Ada 500-an proyek rehabilitasi karang melalui replantasi karang namun hanya 16 persen karang yang termonitor dan kurang dari 5 persen yang dirawat
Imran Lapong, Instruktur Selam ADS, akademisi Institut Balikdiwa Makassar
PELAKITA.ID – Ekosistem terumbu karang NKRI menghadapi tantangan signifikan meskipun dianggap memiliki keanekaragaman hayati teramat tinggi.
Indonesia, rumah sekitar 34 persen dari total luas terumbu karang di kawasan Segitiga Karang Dunia., mencakup 2,53 juta hektare atau 25.000 km², sekitar 10 persen dari total luas terumbu karang dunia.
Sayangnya, kondisinya terus terdegradasi. Penyebabnya, penggunaan alat tangkap ikan merusak yang masif seperti bom, bahan bius. Juga karena pencemaran, pengembangan wilayah pesisir, hingga akibat pemanasan global.
Berkurangnya atau rusaknya terumbu karang akan mengancam masa depan kita semua.
Upaya perbaikan dilakukan melalui transplantasi karang merupakan salah satu upaya untuk memulihkan sekaligus meningkatkan tutupan karang di rongga lautan, dan ini membutuhkan kesadaran pra pihak akan pentingnya pelestarian ekosistem ini.
Tentang terumbu karang
Adalah ekosistem bawah laut yang terbentuk dari struktur kapur. Kapur yang dihasilkan koloni organisme laut kecil bernama poli karang (coral polyps). Terumbu karang berfungsi sebagai rumah bagi berbagai spesies laut.
Dia dicirikan adanya struktur kapur, dari kalsium karbonat (CaCO₃) yang dihasilkan oleh polip karang. Polip berkoalisi Alga Zooxanthellae:. Karang hidup dalam hubungan simbiosis dengan alga ini, yang menyediakan energi melalui fotosintesis.
Terumbu karang adalah umah sekitar 25 persen spesies laut, termasuk ikan, moluska, dan invertebrata lainnya. Dia pelindung Pantai, sumber ekonomi karena dapat mendukung sektor perikanan, pariwisata, dan penelitian bioteknologi.
Sejumlah penyelam ADS, praktisi pemberdayaan masyarakat pesisir hingga pelestari terumbu karang membagikan pengalaman mereka dalam Diskusi Akhir Tahun: Adopsi Karang sebagai Solusi Keberlanjutan Konservasi, Selasa, 10/12/2024.
Mereka membagikan pengalaman dan pembelajarannya setelah melakukan sejumlah upaya replantasi karang melalui Diskusi Daring ’Replantasi Karang dan Keberlanjutan Pengelolaannya di Indonesia.
Kegiatan pertemuan ini digagas oleh Muhammad Syakir, mantan ketua Marine Science Diving Club di Universitas Hasanuddin yang saat ini adalah juga pilar ADS International dan bekerja di salah satu perusahaan perminyakan dan gas di Indonesia.
Pada pertemuan daring yang dimoderatori Kamaruddin Azis, founder berita maritim Pelakita.ID, itu terhimpun informasi pengalaman, kendala, tantangan dan success story di balik upaya konservasi karang ini.
Hadir pula sejumlah insitusi selam profesional dan saintifik seperti OYE Diver, MSDC Unhas, ODC Syiah Kuala, hingga akademisi Kelautan dan LSM Kelautan.
Pengalaman dari Sumatera
Agus Suryaman, penyelaman ADS INternasional asal Palembang Sumatera Selatan mengaku telah terlibat dalam sejumlah proytek nasional konservasi karang sejak lama. “Telah melaksankan replantasi karang di sejumlah titik seperti Sabang, Pulau Rote, Miangas hingga Derawan, Sabang,” kata Agus.
”Ada beberapa kegiatan yang kami lakukan itu merupakan kerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan,” ucap penyelam profesional ini.
Penelusuran Pelakita.ID, kondisi terumbu karang di perairan Pulau Sumatera menunjukkan beragam tantangan, terutama akibat kerusakan lingkungan.
