“Para pihak terutama DKP Provinsi dan Dinas Perikanan Kabupaten-Kota bekerja dengan prinsip ‘jemput bola’, perlu kerjasama DKP dan syahbandar serta mengoptimalkan peran apparat kelurahan/desa untuk administrasi kenelayanan.”
PELAKITA.ID – Tema perikanan berkelanjutan menjadi perbincangan nasional bahkan internasional terutama sejak gagasan Blue Economy menjadi mainstream tema yang diusung Pemerintah, KKP.
Baru-baru ini Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono memberi penegasan bahwa pihaknya sangat serius dalam mengusung konsep ‘Blue Economy’.
Menurut Sakti, keberlanjutan sektor kelautan dan perikanan Indonesia tidak hanya dapat dilihat dari potensi kelautan sebagai sumber pendapatan atau komoditas ekonomi saja, namun juga menekankan pada upaya menjaga kelestarian lingkungan hidup di ekosistem bahari.
“
Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat di Sulawesi Selatan mengapresiasi gagasan Blue Economy yang mengedepankan aspek konservasi atau keberlanjutan ekosistem laut sebagai penompang usaha perikanan.
Meski demikian, mereka berharap agar ada sinergi atau kolaborasi dalam penerapannya sebab sekitar 80 persen pelaku usaha perikanan adalah kelompok nelayan kecil dan rentan secara ekonomi.
“Hal yang tidak mudah sebab di sisi lain, Pemerintah juga berhasrat besar untuk meningkatkan produksi perikanan dengan mendorong kemudahan regulasi dan transisi ke pihak swasta dengan otoritas yang luar biasa besar,” ucap Kamaruddin Azis, dari COMMIT Foundation, peserta FGD.
Pada Focus Group Discussion FGD atau diskusi terpumpun yang digelar oleh Yayasan Konservasi Laut Indonesia yang mendapat dukungan Burung Indonesia melalui skema Critical Ecosystem Partnership Fund menyebut teridentifikasi beberapa isu yang perlu mendapat perhatian dan bisa disangkutpautkan dengan ahenda Blue Economy di pesisir dan laut itu.
“
Isu tersebut diungkapkan oleh beberapa LSM yang memfasilitasi pemberdayaan dan pengelolaan potensi pesisir dan laut seperti di Kepulauan Sapuka, Pulau Tarupa Taka Bonerate, Sailius Pangkep, Langkai dan Lanjukang di Makassar hingga Sabalana Pangkep.
Isu yang mereka utarakan melekat pada pesisir dan pulau-pulau kecil yang bertautan dan dengan usaha perikanan seperti perlunya dukungan kebijakan Pemerintah Daerah untuk penganggaran, kemudahan atau ketersediaan akses transportasi, dukungan permodalan untuk usaha mikro, kecil dan menengah bidang perikanan serta penegakan hukum.
Formulasi tema FGD
Seelah paparan LSM seperti YEKHALI, Romang Sulawesi, YKL Indonesia, SCF hingga Mattirotasi, fasilitator FGD Andi Muhammad Ibrahim dan Yusran Nurdin Massa menawarkan sekurangnya empat tema yang akan dielaborasi oleh para peserta.
“Yang pertama, pasar dan rantai nilai atau bagaimana kinerja pasar dalam perikanan berkelanjutan yang mesti ditopang Pemerintah. Kedua, aspek tata kelola, perlindungan dan pengawasan sumberdaya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil serta biota laut dilindungi dan terancam punah.,” jelas Yusran Nurdin Massa, fasilitator FGD dari Yayasan Blue Forest.
“Yang ketiga adalah dimensi data dan administrasi kenelayanan dan administrasi kapal yang masih perlu dibenahi atau ditopang bersama-sama. Yang keempat dimensi pembedayaan ekonomi dan bisnis perikanan terutama pada pulau-pulau kecil dan jauh dari sentra usaha berbasis kota,” tambahnya.
“
Yusran memantik atensi peserta dengan menanyakan apa saja gap yang terkait dengan tema diskusi pengelolaan perikanan skala kecil berkelanjjutan yang belum banyak disentuh atau masih perlu diintervensi.
