Pengalamannya selama dua puluh tahun lebih di dunia tambang adalah inspirasi bagi generasi muda Unhas. Bagaimana meningkatkan kapasitas dan bagaimana merawat dan merebut peluang.
MAKASSAR, PELAKITA.ID – Jumat malam tanggal 27 Januari 2023, Warkop Pegasus di bilangan Jalan Pengayoman Makassar dikurung hujan.
Kopi belum tandas, obrolan dengan Ilham ‘Ile’ Hanafie sedang hangat-hangatnya saat Daeng Ke’nang, istri saya, memberi tanda kalau dia sudah di tepi jalan. “Adama di depan Pesasus,” teksnya.
Saya pun pamit ke beberapa kolega. Ada Cawi, Sidin, serta beberapa senior alumni Smansa di teras itu. Ada Romo’, Awal, hingga Didies. Di sini berkumpul beberapa sahabat yang selama ini terhubung dengan IKA Unhas.
Sosodara, perbincangan tak terencana dengan pria yang kerap sapa Om Ile itu sungguh inspiratif, setidaknya bagi saya bahwa di luar sana ada banyak alumni Unhas dengan seabrek prestasi, bukti bahwa alumni tak kalah dengan jebolan kampus lain.
Setidaknya, saat mendengarkan perjalanan karirnya, ceritanya mengalir deras dan kami yang adik-adiknya mendengar takzim. Sesekali menyela menunjukkan kekaguman dan minta penegasan ulang.
Ini pertemuan untuk kesekian kalinya dengannya. Terakhir saat menyapanya di Hotel Swissbel Inn Panakukang. Baru kali ini saya coba mengulik pengalaman dan inspirasinya.
Saya menerawang bagaimana seorang Ilham Hanafie muda mengisi dan meniti masa mudanya, bersekolah, kuliah dan bisa bekerja di organisasi bisnis kelas dunia. Bagaimana dia bekerja dari satu perusahaan ke perusahaan ternama.
“Saya menghabiskan waktu 15 tahun di VICO, mulai dati tahun 1989 hingga 2004, perusahaan tambang yang beroperasi di Kalimantan Timur dan beberapa area lainnya,” ucapnya.
VICO Indonesia adalah perusahaan yang memulai usaha eksplorasi LNG di Indonesia pada tahun 1977. Selama lebih dari tiga dekade, VICO telah menjadi pemimpin di Indonesia dalam mengembangkan sumber daya energi yang vital bagi perekonomian, infrastruktur, dan sosial.
Setelah Vico dia pindah ke Maxus, perusahaan serupa yang beroperasi di Laut Jawa. Lengkapnya, Maxus Energy Corporation adalah perusahaan eksplorasi dan produksi minyak mentah dan gas alam independen yang berbasis di Dallas, Texas. Eksis di Indonesia dan 13 negara lainnya, termasuk di wilayah Teluk Meksiko di Amerika Utara.
“Di Maxus ini tak seperti di Vico, bedanya kita menggunakan badge yang beda, kalau di Vico kita sangat dihormati ha-ha-ha,” kenangnya. Setehun lebih di sini, dia kembali ke Jakarta.
“Saya sudah punya firma hukum saat itu,” ujarnya. Setelah itu dia pun mengembangkan karir profesionalnya sebagai konsultan hukum di PT Inco.
“Di Inco, saya setim dengan Abraham Samad,” ucapnya sembari melepas senyum. Inco yang dimaksud adalah International Nickel Corporation yang berbasis di Kanada dan kini bagian PT Vale Global Brazil.
Menjadi bos sejak SMP
Dia lahir dan besar di Makassar. Ile adalah putra pengusaha Konro Karebosi yang terkenal di Makassar. Usaha konro yang kini eksis di Jakarta dan punya brand top sejak tahun 1960-an.
“Ayah saya mulai usaha sejak 1968,” ungkapnya saat bercerita di depan penulis, Sidin dan Cawi.
Ile muda, adalah jebolah SMA PGRI jalan Singa. “Saya satu sekolah Prof Ilmar Aminuddin, guru besar Fakultas Hukum Unhas,” katanya.
Dia mengaku anak bandel sejak SMP hingga SMA. “Semua yang jelek, tidak baik, saya lakukan, tapi coba-coba-ji, termasuk ini,” tuturnya seraya mencontohkan dengan jari.
“Saat kuliah pun saya bukan pembaca buku yang baik, mesti mengoleksi banyak buku, aneh kan?” tutur Ile’.
Transformasi Ile’
Bagaimana bisa survive dan melanglang perusahaan asing dengan reputasi luar biasa? Menjadi legal advisor, menjadi konsultan hukum, pengaudit perusahaan tambang dan bisa bertahun-tahun bertahan di perusahaan kondang seperti Vico, Maxus, hingga Inco di Luwu Timur?
“Cita-cita saya sejak SMP adalah pada suatu ketika menjadi bos, saya selalu ingin jadi bos,” kenangnya.
Itu pula yang menuntun perjalanan studinya meski disebutnya ‘tidak baik-baik’ amat. Faktanya dia bisa meraih IPK 3,27 dan selesai kuliah tak sampai 4 tahun. Coba?
