PELAKITA.ID – Jarak langkah dari Café Fore ke Sate Sulawesi di Jalan Alauddin sekira 200 meter. Pelakita.ID harus melewati poros Alauddin yang padat demi sesuap lontong dan sate ayam.
Sudah lama hendak mampir di tempat ini tapi baru kali ini bisa bertandang. Lokasinya persis di belokan Emmy Saelan – Alauddin.
Malam ini, café Fore Alauddin yang bersebelahan Mc Donald itu hiruk pikuk. Penuh anak muda usia belasan. Bersantai sembari menggenggam gelas plastik. Mereka nampak hepi menikmati segelas kopi aren, es teh hingga kopi Americano. Selfie welfie jadi tontonan lazim di sini. Juga canda tawa. Hidup nampak penuh bunga.
Sungguh asik. Sementara, di warung Sate Sulawesi dua anak muda tampan duduk di depan bara. Satu berdiri mengipas bara, satunya mencangkung di sisi gerobak. Berjarak tipis dengan lalu lintas roda dua, roda empat hingga tronton.
“10 tusuk nah,” ucapku.
Pendek cerita, sate habis, lontong habis. Tandas. Sungguh nikmat dan puas.
Saya menyaksikan mereka berdua nampak antusias. Yang satu mengenakan jersey warna gelap bertuliskan Andra J di punggung. Rambut tengahnya diikat. Tidak terlalu panjang.
Yang satu nampaknya spesialis mengipas saat ada yang pesan sate ayam atau sapi. Saya melihat dia yang mengambil kipasan jika ada yang pesan sate. Tangannya bergerak lincah dari kotak pendingin isi sate ke tungku bakar.
Yang ikat rambut namanya Andra, asal Ulumanda, Mamuju, Sulbar. Dia semester empat dan kuliah di Universitas Islam Makassar. “Jurusan bahasa Indonesia,” jawabnya.
Ingat Ulumanda, teringat kawasan yang pernah dilanda gempa, tiga tahun lalu.
“Alasan pilih bahasa Indonesia?”
“Mau pilih Teknik tapi SPP-nya 4 jutaan per semester,” balasnya.
Dia harus membayar SPP sebesar 2 juta. “Saya bayar pakai upah dari sini.” Balas anak petani asal kampung di perbukitan Sulbar antara Mamuju dan Majene ini.
Andra bersaudara dua orang. Anak pertama kerja di Kalimantan. Jadi buruh. Adiknya juga ikut berjualan.
Anak muda yang satu bernama Rahmat. Tamat SMA dan meninggalkan kampung halaman di Malakaji Gowa demi sesuap nasi di Kota Makassar. Kuliah tak sanggup, dia harus bekerja sebagai pengipas bara sate.
“Saya tamat SMA saja,” balasnya.
Ingat Malakaji, ingat kampung halaman dimana banyak warganya migrasi ke Papua hingga Malaysia.
Keduanya bekerja sebagai karyawan Sate Sulawesi yang dimiliki oleh Putra Palopo. “Namanya Sate Sulawesi, jadi khas Sulawesi om,” kata Rahmat. Warung sate itu punya dua cabang, satu induk.
“Warung sate pertama ada di Minasa Upa, yang kedua ada di Abdesir, yang ini yang ketiga,” ujar Rahmat.
“Jadi bukan sate Madura, sate Sulawesi namanya,” ulangnya.
Pembaca sekalian, begitulah cerita malam ini. Bagaimana anak-anak dari luar Makassar, Ulumanda Mamuju dan Malakaji Gowa mengais rezeki, kuliah dan melanjutkan hidup.
Mereka, menjadi pewarna denyut perjalanan Kota Metropolitan terbesar di belahan tengah-timur Indonesia ini.
Denun | Fore Alauddin, 11/6/2024