“Lalu yang kedua, kalau ingin aspek ini mendukung perikanan berkelanjutan apa yang perlu diperkuat dan dilakukan,” ujarnya.
Dia lalu mengajak peserta untuk membahas keempat tema tersebut.
Beberapa peserta yang diundang dan hadir untuk membahas tema ini di antaranya PT. Aruna Jaya Nuswantara, PT. Prima Bahari, PT. Kelola Mina Laut, CV. Inti Makmur, PT. Kemilau Bintang Timur, Habituasi, Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Makassar , Sustainable Fisheries Partnership (SFP) dan Balla Konservasi Wallacea
Tema kedua adalah aspek tata Kelola, Perlindungan dan pengawasan sumberdaya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil serta biota laut dilindungi dan terancam punah.
Kantor Kesyahbandaran Utama Makassar, Bidang Penangkapan Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Untia Makassar, Cabang Dinas Kelautan (CDK ) Mamminasata, Yayasan Banua Biru Indonesia (YBBI), Lembaga Maritim Nusantara (LEMSA), YKL Indonesia, Dinas Perikanan dan Pertanian (DPP) Kota Makassar, Yayasan Hutan Biru/Blue Forest.
Berikutnya adalah Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Universitas Hasanuddin, Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPIKP) Universitas Muslim Indonesia, Institut Teknologi dan Bisnis Maritim (ITBM) Balik Diwa Makassar, Kecamatan Sangkarrang, Kelurahan Barrang Caddi, Penyuluh Perikanan Barrang Caddi, Yayasan Mattirotasi dan Commit Foundation.
Gambaran hasil FGD
Untuk tema 1 terkait pasar dan rantai nilai (Kinerja pasar dalam perikanan berkelanjutan) beberapa masukan peserta berkaitan perlunya harvest strategy untuk beberapa komoditas perikanan yang selama ini menjadi target pemanfaatan seperti gurita, ikan kakap kerapu dan lain sebagainya.
Kedua, perlunya memastikan penjelasan ketertelusuran bagi spesies atau komoditas perikanan sehingga harga jual dan keamanan konsumen terjaga.
Ketiga, biaya produksi tinggi karena akses, jarak dan kesulitan bahan bakar minya menjadi kendala di tingkat nelayan sementara di sisi mekanisme pasar, transparansi dan keadilan harga belum sepenuhnya terwujud.
Keempat, perlu mengundang UPI untuk ke tapak dan memberikan sosialisasi kebuthan pasar. Kelima, perlu memberdayaan kelompok perempuan di tingkat tapak dengan memberi alternatif usaha.
Pada tema kedua yang membahas aspek tata kelola, perlindungan dan pengawasan sumberdaya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil serta biota laut dilindungi dan terancam punah, terindentifikasi bahwa SDM dan sarana prasarana perikanan masih kurang.
Yang kedua, sosialisasi lemah dan awareness masih lemah dimana sebagian wilayah perairan seperti Makassar masih terdapat aktivitas destructive fishing.
Yang ketiga, kaporan masyarakat masih sepihak (tidak terbuka) jika ada pelanggaran hal ini dikarenakan mereka belum sepenuhnya yakin dengan proses-proses penegakan hukum. Keempat, kurang penanganan IUU Fishing.
Kelima, sosialisasi spesies dilindungi belum optimal. Yang keenam adalah fakta bahwa pengelolaan sampah kurang baik dan masyrakaat kurang terlibat. Ketujuh, perlu integrasi dan pelibatan sektor swasta dalam penguatan tata kelola serta melaksanakan pelatihan-pelatihan yang kolaboratif
Kedepalan, perlu mekanisme pelaporan yang jelas dan teintegrasi. Kesembilan, harmonisasi perlu hubungan nelayan, pengawas dan system monitoring-penegakan hukum. Kesepuluh, perlu penyediaan kosko komando. Kesebelas, perlu alternatif dan opsi-opsi penghidupan baru
Pada tema ketiga, berkaitan data dan administrasi kenelayanan dan administrasi kapal ditemukan bahwa data nelayan belum terintegrasi, kedua, pembongkaran ikan masih banyak dilakukan tidak dilakukan di TPI/PPI sehingga perlu komitmen otoritas terkait untuk membereskan.
