PELAKITA.ID – Yayasan Romang Celebes (YRC) Indonesia menggelar Lokakarya Parapihak Mendukung Aksi Perikanan Skala Kecil Berkelanjutan di Provinsi Sulawesi Selatan, Jumat, 25/11/2022.
Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan KKP, DKP Sulsel, Pemda kabupaten-kota, LSM, universitas dan perwakilan masyarakat. Selain itu, menghadirkan narasumber seperti DKP Sulsel yang diwakili oleh Marhanah, akademisi FIKP Unhas, Dr Assir Marimba serta Wahyu Teguh (Team Leader RIT Program Kemitraan – Burung Indonesia).
Hadir pula Dedi S. Adhuri P.hD, Peneliti Utama BRIN & Anggota DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia/KNTI, Ridwan, S.Hut., M.Sc (Project Officer The Asia Foundation/TAF, Andi Nur Apung Masiseng, S.Pi., M.Si (Program Manager YRC-Indonesia) dan Kepala Balau Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut BPSPL Makassar yang diwakili Andi Jaya.
BPSPL Makassar dan konservasi pesisir dan laut
Andi Jaya, A.Pi., M.Si. adalah Kepala Sub Bagian Umum BPSPL Makassar.yang menjelaskan latar belakang, ketentuan konservasi teripang dan upaya mempromosikan penyadaran masyarakat pada pelestarian kawasan dan spesies seperti teripang yang selama ini menjadi obyek fasilitasi YRCI di Sapuka.
“BPSPL Makassar merupakan UPT KKP melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut. Wilayaa kerja pada 6 provinsi di Sulawesi, dari Sulsel hingga Sulut,” katanya.
Menurut pria yang biasa disapa Anjas ini, rujukan pengelolaan spesies seperti teripang adalah Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) atau perjanjian internasional yang bertujuan untuk membantu pelestarian populasi di habitat alamnya melalui pengendalian perdagangan internasional specimen tumbuhan dan satwa liar termasuk jenis ikan.
Tentang Cites dan Appendiks
Dia juga menjelaskan makna Appendiks, yaitu daftar jenis atau spesies yang terpengaruh atau mungkin terpengaruh oleh perdagangan internasional.
“Appendiks 1, termasuk jenis ikan yang telah terancam punah (endangered) sehingga perdagangan internasional spesimen yang berasal dari habitat alam harus dikontrol dengan ketat dan hanya diperkenankan untuk kepentingan tertentu dengan izin khusus,” sebutnya.
“Sementara appendiks 2 termasuk jenis ikan yang saat ini belum terancam punah, namun dapat menjadi terancam punah apabila perdagangan internasionalnya tidak dikendalikan,” ucapnya.
“Appendiks 3, termasuk ienis ikan yang oleh suatu negara tertentu pemanfaatannya dikendalikan dengan ketat dan memerlukan bantuan pengendalian internasional,” lanjutnya.
Teripang dan arti appendiks
Dia juga menjelaskan jenis-jenis biota teripang dengan status perlindungan terbatas (Appendix Ii Cites/Peraturan Perundang-Undangan).
“Yang masuk di dalamnya adalah teripang koro atau Holothuria nobilis, teripang susu putih Holothuria fuscogilva, teripang susu hitam Holothuria whitmaei. Ditetapkan pada Cop Cites Ke- 18 yahun 2019 di Geneva, Swiss,” ujarnya.
Jenis-jeins biota teripang dengan status perlindungan terbatas, appendix Ii Cites Peraturan Perundang-Undangan adalah teripang nanas, Thelenota ananas, teripang donga Thelenota anax serta teripang bati, Thelenota rubralineata.
“Uplisting pada Cop Cites Ke-19 tahun 2022 di Panama, diberlakukan 18 bulan setelah uplisting,” jelas Andi Jaya.
Dijelaskan pula upaya pengelolaan jenis teripang di wilayah kerja BPSPL Makassar.
“Yang pertama sosialisasi perlindungan jenis teripang, kedua, pendataan jenis teripang, hasil tangkapan nelayan, pengawasan lalu lintas perdagangan teripang serta pengawasan lalu lintas perdagangan teripang,” paparnya.
Rujukan UU
Andi Jaya tak lupa mengutp AICHI target dan SDG 14 yaitu luas kawasan konservasi 10 persen dari luas perairan Indonesia pada tahun 2030.
Rujukan perundang-undangan terkait konservasi laut adalah UU 31/2004 jo UU 45/2009 Tentang Perikanan dimana kawasan konservasi berfungsi sebagai area dikelola bagi keberlanjutan sumberdaya ikan.