Penelitian di perairan barat Sumatera, seperti Pulau Sikuai dan sekitarnya, mengindikasikan kondisi rata-rata tutupan karang hidup sangat rendah, dengan angka sekitar 9,93 persen, yang tergolong kategori buruk.
Faktor seperti sedimentasi yang tinggi, aktivitas manusia, dan tekanan lingkungan menjadi penyebab kerusakan ini.
Dari Aceh, Al Julismi, mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Syiah Kuala yang aktif di organisasi selam mahasiswa Ocean Diving Club ODC mengungkapkan kalau pihaknya telah melaksanakan konservasi karang dengan metode replantasi ini dalam tahun 2020.
”Bekerja sama Polairud, demikian pula kerjasama antara FIKP Unsyiah dan BPSPL Padang, dilaksanakan di perairan Ujong Pancu Aceh Besar,” kata dia.
”Sayangnya, setelah dipasang beberapa lama, saat dimonitoring fasilitas tidak ditemukan lagi,” ucapnya. Dugaannya, bisa saja dibawa arus, terseret kapal atau ulah manusia.
Hidayat Bachtiar, penyelam dan praktisi Kelautan asal Gorontalo melaporkan kalau di Gorontalo upaya konservasi terumbu karang terus berlangsung.
”Salah satunya dengan melibatkan anak-anak sekolah dasar. Diajarkan apa itu konervasi laut dan terumbu karang,” ucapnya.
Lokasi kegiatan yang dimaksud Hidayat adalah di Desa Botutonuo, Kabupaten Bone Bolango. ”Untuk transplantasi karang sejak tahun 2018 kami menggunakan metode Spider,” tambahnya.
Inspirasi dari Bali
Dari Pulau Dewa Bali, aktivis konservasi laut asal lembaga The Coral Triangle Center, Kasman mengungkapkan tentang pengalaman pihaknya yang sudah lebih maju tentang adopsi karang.
”Ada program adaopsi karang, satu unit terdiri dari limabelas anakan, dan ini dikenakan nilai 250 ribu, jadi kalau ada 15 unit berarti dikali 250 ribu,” kata dia.
Pihaknya, di CTC menyediakan alat, memberikan pelatihan bagiamana metode replantasi.
”Ada adopter yang mendukung pengembangan replantasi karang dua kelompok konservasi. Di Nusa Penida dan Lembongaan,: ungkap Kasman. Yang menarik, lanjut Kasman, untuk keberlanjutan, dana yang masuk, dikenakan persentase 50 persen untuk CTC dan 50 persen untuk masyarakat setempat.
Dari Makassar, Sulawesi Selatan, Muhammad Azhary dari Marine Science Diving Club atau MSDC Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin mengungkapkan, pihaknya sedang menyiapkan rencana konservasi terumbu karang.
” Kami pernah bekerja sama Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup Puntondo, Takalar untuk melaksanakan kegiatan transplantasi karang dengan metode meja,” kata dia.
”Sampai saat ini MSDC-UH masih dalam penyiapan untuk melaksanakan kegiatan tranplantasi dengan ingin melakukan open site restoration, kemudian nantinya jika berhasil mau buat kegiatan adopsi karang di site tersebut.,” ucapnya.
MSDC banyak terlibat dalam konservasi terumbu karang sejak lama, salah satunya pernah terlibat dalam kegiatan Reff Check secara berkala.
Pengalaman dari Pulau Sulawesi
Dari Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, tepatnya di Pulau Kapoposang. Ilham ’Glenn’ melaporkan pihaknya di Kementerian Kelautan dan Perikanan atau di BKKPN Kupang yang merupakan bagian dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut telah menjalankan pendampingan untuk kelompok pelestari di pulau eksotis Kapoposang.
”Ada kelompok konservasi Pulau Kapoposang, Kelompok Pelestari Pulau Kapoposang atau Kompak. Ada dua, Kelompok Sejahtera, dan Kelompok Spider. Selama ini kami melaksanakan program sertifikasi selam dan anggotanya sudah ada yang meraih bintang 2 Stars,” ucapnya.
