Magani Park, Daya Tahan Anatowa Otolu dan Semangat Juang 3 Perempuan

  • Whatsapp
Kiri-kanan, Lurah Magani Rany Syam, Yati dan Lusi (dok: Pelakita.ID)

DPRD Makassar

”Kami bertemu di sana, kenal di sana, ikut program peningkatan kapasitas yang difasiitasi oleh Vale.”

Lusi, Manager Moko Coffee, Bumdesma Anatowa Otolu

Read More

PELAKITA.ID – Tidak banyak Badan Usaha baik yang berbasis satu desa atau lebih satu desa yang bisa bertahan lama. Hingga 2022, ada 60.417 BUMDes dan 6.583 BUMDes Bersama seluruh Indonesia.

Ada lebih belasan ribu telah berbadan hukum. Kementerian Desa menargetkan pada 2028, Bumdes ada di setiap desa Indonesia.

Yang belum berbadan hukum inilah yang disebut mati segan hidup tak mau.

Salah satu yang masih terus bertahan dan mencoba terus berinovasi usaha adalah Bumdesma Anatowa Otolu di Kecamatan Nuha Luwu Timur.

Seperti apa tantangan Bumdes dan Bumdesma di kawasan lingkar tambang seperti Kecamatan Nuha?

Apa saja tantangan bagi pelaku Bumdes di tengah harapan kemandirian dan keberlanjutan usaha berbasis desa? Mari simak obrolan di bawah ini.

Geliat di Magani Park

Malam di Kota Sorowako. Moko Coffee, kedai kopi yang berlokasi di sisi barat kantor Bank Mandiri di Sorowako menggeliat.

Empat anak muda duduk santai. Mereka mengobrol riang saat dua perempuan melangkah pelan ke arah meja lain.

Penulis memesan kopi susu. “Saya juga kopi susu,” kata Darsam Belana, staf COMMIT Foundation yang menemani penulis. Dia pula yang mengajak menikmati malam di Kota Tambang Sorowako, Selasa, 23/7/2024.

”Moko Coffee ini usaha yang dikelola atas nama Bumdesma Anatowa Otolu,” jelas perempuan pertama bernama Lusi. Dia pengurus Badan Koordinasi Antara Desa atau BKAD Kawasan Wisata sekaligus Owner Moko Coffee.

”Bumdesma berdiri atas nama perwakilan sejumlah desa dan kelurahan. Ada Desa Sorowako, Nikkel, Matano, Nuha dengan satu kelurahan, Magani.” tambahnya.

Dia mengaku perjalanan organisasi usaha berbasis desa ini tidak mudah, pasang surut. Lusi menilai, penggambaran Anatowa bisa dilihat dari bagaimana usaha yang dikelolanya saat ini yaitu Moko Coffee sebagai salah satu unit usaha.

Saat obrolan dengan dengan Lusi berlangsung, Lurah Magani, Rany Syam ikut merapat.

Kata Rany, Moko hadir di Magani Park, satu kawasan hijau yang difasilitasi pendiriannya melalui skema Pengembangan Kawasan dan Pemberdayaan Masyarakat PT Vale.

Yati Hadilang (dok: Pelakita.ID)

Situs COMMIT Foundation membagikan informasi bahwa Magani Park adalah Ruang Terbuka Hijau yang didesain secara kolaboratif, antara Pemda, PT Vale dan perwakilan masyarakat desa dan kelurahan untuk sarana rekreasi dan olahraga warga di Kecamatan Nuha.

“Ini merupakan bagian dari program Pengembangan Kawasan dan Pemberdayaan Masyarakat atau PKPM yang diusulkan dari tahun 2018 tetapi dikerjkan di tahun 2020. Jadi butuh waktu dan proses yang tidak mudah juga,” jelas Alwy, Fasilitator Kecamatan COMMIT Foundation terkait Magani Park.

Dalam RTM ada beberpa bangunan yang telah dan akan dibuat antara lain rest area, jalan taman, entertainment area, area komunitas dan playground. Biaya yang dianggarkan dari program ini totalnya Rp874 juta.

Ide ini merupakan hasil rumusan bersama tim sekretariat PKPM Kecamatan Nuha. Ke depan, menurut Alwy, pengelolaan Magani Park sangat bergantung pada Bumdesma.

“Kenapa Bumdesma karena ini konsep kerjasama kawasan. tetapi karena kelurahan yang ada sudah ada LPM, jadi untuk tahap awal mereka dulu yang mulai mengelola,” jelas Alwy.

