangunan.

Realitas dari isu di atas, disadari atau tidak, telah menjadi perbincangan publik, seperti lobster hingga kebijakan pembangunan daerah terutama di WPP 714. 

Tentu saja sangat penting karena di tengah gencarnya investasi baik oleh pemda maupun swasta di bidang pesisir dan laut untuk memperhatikan keterlibatan masyarakat secara aktif dengan mempertimbangkan aspek daya dukung lingkungan dan keberlanjutan sumberdaya pesisir dan laut.

Tak kalah penting juga, nelayan kecil dan UMKM perlu dilibatkan melalui skema-skema yang saling menguntungkan.

Langkah-langkah apa yang telah ditempuh di daerah, apa yang telah dikontribusikan untuk hal atau isu dimaksud?

Khusus untuk Pemda Sultra, telah mengeluarkan kebijakan berupa Perda RZWP3K dan Pergub PAAP sebagai tools pengelolaan wilayah pesisir dan pemberian akses nelayan kecil terhadap sumberdaya pesisir dan laut.

Saya kira, peraturan-peraturan tersebut perlu didukung oleh lintas sector sehingga penguatan ini dapat terjalan secara terpadu.  

Bisa disebutkan apa yang menjadi concern utama saat ini terkait pesisir dan laut? Mengapa itu penting untuk anda tangani atau perhatikan.

Saat ini saya bersama teman-teman di FPIK UHO banyak concern pada isu konservasi. Adanya ancaman penurunan kualitas ekosistem pesisir juga menjadi obyek pengamatan saat ini.

Mengapa ini penting? Sebab tiga ekosistem penting di lautan yaitu mangrove, lamun dan terumbu karang menjadi habitat sumber bagi keberlanjutan kehidupan manusia dan lingkungannya baik secara ekologi, sosial, ekonomi serta budaya. Pada akhirnya, degradasi habitat pesisir hanya akan menyengsarakan kehidupan umat manusia.

Saran atas pengelolaan sumber daya pesisir di daerah, termasuk untuk kepentingan nasional terutama di tengah pandemi saat ini.

Terkait concern keilmuan yakni konservasi sumberdaya pesisir dengan adanya UU otonomi daerah yang mengembalikan kewenangan pengelolaan laut ke provinsi menyebabkan rendahnya pengawasan.

Hal ini dapat terkait dengan area yang cukup luas namun tidak diimbangi dengan sarana dan prasaran dalam pengawasan. Akibatnya kawasan konservasi yang ada di Sultra belum dapat dikelola secara optimal.

Pandangan kami, pandemi Covid-19 tenyata menyebabkan terganggunya sistem logistik ikan baik lokal maupun nasional. Beberapa harga komoditi unggulan jatuh pada titik terendah karena terbatasnya akses pemasaran.

Saya pikir, ini harus menjadi perhatian bersama khususnya dalam satu tahun ke depan bagaimana perencanaan refocusing anggaran juga diarahkan untuk kebaikan system logistic ikan, kalau salah pengalokasian bisa berdampak buruk pada kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau.

Pada posisi itu, tentu saja peran BUMN dan BUMD sangat dibutuhkan. Pertanyaannya, apakah Pemerintah Pusat mau serius membenahi ini? 

 

Related posts