Sambil Berwisata, Dosen FIB Unhas Ajak Mahasiswa Menulis Karya Sastra Berbahasa Daerah

  • Whatsapp
Para dosen dan mahasiswa peserta 'Penulisan Karya Sasrta Berbahasa Daerah (dok: FIB Unhas)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Departeman Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin (Unhas) punya cara menarik mengajak mahasiswanya menulis.

Dr M Dalyan Tahir, M.Hum dan Dr Sumarlin Rengko HR, SS, M.Hum, sebagai dosen pengampu, mengadakan outing class bagi mahasiswanya di kawasan Wisata Kebun, Desa Bontomanai, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, tanggal 13 hingga 14 Oktober 2023.

“Kegiatan ini kami beri nama Kreatif Dalam 24 Jam. Maksudnya, seharian mahasiswa akan menciptakan puisi dan cerpen, dalam suasana yang lebih santai,” jelas Sumarlin Rengko.

Read More

Dalam undangan kepada pemateri yang ditandatangani Prof Dr Hj Gusnawaty, M.Hum, Ketua Departemen, dan Dr M Dalyan Tahir, M.Hum, Koordinator Mata Kuliah, tertulis kegiatan ini diadakan dalam rangka Ujian Tengah Semester Tahun Ajaran 2023/2024.

Bentuk kegiatannya berupa pelatihan dan praktik menulis puisi dan cerpen berbahasa daerah Sulawesi Selatan.

Ketua panitia kegiatan Kreatif Dalam 24 Jam: Suntuk Menulis Cerpen dan Puisi Berbahasa Daerah ini, adalah Angga. Kegiatan ini diikuti oleh peserta Mata Kuliah Kemahiran Menulis Bahasa Bugis-Makassar.

Rusdin Tompo diundang sebagai pemateri. Koordinator Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena Provinsi Sulawesi Selatan ini, selain sebagai penulis, dikenal juga merupakan pegiat literasi dan pemerhati budaya.

Rusdin Tompo (kedua dari kanan), Koordinator Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena Provinsi Sulawesi Selatan menjadi salah satu narasumber (dok: FIB Unhas)

Wisata Kebun yang ditumbuhi pohon-pohon rindang membuat suasana sore itu terasa nyaman. Rusdin Tompo memulai materinya dengan bercerita seputar proses kreatifnya menulis puisi “Panggil Aku Daeng”, yang dibuat tahun 2017.

Dikemukakan bahwa dia banyak membaca sejarah dan budaya Sulawesi Selatan ketika menulis puisi itu. Bahkan, dia juga bertanya pada beberapa orang temannya di daerah lain.

Menurutnya, bertanya pada orang untuk konfirmasi dan mendapat kejelasan, saat menulis, boleh saja dilakukan. Karena seperti kita membaca atau mencari referensi.

“Yang tidak boleh dilakukan itu plagiarisme,” imbuhnya di hadapan peserta.

Disampaikan, ide menulis puisi ini sederhana saja. Dia tergelitik melihat kebiasaan orang memanggil pramuniaga minimarket dengan sapaan “Mba” dan memanggil penjual bakso langganannya, dengan sapaan “Mas”.

Padahal, mereka tidak selalu orang Jawa. Dia melihat, ada semacam krisis identitas diri, yang kemudian melahirkan puisi itu.

Makanya dia senang ketika diajak jadi pembicara pada kegiatan Kreatif Dalam 24 Jam ini.

Dia ingin agar mahasiswa FIB Unhas terpanggil menulis karya sastra dalam bahasa daerah bukan saja sebagai tugas kuliah. Namun sebagai wujud kecintaan untuk memajukan karya sastra berbahasa daerah.

Dengan segala keterbatasannya, lanjut Rusdin, dia sering diminta membuat puisi untuk anak-anak. Pada puisi-puisinya itu, dia menyelipkan nilai-nilai budaya Sulawesi Selatan, biar sejak dini anak-anak diakrabkan dengan kebudayaan daerahnya.

“Tidak usah takut salah saat menulis, sebab ada proses koreksi dan revisi. Juga jangan dibuang kalau tulisan kita belum jadi atau hanya setengah jadi. Itu semua aset dan bank data bagi kita,” pesan penulis yang namanya tercantum dalam buku “Apa dan Siapa Penyair Indonesia” itu.

Setelah bersantap malam, Sumarlin Rengko memberikan tugas menulis kepada peserta. Mereka bebas memilih tempat nyaman dan asyik untuk menulis.

Ada yang memilih tempat di dekat kolam renang, sambil kakinya dibiarkan terendam dalam kolam.

Ada yang memilih duduk di bangku-bangku taman yang bermandi cahaya.

Setelah itu, peserta membacakan puisinya lalu ditanggapi oleh Sumarlin Rengko sebagai dosen pengampu dan Rusdin Tompo sebagai praktisi. Peserta juga memberikan apresiasi pada karya-karya temannya.

Puisi yang dibuat ada yang dalam bahasa Makassar, bahasa Bugis, dan bahasa Indonesia. Aisyah, misalnya, menulis puisi bahasa Bugis, Salmawati Mansyur, menulis dalam bahasa Makassar, dan Ilham Nauri, dalam bahasa Indonesia. Rencananya, semua karya peserta akan dbukukan, tentu setelah melalui proses editing.

Redaksi

Related posts