Saat ini, sebagaimana disaksikan penulis, di dalam kawasan ini terdapat sejumlah fasilitasi seperti perpustakaan, toilet umum, halaman tempat ngopi dan rumah mini bersantai, yang utama adalah sebagai ‘rumah kreatif’ bagi UMKM di Luwu Timur.

Inilah aktivitas usaha yang menggambarkan semangat juang dan daya tahan keberadaan Bumdesma Anatowa.

”Ada juga bangunan untuk perpustakaan, disebut NANO Library Magani Park,” ucap Lusi.

Perpustakaan sebagai bagian dari usaha Bumdesma yang bergerak di bidang Pendidikan Usia Dini.

Inovasi usaha Anatowa juga unik, mereka punya interest pada pengembangan kelompok usaha bernama RELISTIK Anatowa (Recycle Limbah Plastik). Relistik eksis karena kekhawatiran anak-anak Relistik terhadap bertambahnya limbah plastik yang ada di Sorowako dan sekitarnya.

Orang dalam

Terkait daya tahan Bumdesma Anatowa Otolu, perlu memperoleh informasi tentang semangat, inisiatfi dan siapa saja yang terlibat di dalamnya.

Selain Lusi, ada Yati, dia bendahara Bumdesma Anatowa yang punya pengalaman sebagai pengurus Bumdes Desa Nikkel.

Pengalaman itu membuatnya percaya dan yakin bahwa kemajuan organisasi badan usaha desa mesti disandarkan dari dalam organisasi, dari masyarakat setempat dan tentu kader setempat.

”Jangan sampai orang luar lebih peduli, orang dalam justru tidak mau serius. Bergabung hanya karena ada proyek atau bantuan dana desa atau dari pihak luar,” ucapnya terkait jalan terjal perjalanan Bumdes.

Perempuan bernama lengkap Nurhidayati Hadilang itu mengaku lahir dan besar di Desa Nikel. Menyelesaikan TK, SD, SMP hingga kuliah di Sorowako.

”Panggil dia Yati Octavia, idola bapak-bapak,” canda Lurah Rany Syam.

“Saya dulu aktif di Desa Nikel. Waktu itu saya terlibat dalam perintisan pendirian Bumdes di desa. Diajak karena dianggap mewakili generasi desa. Dipanggil oleh Pak Desa Nikel waktu itu,” kenang Yati.

Dia mengaku perjalanan Bumdes Nikel tidak sesuai rencana. Ada sejumlah kendala, kendala dari pengurus, dari program termasuk karena adanya Covid.

”Bumdes di Nuha banyak yang belum berkembang karena permasalahan sumber daya manusia. Kalau di sini kan daerah tambang, kalau mau kerja di Bumdes agak sulit. Sebagian besar warga atau anak muda mau kerja masuk kantor dan dapat gaji bulanan,” ucap Yati.

Terkait pandangan itu Yati menambahhkan ada situasi yang dileimatis karena apa yang direncanakan tidak berjalan sepenuhnya sesuai rencana. ”Kayak sia-sia. Lemah atau sudah tidak kuat setelah waktu berjalan,” tuturnya.

Suasana di dalam Magani Park (dok: Istimewa)

”Mereka akhirnya berhenti, tidak mau dan lebih aktif di luar, kerja pasti dan dapat gaji,” ucap Yati yang sebelumnya mengaku kerja di kontraktor PT Vale namun kembali fokus mengurus Bumdesma.

Inspirasi pengembangan

Saat ditanya apa latar belakang atau motif pendirian Bumdes di Nikel, dia menyebut itu sudah menjadi ketentuan Pemerintah. Meski demikian, dia mengaku jika ingin terus berkembang perlu ide-ide usaha.

”Kebanyakan yang dipanggil pemuda, tapi lama-lama saya merasa malu pak, kalau tidak ada kegiatan. Saya juga bilang, kalau tidak mau terlibat, nanti kalau ada yang berhasil atau maju, nanti protes lagi,” sebut alumni D3 Akademi Teknik Sorowako dari Jurusan Mesin.

Sebagai lulusan teknik mesin, dia mengaku risih jika punya keterampilan, pendidikan tapi tidak bisa berbuat apa-apa.

”Apa gunanya tingal di sini, kalau tidak bisa buat apa, masa’ orang lain yang sibuk urus dirita, kita bagian dari kampung-ta, mau jadi apa nanti, jangan-mi terlalu berharap pada orang lain,” ucap Yati serasa bersungut.