Dia menyebut, tugasnya di BKKPN Kupang melingkupi pemulihan ekosistem, pengelolaan dan community empowerment.
”Sejak 2014 kami aktif mendorong berdirinya kelompok konservasi, dan salah satu yang dikejakan adalah replantasi karang,” ucapnya.
Imran, instruktur selama ADS yang juga akademisi di Institut Maritim Balikdiwa Makassar punya pengalaman dalam menjadi bagian konservasi terumbu karang di Selat Makassar.
”Ada metode replantasi bernama VAR, atau Verital Artificial Reef untuk pembentukan anakan karang.
Metode ini sangat baik dan perlu dipikirkan untuk sustainable financing,” kata dia.
Dia juga menyebut inovasi VAR ini sebagai jawaban atas semakin sulitnya mendapat anakan karang untuk dipindahkan atau ditransplantasi di tempat lain.
”Apalagi sudah banyak bagian terumbu karang yang rusak,” ucapnya.
Dia juga mengutip hasil penelitian Tim di IPB tahun 2000-an yang menemukan ada 500-an proyek rehabilitasi karang melalui replantasi karang namun hanya 16 persen karang yang termonitor dan kurang dari 5 persen yang dirawat.
Khusus untuk VAR Veritical Artificial Reef, menurut Imran Lapong, ada setidaknya tiga strategi yang mesti menyertainya atau sesuai dengan upaya pihaknya yaitu melanjutkan konservasi karang dengan edukasi maritim, melalui pengenalan biota mariitm, konservasi dan budaya maritm.
”Yang kedua adalah konservasi lingkungan laut, dengan menggelar restorasi. Ketiga adalah mendorong adanya pariwisata bahari berkelanjutan,” sebutnya.
Dia berharap ke depan, ada upaya berkelanjutan mengenai ini. Dikatakan, kegiatan transplantasi di Barrang Lompo itu mendapat dukungan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi DIKTI.
”Setelah setahun berjalan lalu mendapat dukungan dari KEHATI,” tambahnya.
Dia menyebut perlu pelibatan anak muda dan monitoring konsisten, maintenance apalagi ada dampak baik dengan adanya metode VAR. ”Dalam waktu sebulan bisa tumbuh 4 sampai 5 milimeter, dan dalam setahun sudah bisa dipindagkan,” katanya.
Metode ini, kata Imran, murah dan mudah. ”Tidak harus menggunakan perangkat alam selam yang mungkin saja mahal, dengan snorkeling atau free dive, sudah bisa,” ujarnya.
Dari Kota Malili, Luwu Timur, aktivis Kelautan setempat Nasruddin Nakir yang juga pernah menjadi ketua MSDC Unhas ini menyebut telah ada beberapa titik di Teluk Bone yang telah dijadikan spot replantasi.
”Seperti di Perairan Kota Palopo, bersama keompok pelesteri, lalu di Luwu Timur, ada aparttemen ikan dan replantasi karang yang didukung PT Vale. Sejak tahun 2016 sudah ada pengalaman dengan DKP Luwu Timur,” kata dia.
”Juga dengan komunitas Biologi Kampus, di Lutra dan Palopo yang dikerjasamakan dengan Lanal Palopo,” tambahnya.
Pengurus Lembaha Maritim Nusantara Muhammad Rizki Latjindung dan Muhammad Syukri menyampaikan ide replantasi karang dengan menggunakan batok kelapa kombinasi semen. ”Saat ini sedang dinegosiasikan dengan salah satu lembaga donor untuk operasionalnya di Sulawesi Tengah,” jelasnya.
Dari Kalimantan hingga Papua
Nursalam Nohong, akademisi di Universitas Lambung Mangkurat menyampaikan pihaknya telah terlibat dalam replantasi sebagai konserkuensi dari adanya kasus pelindasan karang oleh kapal tongkang.
