PELAKITA.ID – M. Zulficar Mochtar, ketua Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia dan pernah menjadi Dirjen Perikanan Tangkap KKP menuliskan perjalanan hidupnya memasuki usianya yang ke-50 tahun, Menarik dan penting untuk disimak. Yuk!
***
Syukur Alhamdulillah. Allah berikan begitu banyak kemurahan, nikmat dan karunia kepada saya.
Hari ini saya ultah ke-50. Setengah abad. Five-O. Entah bisa lanjut sampai umur berapa. Kalau panjang umur, bisa sampai umur Nabi SAW, 63 tahun, artinya hitung mundur 13 tahun lagi.
Tapi ini Rahasia Tuhan. Mungkin bisa sampai. Bisa juga tidak lanjut sejauh itu. Bisa jadi, ajal tinggal sedepa. Sehingga momentum ultah, sebenarnya adalah pengingat untuk berbenah dan menyiapkan bekal. Redam ambisi yang menyesatkan. Kurangi gaya. Rasionalkan langkah.
Saya tidak akan mengajari caranya bisa sampai umur 50. Yang jelas sayup-sayup saya bisa ingat kalo saat balita, saya lumayan menggemaskan. Namun juga sering mengesalkan. Tidak saya jabarkan lebih jauh.
Saat usia 7-12 saya dimasukkan sekolah di SDN Mangkura. Konon SD terbaik sejagat Makassar. Sempat jadi ketua kelas beberapa kali. Masuk kelas Sampling atau gabungan.
Sempat bikin kelompok CATUR ZIWA dan ZACHAN. Niatnya itu kelompok belajar. Namun belok jadi group main Benteng (Bom) dan Asing. Saya jadi ‘Raja’-nya. Tiap hari pulang keringat. Masuk kelaspun basah kuyup. Gak jelas. Tapi bersekolah dan bermain seolah candu. Nanti biar para anggota kelompok-kelompok itu muncul sendiri di sini. Haha.
Lalu saya masuk SMP 6, Makassar juga. Sebagian sahabat semasa di SD, teryata bergabung juga di SMP 6. Tapi dinamika SMP sudah beda. Tidak mau main Bentengan dan Asing lagi. Gak level.
Ini masanya main Basket dan sempat jadi kutu buku. Dominan buku cerita, novel dan seri-seri bunga rampai. Saya juga semangat bikin kelompok belajar. Namanya LAKERS. Tapi justru bergeser menjadi kelompok basket. Tiap hari ditantang atau menantang.
Menghabiskan waktu-waktu jeda sekolah untuk tanding basket. Ada berbagai klub lain terbentuk. Mudah diduga. Basah kuyup tapi segar tiap hari. Tanding Sepak Bola juga jadi favorit. Sekolah dekat lapangan besar Karebosi.
Di masa SMP saya sering nulis di koran di Pedoman Rakyat, juara lomba karya tulis di beberapa perlombaan dan dapat hadiah dan beasiswa, sering ikut bantu-bantu acara upacara sekolah, dll.
Saya banyak sekali membaca buku. Ribuan jenis buku, cergam, komik, dan bacaan saya libas. Seri Lima Sekawan, Sapta Siaga, Asterix, Alix Pahlawan Galilea, Barbarossa, 4AS, Trio Detektif, Tangui and Laverdure, Agatha Christie, Arad and Maya, Pasukan Mau Tahu, hingga Bobo, Ananda, Kawanku, si Kuncung, dan buku-buku seri pelajaran dan cerita, dll ludes.
Setiap hari, sepulang sekolah, saya sempatkan 1-2 jam di toko buku Bhakti Baru, depan sekolah, membaca. Penjaganya baik. Sayang toko buku ini sudah tutup.
Lalu di SMA 1 Makassar, dinamikanya lebih tinggi. Basket dan sepakbola tetap jalan. Berkawan-kawan lebih intensif. Belajar berorganisasi. Teman-teman yang pintar, baik hati, sabar bercampur dengan yang iseng, bandel, nekad, agresif, dll. Mewarnai pola dan tingkah.
Lalu mulai masuk kampus Kelautan di UNHAS. ‘Tersesat’ di jalan yang benar. Saat itu sangat jarang orang bicara atau menggeluti laut.
Mata makin terbuka betapa Indonesia sangat kaya kelautannya. Puluhan tahun kemudian baru perlahan kelautan menjadi primadona pembangunan. Saat kuliah, banyak praktek ke lapangan. Ini memberikan pemahaman dan pengalaman kuat.
