PELAKITA.ID – Salah satu masalah mendasar yang dihadapi bangsa Indonesia adalah ketimpangan sosial dan ketidakadilan pembangunan antar wilayah. Kawasan Barat Indonesia dimana Pulau Jawa adalah episentrumnya telah mendominasi seluruh dimensi pembangunan sejak Indonesia merdeka.
Puncaknya ketika rezim Orde Baru berkuasa. Ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia ternyata menempati peringkat teratas (baca: terburuk) bila diambil perbandingan dengan beberapa negara baik maju maupun berkembang.
Lessmann (2011), profesor muda Jerman memberikan catatan Indonesia adalah outlier, karena memiliki CV1 pendapatan wilayah yang melewati angka 1 untuk data periode 2004-2008.
CV atau Coefficient of Variation adalah salah satu ukuran untuk melihat seberapa besar variasi dari pengamatan. Diperoleh dari rasio simpangan baku terhadap rata-rata. Semakin tinggi nilai CV, berarti pengamatan semakin bervariasi.
Lessmann menemukan data 2004 s.d. 2008 (pasca otonomi daerah), CV produk domestik regional bruto (PDRB) antar wilayah di Indonesia sebesar 1,23; sedangkan Thailand dan China masing-masing 0,88 dan 0,68. Nilai CV terendah diperoleh a.l. untuk Korea Selatan, Selandia Baru, Denmark dan Swedia yang berkisar antara 0,09 – 0,11.
Setelah dihitung kembali dengan menggunakan periode dan sumber data yang sama (BPS), diperoleh CV pendapatan wilayah yang lebih rendah Indonesia yaitu 0,97; namun tetap tertinggi dibandingkan negara lain, termasuk Thailand dan China yang dikenal buruk dalam pemerataan pembangunan antar wilayahnya.
Minim di bagian Timur
Bila perhitungan ditarik ke belakang, yaitu data 1980- 2011, tetap diperoleh angka CV tertinggi untuk Indonesia yaitu sebesar 0,93. Pada tahun 2011, rasio PDRB per kapita rata-rata provinsi di Jawa masih lebih dari 300 persen PDRB per kapita rata-rata provinsi di Sulawesi, Nusatenggara dan Maluku (Firdaus, 2013).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Agustus 2018 menyebutkan bahwa kontribusi Pulau Jawa terhadap produk domestik bruto (PDB) 58,61 persen pada triwulan II 2018.
Data itu menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana oleh rezim pemerintahan sejak Presiden Soekarno hingga Presiden Joko Widodo sangat signifikan mendorong tumbuhnya lapangan kerja di Pulau Jawa, tetapi sebaliknya masih minim di luar Pulau Jawa.
Terkonsentrasinya distribusi ekonomi tak lepas dari tingginya jumlah penduduk di Pulau Jawa bila dibandingkan dengan pulau lainnya di luar Pulau Jawa.
Pada tahun 2015 sebaran prosentase penduduk Indonesia sekitar 57 persen dari 258,2 juta jiwa penduduk berada di Pulau Jawa. Dengan distribusi prosentase terbanyak di Provinsi Jawa Barat 18,28 persen disusul Provinsi Jawa Timur 15,21 persen, dan Jawa Tengah 13,22 persen (UKM.com, September 2018).
Meski telah berlangsung sangat lama, ketimpangan pembangunan antara Kawasan di Indonesia belum sepenuhnya mendapat perhatian serius dari pemerintah. Akibatnya, berbagai kekecawaan elemen masyarakat di luar Jawa, khususnya di Indonesia Timur sering melontarkan narasi ketidakpuasaan bahkan pembangkangan terhadap kebijakan pemerintah pusat.
Presiden Joko Widodo sendiri mengakui ketimpangan pembangunan yang terjadi antara kawasan timur dibandingkan wilayah bagian barat. Hal itu disampaikan Jokowi saat berdialog dengan para tokoh agama dan pengungsi korban gempa di Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah pada tanggal 29 Oktober 2019.
“Di kawasan Indonesia timur, seperti NTT, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Maluku, ketimpangan infrastruktur jalan, jembatan, airport antara barat, tengah dan timur memang ada kesenjangan yang harus diselesaikan,” ujar Jokowi (Kompas, 29 Okrober, 2019).
Berpotensi disintegrasi
Fakta ketimpangan pembangunan adalah isu kritikal. Anggota DPR RI Ahmad Junaid Auly mengatakan bahwa ketimpangan ekonomi yang terjadi di Indonesia sudah sangat serius dan berpotensi besar menyebabkan disintegrasi bangsa.
Menurutnya, “Jika ketimpangan ini terus dibiarkan, maka akan berdampak buruk terhadap integrasi bangsa karena ketimpangan bertentangan dengan Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” (Sinar Harapan, 6 Maret, 2018).
Nika Halida Hashina (tirto.id, 19 maret, 2021) menulis mengenai disintegrasi nasional yang sangat mengkhawatirkan.
Hasina, mengutip Tholib (2020) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan disintegrasi nasional. Pertama, kurangnya penghargaan terhadap kemakemukan yang bersifat heterogen.
Kedua, Kurangnya toleransi antar golongan. Ketiga, Kurangnya kesadaran dari masyarakat Indonesia terhadap ancaman dan gangguan dari luar. Keempat, adanya keidakpuasan terhadap ketimpangan hasil-hasil pembangunan.