Lalu UU 27/2007 jo UU 1/2014 tentang pengelolaan WP3K yang menegaskan bahwa Kawasan Konservasi berfungsi sebagai area yang dikelola bagi keberlanjutan kehati dan budaya P3K
UU 32/2014 tentang Kelautan, yaitu, Kawasan Konservasi Laut merupakan area yang dikelola sebagai bagian dari Pelindungan Lingkungan Laut yang bertujuan untuk melestarikan sumber daya kelautan, dan mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan laut
Menurut Andi Jaya, alsan mengapa kawasan konservasi diperlukan adalah bahwa dia sebagai alat pengelolaan yang efektif untuk memperlambat kepunahan keanekaragaman hayati dan melindungi kesehatan ekosistem.
“Kedua, berperan penting dalam perlindungan satu atau beberapa tipe ekosistem termasuk dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan,” ungkapnya.
Upaya Pokok Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia menurut Andi Jaya adalah demi menjawab tantangan pengelolaan Kawasan Konservasi yaitu upaya harmonisasi kebutuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan.
“Serta sebagai transformasi pendekatan pengelolaan dari perikanan berbasis stok menjadi berbasis ekosistem,” tambahnya.
Untuk merealisasikan itu menurutnya perlu Lembaga Pengelola (Satuan Unit Operasional Pengelola) yang dapat mendorong pengelolaan secara efisien, efektif dan transparan. “Termasuk kemampuan mengakomodasi kepentingan stakeholder, Dipersiapkan melalui proses dan perencanaan yang baik,” lanjutnya.
Dia mengungkapkan saat ini ada 8 kawasan konservasi daerah di wilayah Sulawesi yang telah ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan hingga November 2022. Ada beberapa yang masih dalam proses penetapan namun ada yang sudah final.
Kawasan konservasi peraian di Sulawesi
“Merilis beberapa kawasan konservasi di Sulawesi, yaitu KKP Balabalakang Sulbar, KKP Doboto di Gorontalo, KKP Tatoareng di Sulawesi Utara, KKPD Parigi Maoutong di Sulteng, KKPD Banggae Dalaka Sulteng, KKPD Morowali Sulteng, KKPD Perairan Wawonii Sultra, KKPD Teluk Morano di Sultra,” terangnya.
Andi Jaya mengungkap beberapa Kawasan Konservasi di Sulawesi Selatan Berdasarkan Alokasi RZWP3K sebelumnya yaitu KKD Pulau Panikiang Barru, KKD Liukang Tupabbiring Pangkep, KKD Liukang Tangngaya, KKD Tanakeke, KKD Lutra, KKD Bilongka, KKD Teluk Bone, KKD Pulaupulau Sembilan, KKD Pulo Pasi Gusung Selayar, KKD Pulau Kayuadi.
Berdasarkan data penangkapan teripang di sekitar Pulau Sapuka, terdapat beberapa titik penangkapan teripang yang berada pada zona inti KKD Liukang Tangngayya yang sedang disusun penetapannya oleh MKP.
Tentang Burung Indonesia
Burung Indonesia adalah organisasi nasional independen berbasis keanggotaan yang didirikan pada tahun 2002.
Burung Indonesia bekerja untuk melindungi spesies dan sumber daya alam yang terancam punah melalui pengelolaan ekosistem darat dan laut yang berkelanjutanyang bertujuan di seluruh Indonesia.
Burung Indonesia merupakan Mitra nasional BirdLife International, sebuah asosiasi lebih dari 100 organisasi independen. aliansi konservasi terbesar yang aktif di lebih dari 100 negara dan wilayah.
Burung Indonesia bekerja sama dengan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, lembaga penelitian dan masyarakat lokal untuk mengidentifikasi dan mengatasi ancaman utama terhadap keanekaragaman hayati dan mata pencaharian alami.
Yayasan Romang Celebes (YRC) Indonesia yang saat ini menjalankan program “Keselarasan Pola Pemanfaatan, Konservasi, dan Perdagangan Teripang Skala Kecil di Pulau Sapuka Liukang Tangaya, Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Konsepsi Tangaya Project).
Konsepsi Tangaya Project hadir atas dukungan dari Perkumpulan Burung Indonesia melalui Program Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF).
Program ini berfokus pada wilayah Hot Spot Keanekaragaman Hayati koridor Wallacea, khususnya pada koridor laut prioritas Pangkajene Kepulauan dimana Key Biodiversity Area (KBA) yang berdampak adalah Kapoposang-Pangkep-Bulurokeng (IDN 136).
Tujuan program ini adalah untuk menguatkan tata kelola perikanan skala kecil untuk komoditi teripang pada 2022 di Kepulauan Sapuka yang mendukung peningkatan pendapatan masyarakat dan kelestarian Keragaman Hayati Koridor laut Pangkajene Kepulauan.
Penulis: K. Azis