”Waktu pertama gabung di Bumdes, pemikiran seperti itu belum ada, saya cuma lihat, dan barusan masuk di lingkungan seperti itu, saya pun belajar lagi,” tambahnya peraih Diploma Mesin ini.

Dia pun menggeluti peran di Bumdes Desa Ninkel, yang bernama Bumdes Te Puasa.

Yati tak berhenti sebagai sarjana diploma, dia pun melanjutkan kuliahnya untuk menggenapkan gelar S1 di Kelas Jarak Jauh Fakultas Teknik Unhas Jurusan Teknik Industri.

”Salah satu inisiatif usaha di Bumdes Te Puasa yang kami pernah tangani adalah usaha budidaya jamur tiram., sempat berproduksi namun terkendala setelah ada Covid-19,” ungkapnya.

”Budidaya jamur tiram rencananya mau dilanjutkan namun terkendal di peralatan sterilisasi,” ucapnya. Terkait budidaya ini dia menyebut sejumlah inisiatif telah ditempuh seperti pemanfaatan bekatul dan dedak dan didampingi oleh staf proyek PKPM.

Rany menambahkan, tidak mudah meneukan sosok seperti Yati yang siap bekerja meski tidak atau belum ada iming-iming gaji.

”Berpengalaman, ikhlas dan sudah saling kenal,” ujar Majid.

Terkait kebersamaan Lusi, Lurah Magani dan Yati, Lusi mengaku pengalaman studi banding bersama dengan sejumlah warga yang mewakili kawasan lingkar tambang ke Danau Toba yang difasilitasi PT Vale itu menjaid ajang untuk saling kenal dan memahami cita-cita orang per orang.

Bangunan untuk Nano Library di Managni Park (dok: Anatowa Otolu)

”Kami bertemu di sana, kenal di sana, ikut program peningkatan kapasitas yang difasiitasi oleh Vale,” sebut Lusi.

Terkait kebersamaan mereka dan peluang pengembangan, Yati punya pandangan meski bernama gemas.

”Yang saya pahami, kita ini di mana-mana, pemerintah daerah dianggap jalan sendiri, padahal Vale bisa ikut masuk, jadi pendampingnya. Sudah ada mandat misalnya dirikan Bumdes, ada semacam jembatan. Jembatan sudah ada, harusnya kita bisa melewati jembatan untuk membangun potensi Tanjung,” terang dia.

”Pantai Tanjung misalnya, ide pengembangannya sudah ada, sudah dibahas namun masyarakat masih ragu, atau harus menunggu inisiatif. Saat ini ada lokasi mancing, kan bisa ditawarkan ide pariwisata di sana,” tambahnya.

”Tantangan Magani Park saat ini adalah pengelolaan fasilitas yang ada dengan pendekatan teratur, bersih dan nyaman,” sebutnya setelah sebelumnya dia mendekati dan mengngatkan beberapa anak muda untuk tidak buat gaduh di sekitar taman.

Beberapa bentuk dukungan Pemerintah Lurah Magani adalah perawatan, pemasangan lampu, perawatan untuk bersih. Kelurahan punya tanggung jawab juga di situ,” tambahnya.

”Kalau ditanyakan business plan, ada, tapi intinya kita ingin membuat warga atau pengunjung nyaman, praktis. Magani Park ini harus terus berkembang, untung masih ada dua pejuang Bumdesma ini,” kunci Lurah yang baru sama mengantar Kelurahan Magani sebagai juara dua Lomba Desa tingkat Sulawesi Selatan ini.

“Terima kasih ibu Lurah yang telah duduk bersama dengan Pelakita.ID meski kurang enak badan.”

Lusi tak mau mau ketinggalan.

Dia mengabarkan ide pengurus Anatowa Otolu untuk menggeser booth kopi ke bagian tengah taman dan lebih nyaman dilihat.

“Saat ini usaha Moko Coffee mulai dilirik warga, pengunjung semakin banyak, meski tantangan tak mudah kami tetap optimis,” kata dia.

”Kita bersyukur aset dan fasilitas ini terus eksis, menjadi kawasan PKPM Wisata PT Vale dan kerjasama dengan pemerintah kelurahan dan empat desa lainnya,” imbuhnya.

“Kita juga berharap ada mitra, investor baru,” pungkas Lusi.

 

Penulis: Kamaruddin ‘Denun’ Azis

Related posts