Hasina kemudian memberikan beberapa contoh pembankangan politik yang mengancam disintegrasi nasional yang berujung pada konflik sosial di Indonesia seperti terbentuknya PRRI dan Permesta, pemberontakan Andi Aziz dan DI/TII Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan, berdirinya Republik Maluku Selatan di Maluku dan pemberontakan PKI di Madiun.
Meski di era kpresidenan Jokowi 2014-2019 telah terjadi akselerasi pembangunan infrastruktur di luar Jawa, nampaknya negara mengalami keterbatasan anggaran dan rentang kendali dalam mewujudkan cita-cita mulia negara kesejahteraan yang merata dan berkeadilan.
Pemindahan IKN dan inisiatif IKA Unhas
Pemindahan ibu Kota Negara (IKN) ke Penajam Paser Kalimantan Timur adalah momentum yang dapat berdampak positif bagi kawasan timur Indonesia.
Pemindahan IKN diharapkan berdampak langsung terhadap redistribusi anggaran ke wilayah timur, perbaikan infrastruktur, mobilitas barang dan jasa serta akselerasi peningkatan kualitas sumber daya manusia.
“Pertimbangan seperti itulah mengapa kami di IKA Unhas meyakini bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan dasar negara Pancasila adalah konsep bernegara yang ideal untuk mencapai tatanan masyarakat yang sejahtera dan berkeadila,” sebut Dr Sawedi Muhammad koordinator Temu Ilmiah Mubes Unhas.
“Penggambaran realitas dan tantangan seperti itu menjadi alasan mengapa kami bermaksud untuk menggagas kembali pembangunan alternatif dengan mengundang berbagai pakar, politisi dan negarawan terbaik Indonesia dalam serial diskusi dengan tema Membincang ke-Indonesiaan dari Timur: Merumuskan Gagasan Alternatif Pembangunan yang Merata dan Berkeadilan,” tambahnya.
“Tujuan yang ingin dicapai, yang pertama menggali gagasan alternatif pembangunan ideologi, politik, ekonomi, budaya dan hankam untuk mencapai pembangunan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” terangnya kepada Pelakita.ID, 19 Februari 2022.
“Yang kedua mendiskusikan potensi kawasan timur Indonesia yang dapat diakselerasi dalam menopang pembangunan di bidang ekonomi, teknologi informasi, pertanian, perkebunan, perikanan, kelautan dan kemaritiman, pertambangan, infrastruktur dan sosial budaya,” lanjutnya.
Tujuan ketiga menurut Sawedi adalah menggali ide-ide besar dari para akademisi, pemimpin parpol, politisi dan birokrat mengenai strategi akselerasi pembangunan bangsa yang merata dan berkeadilan;
“Yang keempat, merumuskan rekomendasi ke pemerintah pusat dalam bentuk Manifesto Mubes IKA-Unhas dalam mengakselerasi pembangunan di Indonesia yang merata dan berkeadilan,” tambahnya.
Menurut Sawedi, ada beberapa pembicara yang dibidik dalam seminar ini.
Yang pertama adalah Dr. (HC) M. Jusuf Kalla sebagai keynote speaker dan memaparkan potret Indonesia Timur dalam Bingkai NKRI, menyoal urgensi pemerataan pembangunan dan integrasi bangsa.
Pembicara kedua adalah Andi Sudirman Sulaiman, S.T, Plt. Gubernur Sulsel dengan tema Posisi Strategis Sulawesi Selatan di Kawasan Timur Indonesia: Prospek dan Tantangan di Era Disrupsi 4.0.
Ketiga, Prof. Dr. Dwia Ariestina Pulubuhu, MA (Rektor Unhas) tentang Posisi Strategis Universitas Hasanuddin di Kawasan Timur Indonesia Dalam Meningkat Kualitas SDM yang Berdaya Saing.
Keempat, Prof. Dr. Jamaluddin Jompa, M.Sc. (Dekan Sekolah Pascasarjana Unhas), menyangkut Prospek dan Tantangan Pendidikan Tinggi di Kawasan Timur Indonesia di Era Disrupsi 4.0.
Kelima, Dr. Ir. Andi Amran Sulaiman, M.P. (CEO Tiran Group) dengan tema Menambang Untuk Negeri: Potensi dan Kontribusi Sektor Pertambangan Mineral dan Batubara di Kawasan Timur Indonesia.
Keenam, Prof. Dr.dr. Idrus Paturusi, Sp.B.OT (Ketua Harian IKA Unhas) yang akan mengupas Peran Ikatan Alumni dalam Meningkatkan Solidaritas dan Kepekaan Sosial: Kontribusi Nyata Bagi Indonesia.
Berikutnya, Dr. Syahrul Yasin Limpo, SH, MH (Mentan RI) mengusung tema Sektor Pertanian di Kawasan Timur Indonesia dan Kontribusinya Terhadap Kedaulatan Pangan di Republik Indonesia.
Lalu Dr. Syarkawi Rauf, SE (Komut PTPN IX) yang akan merefleksikan Alternatif Strategi Pembangunan Ekonomi di kawasan Timur Indonesia Menuju Pembangunan Ekonomi yang Merata dan Berkeadilan.
Yang terakhir adalah Ir. Haidar Karim, Direktur Nindya Karya yang akan mendedah “Strategi Pemerataan Pembangunan Infrastruktur di Kawasan Timur Indonesia.”