PELAKITA.ID – Pagi ini, di sempadan Sungai Je’neberang, Tamarunang, Gowa, setelah menjerang air dan menyaksikan kue tradisional Bugis-Makassar masih bertengger di salah satu sayap dapur, saya segera menyiapkan teh saset dan gula secukupnya.
Inilah saatnya menjajal kue-kue khas Bugis-Makassar dari sisa misi kuliner ke Labakkang awal pekan ini.
Nama-nama kuenya: Se’ro’-se’ro, baruasa dan bannnang-bannang. Aneka kue ini mengingatkan tradisi perkawinan, khitanan atau masuk rumah di Kampung Halaman saya Galesong, nun lampau. (Bisa jadi saat ini pun masih dibuat tapi langka gaes).
Saya membaca jejak-jejak perjalanan panjang , melintasi ruang dan waktu dan tentu saja aneka peristiwa. Kue-kue ini saya boleh sebut salah satu ciri di pesisir selatan Sulawesi, di Tana Mangkasara’.
Meski kue ini saya peroleh sebagai ole-ole setelah ‘barzanji’ rumah baru di salah satu ruas Labakkang yang berbahasa Bugis, namun saya bisa menyebutnya khazanah Bugis-Makassar yang patut diandalkan, dilestarikan, dibanggakan.
Kue-kue Bugis-Makassar yang tiga di foto ini adalah kue kering, awet, sering dibawa berlayar, mereka para pembawa predikat kue bersejarah dari tradisi maritim Sulawesi nan panjang tentu bukan hanya ini. Masih banyak yang lain yang juga saya nikmati di Labakkang itu.
Ada apang paranggi, cucuru bayao, biji nangka, dange, gula merah, barongko, sikaporo’ dan lain sebagainya.
Konon, kawasan pesisir yang membentang dari Tanah Mandar hingga Tana Doang Selayar kaya aneka kue itu karena banyak diilhami oleh tradisi kuliner di kota pelabuhan-pelabuhan yang sering dijejaki oleh pelautnya., dari Tanah Jawa hingga pesisir Sumatera. Kanrejawa atau kue dalam bahasa Indonesia adalah simpul kesan kepelautan dan inspirasi kue di Sulawesi itu.
Pulang dari sana, para pelaut itu juga membawa kue-kue yang bisa dicontoh atau setidaknya dijadikan rujukan untuk bisa berkreasi. Ini satu hal, hal lainnya, juga karena dibawa oleh orang asing sejak bertahun lampau. Apang Paranggi, salah satu kue yang disebut diilhami oleh buatan pendatang Portugis, nun lampau.
Denun, Tamarunang
15/1/2022
Keterangan foto dan nama:
Bannnang-bannang = benang-benang, serupa benang yang dirangkai.
Se’ro’-se’ro’ serupa serok atau wadah pengambil air di gentong.
Baruasa, saya tidak begitu paham makna kata. Bisa jadi dari kata ‘berupacoooo…’ hihi.