“Saya dulu nakal, banna’, semua yang tidak baik sudah kulewati. Coba-coba, tapi untungnya bisa lepas semua itu,” sebutnya lagi sembari mengulum senyum.
Pria berkacamata itu membawa rokok, berkacamata tebal, senang begadang dan kerap membagikan puisi-puisi bertenaga dan syahdu di laman Facebook-nya.
Dia kembali melanjutkan cerita karirnya.
“Saya masuk Fakultas Hukum Unhas dengan kemampuan berbahasa Inggris karena telaten kursus,” jelasnya.
“Ayah saya guru sebenarnya,” ucapnya. Guru yang berbisnis konro dan dikelola oleh sanak keluarganya.
Dari keluarganya dia mendapat inspirasi bahwa sebagai alumni dia harus memilih profesi sesuai latar belakang ilmunya. “Kalau mau santai harusnya saya tidak perlu ke sana ke mari mencari pekerjaan bukan?”tanyanya.
Dia mengaku pernah melamar jadi dosen di Universitas 45 Makassar dan menyebut diwawancarai oleh dosennya di Fakultas Hukum Unhas, Said Nisar, SH.,LLM, yang mengambil S2 di AAustralia. Sempat ditanya mengapa memilih Universitas 45 dan dijawab anteng:”mengisi waktu luang.”
Dia pun pernah menggoda Said Nisar yang asal Takalar ini untuk melamar di Vico. “Bahasa Inggrisnya baik, nassami karena alumni Australia,” ucapnya dengan senyum lebar.
Sayangnya, kata Ile, Said Nisar tak mendapat izin sebab dia sesungguhnya dosen tak bisa rangkap.
“Yang saya ingin bilang alumni Unhas juga keren-keran nah,” tambahnya. “Sampai-sampai orang Vico bilang ke saya, luar biasa pak Said Nisar ini,” ungkap Ile.
Dia tak menyangkal saat disebut bahwa jalan karir Ilham sebagai alumni Fakultas Hukum moncer karena mempersiapkan diri dengan kemampuan berbahasa Inggris dan memang berprofesi lawyer.
“Tidak banyak alumni kita yang punya kemampuan berbahasa Inggris saat itu,” ucapnya.
Inspirasi dari Vico
Dia mengaku bisa bekerja di perusahaan kondang tambang seperti Vico karena kemampuan berbahasa Inggris, ber-IPK 3,27 serta punya jejaring pertemanan yang luas.
Menurutnya, banyak alumni ingin punya karir baik, gaji besar tapi kadang lupa tentang visi dan bagaimana kapasitas disiapkan.
Konfidensi Ile’ yang merupakan lulusan FH Unhas saat itu menjadi modal dasar untuk apply ke peruahaan tambang asing.
Dia menyambung itu dengan bercerita. “Saya diwawancarai jarak jauh waktu itu,lalu dikirimkan lembaran kontrak, minta segera di-facs, lalu berangkat ke Balikpapan dengan pesan, semua biaya akan di-reimburse oleh perusahaan,” kenangnya.
“Saya disambut di bandara dengan nama terpampang di tangan penjemput Ilham Hanafie,” tuturnya dengan senyum mengembang.
“Kunci sukses itu salah satunya dengan banyak berjejaring tetapi pastikan, minimal bisa berbahasa Inggrislah,” tambahnya.
Dia juga menyebut alumni Unhas bisa bersaing dengan alumni perguruan tinggi lain karena kompetensi, karena kapasitas dan yang paling vital adalah ketekunan. Dia mendapat fasilitas lengkap dan gaji lumayan besar saat itu, hal yang disebutnya sebagai motivasi untuk mengajak banyak alumni Unhas joinan.
Dia juga menyebut, memang tidak mudah untuk menembus perusahaan-perusahaan seperti itu, tanpa jejaring tanpa supporter dari senior. “Terutama yang sudah bekerja di sana sebelumnya,” jelasnya.
Ile’ mengakui, bisa bertahan di perusahaan seperti Vico dan ‘mudah’ diterima di perusahaan Amerika bernama Maxus adalah karena pengalaman, jejaring dan core profesionalisme.
Bekerja di perusahaan tambang bagi Ilham memberi makna bahwa alumni, jejaring, keterhubungan melalui platform apapun tujuannya adalah meningkatkan pengetahuan, akses dan transformasi kapasitas.
“Yang senior saya kira memang harus terus memberi motivasi kepada yang yunior,” ucap kawan dekat Abraham Samad dan Syukriansyah S. Latief ini.
“Dengan Abraham, kami pernah kerja jadi legal advisor untuk PT Inco saat itu,” ucapnya seraya menyebut berapa gaji dan outputnya.
Kerjasama dengan Inco juga itu menarik. “Abraham tidak mau kalau saya tidak bareng dia,” ungkapnya.
“Nabilang, saya tidak mau lanjut kalau tidak sama kau, siapa yang bisa presentasi ke mereka dengan Bahasa Inggris?” ucap Ile’ meniru Abraham Samad.