Ada kompensasi atau ganti rugi dan ini digunakan untuk pemulihan melalui replantasi.
”Setelah tiga pelaksanaan kegiatan, dilaksanakan monitoring meski hasilnya tak sebaik yang direncanakan,:” akunya. Salah satu alasannya karena kondisi perairan di Kalimantan yang tak terlalu bagus.
”Mahasiswa kami, pun diminta melakukan adopsi karang dengan membuat beton, 20 mahasiswa dan bisa buat 40 beton, paling tidak dua beton per mahasiswa,” sebut akademisi tersebut. Metode ini dengan semen dan pipa paralon.
Dari pesisir Papua Selatan, Prayogo B, Kusuma melaporkan pihaknya sejauh ini telah ikut bersama masyarakat setempat dalam pengaturan pemanfaatan seperti adanya sasi untuk teripnag, sasi lobster, dan sasi ikan tertenu.
Dia juga menyampaikan kalau sudah ada upaya untuk menciptakan rumah ikan dengan memawa barang atau rongsokan kendaraan ke laut.
Adopsi karang sebagai solusi
Muhammad Syakir, salah satu inisiator pertemuan menyebut teridentifikasi bahwa salah satu kendala dalam pelaksanaan konservasi karang adalah pembiayaan berkelanjutan. Perlu melibatkan banyak pihak untuk ikut andil di dalamnya, terutama perusahaan.
“Salah satunya dana dari perusahaan, seperti banyak cabang BUMN di provinsi yang punya usaha hulu-hilir yang bisa jadi mitra,” kata dia.
Dia menyebut ke depan, perlu jejaring, perlu bukti dan gambaran pengalaman anggota jejaring untuk kemudian menjadi input bagi calon adopter atau mitra.
”Kita perlu siapkan semacam deklarasi bersama, tentang perlunya jejaring ini,” jelasnya.
Dia juga menyebut berdasarkan pengalaman di sejumlah daerah, metode replantasi karang dengan spider lebih praktis dan murah.
”Berikutnya adalah perlunya reward bagi yang sedang atau yang tertarik untuk berkolaborasi dalam pelaksanaan konservasi dan adopsi karang ini. Kuncinya adalah ada pemantauan berkala, perawatan berkala, dan pemasaran ide adopsi ini,” jelasnya.
Dia mencontohkan dengan metode spider, ada peluang untuk investasi sosial atau adopter pada pemasangan Spider skala luas dan bisa menggerakkan kelompok pelestari untuk mengerjakan dan merawatnya.
”Dengan sistem adopsi kita bisa menyiapkan sumber daya untuk teknis pengerjaaan atau instalasi dan juga untuk pengelola,” kata dia.
Dia menyebut ini dengan mengatakan sudah kalkukasi yang jelas sesuai pengalaman di Pulau Kapoposang, Pangkep.
”Apalagi metode spider ini lebih praktis dan bisa dilakukan tanpa harus dengan alam selam,” ujarnya. Dia berharap pertemuan ini dapat berlanjut untuk perluasan anggota jejaring.
”Tujuan kita agar seluruh Indonesia punya atensi, dan mau mengembangkan metode ini. Sudah ada lokasi, atau pengalaman teman-teman, hanya perlu memperluas skala dan keberlanjutannya,” ucapnya.
Pelakita.ID mencatat sejumlah contoh baik dan menjanjikan terkait pola pelaksanaan program konservasi karang dengan transplantasi dan adospi karang ini.
Selain yang disebutkan Imran Lapong di Pulau Barrang Lompo dan Barrang Caddi, transplantasi karang yang juga berhasil adalah yang di Kilo 5 oleh JOB Tomori, konservasi karang ini merupakan salah inovasi anak perusahaan PHE Pertamina.
Di sana, sudah ada kabar baik bahwa dengan adopsi karang, mereka bisa mengembangkan dari 10 meja replantasi menjadi 22 meja tranplantasi.
___
Penulis Kamaruddin Azis