PELAKITA.ID – Program Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif atau Program INKLUSI adalah program delapan tahun (2021-2029) yang didukung oleh Pemerintah Australia.
Di dalamnya, pada pendekatan dan penjabarannya, termasuk berbagi pengalaman dan pembelajaran dalam pembangunan berbasis masyarakat, program masyarakat sipil, pemberdayaan perempuan, dan program pembangunan inklusif.
“INKLUSI melanjutkan pekerjaan Organisasi Masyarakat Sipil dan berbagai gerakan sosial di Indonesia, termasuk gerakan perempuan dalam mendukung kesetaraan gender, pemenuhan hak penyandang disabilitas, dan inklusi sosial,” jelas Lusia Palulungan, program manager INKLUSI Yayasan BaKTI kepada Pelakita.ID, Rabu, 4/12/2024.
Lusia menyebut, program INKLUSI-BaKTI mendukung penguatan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (Satgas PPKPT).
“PPKPT ini sebelumnya dinamakan Satgas PPKS, di beberapa peguruan tinggi di wilayah program,” ujar Lusia.
Dia menyampaikan itu saat berlangsung Rapat Koordinasi terkait kasus-kasus yang ditangani Satgas PPKPT.Rabu, 4 Desember 2024.
Dia menyatakan, terkait dengan wujud nyata ikhtiar dan komitmen pihaknya dalam mendukung kesetaraan gender, pemenuhan hak penyandang disabilitas, dan inklusi sosial maka digelar rapat koordinasi terkait kasus-kasus yang ditangani Satgas PPKPT.
“Kami hari ini mengundang pimpinan ORNOP dan OPDis untuk menghadiri Rapat dan Pertemuan Koordinasi Membahas Kasus Kasus Kekerasan Seksual yang ditangani Satgas PPKPT,” jelasnya.
“Kami perlu membahas mengenai penanganan kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi dan bagaimana menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi untuk pendampingan korban ke layanan yang lebih luas dan komprehensif,” terang Lusia.
Lusia menerangkan ada beberapa tujuan spesifik terkait pertemuan yang digelar hari ini.
”Tujuan kita yang pertama adalah meningkatkan pemahaman peserta mengenai PERMENDIKBUDRISTEK Nomor 55 Tahun 2024 dan UU TPKS,” ucapnya.
”Kedua, meningkatkan pemahaman peserta mengenai peran, tugas dan kewenangan Satgas PPKS dlam penanganan kasus kekerasan seksual di Perguruan Tinggi,” tambahnya.
”Ketiga, meningkatkan pemahaman mengenai sinergi lembaga layanan non pemerintah dengan perguruan tinggi dalam penanganan kasus kekerasan seksual di Perguruan Tinggi,” lanjutnya.
Dikatakan Lusia, ada beberapa hal yang dibahas secara spesifik seperti pemaparan materi tentang PERMENDIKBUDRISTEK Nomor 55 Tahun 2024 dan UU TPKS.
“Juga tentang peran, tugas dan kewenangan Satgas PPKS serta sharing pengalaman menegnai penanganan kasus dan pendampingan korban,” jelasnya.
Kegiatan ini dihadiri oleh Tim INKLUSI BaKTI dan perwakilan OrNop/Organisasi Penyandang Disabilitas: serta media.
Tentang INKLUSI Yayasan BaKTI dan Isu Kekerasan Seksual
Program Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif (INKLUSI) adalah program yang akan diupayakan untuk berkontribusi pada tujuan pembangunan yang lebih luas.
Cakupannya meliputi, bahwa tidak ada satupun yang tertinggal dalam pembangunan, lebih banyak kelompok marjinal berpartisipasi dalam pembangunan dan mendapat manfaat dari pembangunan di bidang sosial budaya, ekonomi, dan politik di Indonesia.
Program INKLUSI melanjutkan dukungan Pemerintah Australia untuk kesejahteraan rakyat Indonesia, yang melanjutkan kemajuan yang telah dicapai Indonesia di bidang kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, inklusi sosial, serta penguatan masyarakat sipil.
Di dalamnya termasuk pengalaman dan pembelajaran dalam pembangunan berbasis masyarakat, program masyarakat sipil, pemberdayaan perempuan, dan program pembangunan inklusif. Kekerasan seksual termasuk dalam tiga problem besar di perguruan tinggi yang perlu segera ditangani.
Pemerintah telah menerbitkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Sejak adanya peraturan tersebut, setiap Universitas wajib membuat Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) di Universitas.
Satgas PPKS ini memiliki mandat untuk melakukan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual bagi sivitas yang meliputi unsur: pendidik, tenaga kependidikan, maupun mahasiswa.
Dua tahun sejak adanya peraturan tersebut telah ada dinamika dan praktik dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual oleh Satgas-satgas di Universitas yang ada di Indonesia.
Dari forum-forum nasional yang difasilitasi oleh Kemendikbudristek maupun lintas universitas refleksi-refleksi telah muncul terkait peluang dan tantangan dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus. Bahkan ditemui adanya bentuk, pola dan modus kekerasan baru yang relatif kompleks dalam penanganannya.
Berbagai pengalaman ini menarik untuk diolah sebagai pengetahuan baru sehingga dapat berkontribusi tidak saja dalam pencegahan dan penanganan kekerasan di kampus melainkan dalam ruang yang lebih luas. Perkembangan terkini, telah terbit lagi PERMENDIKBUDRISTEK Nomor 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Adanya kebijakan terbaru ini maka perlu juga diketahui oleh organisasi non pemerintah dan organisasi penyandang disabilitas untuk menjadi bahan advokasi. Termasuk juga untuk memahami lebih mendalam mengenai peran satgas dalam penanganan kekerasan seksual termasuk dan sejauhmana UU TPKS dapat digunakan.
Hal itu juga untuk mejadi dasar dalam penanganan kasus dan pendampingan korban kekerasan seksual yang selama ini dilaksanakan oleh lembaga layanan non pemerintah termasuk INKLUSi Yayasan BaKTI.
Redaksi