Berikutnya adalah informasi kondisi atau kapasitas nelayan selama ini difasilitasi hanya untuk bantuan semata sementara di sisi lain, proses pengurusan rumit dan administrasi desa belum teintegrasi.
Lalu berikutnya adalah pendaftaran kapal belum dipahami fungsinya, kapasitas nelayan belum bisa untuk pengurusan administrasi kenelayan dan ada beberapa penyuluh perikanan yang tidak aktif ke lapangan.
Hal yang bisa didorong adalah intensitas koordinasi nelayan dan penyuluh harus kuat, sosialisasi ke nelayan untuk kepastian bongkar muat, perlu kerjasama NGO dan penyuluh untuk administrasi kenelayanan, perlu mengintensifkan diskusi bersama.
“
Para pihak terutama DKP dan Dinas Perikanan Kabupaten-Kota bekerja dengan prinsip ‘jemput bola’, perlu kerjasama DKP dan syahbandar dan mengoptimalkan peran apparat kelurahan/desa untuk administrasi kenelayanan.
Pada tema keempat, pemberdayaan ekonomi dan bisnis perikanan. Yang terungkap adalah perlunya penguatan atau pembentukan kelembagaan ekonomi tingkat tapak, BUMDES, KUB, dll untuk distribusi hasil perikanan
Kedua, perlunya peningkatan kapasitas nelayan dan kelembagaan ekonomi termasuk mengIdentifikasi rantai pasar dan rantai nilai dari tapak ke konsumen.
Ketiga, sinergi dengan pasar dan eksportir untuk proses penguatan dan pemberdayaan nelayan
Membuat kawasan konservasi tingkat desa pulau atau umum disebut LLMA. Ada realitas bahwa kapal kecil, rantai dingin tidak terjaga pengaruhi harga sehingga kualitas produk yang rendah
Selain itu ada indikasi bahwa keberlanjutan usaha lemah hal ini disebabkan oleh rantai pasar dan rantai nilai harus yang belum jelas komoditas prioritasnya, apa dan bagiamana diutamakan.
Para peserta di atas menyepakati beberapa prioritas ke depan. Untuk rantai pasar dan rantai nilai yang perlu dimantapkan dan dikembangkan ada adalah adopsi harvest strategy , kepastian dan advokasi ketertelusuran. Upaya menekan biaya produksi perikanan, mendorong t ransparansi dan keadilan harga hingga pemberdayaan perempuan dan handling pasca tangkap
Pada tema Pemberdayaan ekonomi dan bisnis perikanan perlu fasilitasi sinergi pasar dan penguatan kelembagaan pasar (KUB, Koperasi, BUMDES).
Pada isu tata Kelola, perlindungan dan pengawasan diperlukan sinergi pasar, penguatan kelembagaan pasar (KUB, Koperasi, BUMDES)
Untuk penguatan data dan administrasi kenelayanan diperlukan sinergi pasar untuk bisa menyediakan data dan informasi relevan baik dalam perencanaan maupun monitoring kegiatan serta penguatan kelembagaan pasar (KUB, Koperasi, BUMDES).
Di ujung FGD, Yusran menawarkan kepada para peserta untuk tetap terhubung dan saling koordinasi untuk bisa menentukan priorotas, pendekatan dan mekanisme komunikasi untuk melanjutkan fasilitasi atau pendampingan masyarakat pada usaha pengelolaan perikanan skala kecii.
“Terutama di lokasi program yang mendapat dukungan Burung Indonesia melalui dukungan Critical Ecosystem Partnership Fund. Ke depan sebuah Komite Perikanan Berkelanjutan menjadi penting untuk kita dorong bersama, teman-teman adalah pilarnya,” pungkasnya.
Editor: K. Azis