Di samping itu, juga belajar menyelam SCUBA, dan ambil sertifikat selam. Dunia bawah laut luar biasa indahnya. Saya juga sangat menikmati gaul dengan nelayan, masyarakat pesisir, bakar ikan, larut dalam ceria dan canda di berbagai pulau dan desa atau dusun-dusun pesisir.
Sempat magang/belajar di Bakosurtanal, ikut ekspedisi ke Teluk Bone dan Taka Bonerate Bersama P2O-LIPI, dll. Saya menemukan passion di laut.
Pas lulus, saya beruntung langsung ikut Program Pertukaran Pemuda Indonesi-Australia. Ada 17 perwakilan provinsi lain yang keren-keren. Programnya 6 bulan. Keliling, gaul, networking di berbagai kota di Australia seperti Sydney, New Castle, Bathurst, dan Canberra.
Sempat magang kerja di beberapa kantor di Australia, Shortland Wetland Center dan Bathurst Information Center.
Pas balik, saya bersama beberapa sahabat mendirikan sebuah LSM lokal, Yayasan Konservasi Laut (YKL).
Salah satu pioner LSM Kelautan pertama di Indonesia. Kita percaya harus ada yang selalu serius mengawal agar pemanfaatan sumberdaya kelautan tidak melupakan aspek lingkungan dan konservasinya. Alhamdulillah, hingga kini LSM ini aktif dan gesit berkarya di lapangan.
Lalu saya ikut program traineeship selama 6 bulan melalui FINED di Den Haag. Kerja di Kantor Kementerian Tenaga Kerja dan Transportasi, khususnya menangani Tata Kelola Kelautan, Rizk Instituute for Kust en Zee (RIKZ).
Tenggelam mendalami ratusan literatur kelautan dan Coastal Management. Saban hari saya bolak balik dari kantor RIKZ di Den Haag, sorenya ke perpustakaan di kota Delft. Jaraknya paling 30 menitan pake kereta.
Pas balik, saya langsung bergabung dengan banyak figur canggih di USAID-CRMP (Proyek Pesisir), dan kerja di Kalimantan Timur, khususnya Teluk Balikpapan. Bolak balik Balikpapan-Samarinda.
Setelah beberapa tahun, lalu jadi konsultan COREMAP-WB aktif bolak-balik di Taman Nasional Taka Bonerate, Selayar. Mengelilingi dan diskusi dengan nelayan di setiap pulau.
Setelah itu, saya dan berbagai sahabat melihat bahwa isu IUU Fishing dan Destructive Fishing Practices, termasuk bom, bius ikan dan trawl perlu dilawan serius. Lalu Bersama rekan-rekan beberapa LSM mendirikan LSM Destructive Fishing Watch (DFW).
Setelah itu jeda sekolah ke Cardiff, UK sekitar setahun lamanya, mendalami Kebijakan Lingkungan dan pembangunan Berkelanjutan.
Sekembalinya, saya segera bergabung lagi di USAID-MITRA PESISIR (CMRP2) sekitar 3 tahunan, lalu ke Environment Unit (EU-UNDP), kemudian mengawal DFW beberapa tahun, menjadi konsultan di proyek-proyek UNDP, USAID, lalu bergabung ke CCDP-IFAD, sebuah inisiatif pendampingan masyarakat di 180 desa pesisir di Indonesia.
Kemudian, awal 2016, saya akhirnya bergabung ke KKP, dilantik menjadi Kepala Balitbang KKP, lalu setahun berikutnya dilantik lagi menjadi menjadi Kepala BRSDM, sambil jadi PLT Dirjen Perikanan Tangkap sekitar delapan bulan.
Tahun 2018 dilantik lagi menjadi Dirjen Perikanan Tangkap di KKP. Saya mengundurkan diri pertengahan Juli 2020 karena beda prinsip dan arah kebijakan dengan Menteri KP saat itu.
Kini saya memiliki beberapa topi, termasuk Ocean Solutions Indonesia, Courage Consulting, menjadi bagian dari tim SADIGI, sambil menjadi konsultan Individu di TLFF, dll.
Saya tentu terus melangkah. Insya Allah. Saya berharap bisa dorong, kawal dan wujudkan Indonesia menjadi Negara Maritim. Sehingga bisa mensejahterakan negara dan masyarakat. Tidak akan mudah.
Dalam perjalanan yang penuh dinamika tersebut saya mendapatkan pembelajaran penting:
(1) Rencana dan skenario Allah SWT terhadap setiap kita, adalah yang terbaik. Tidak usah gundah, takut atau ragu melangkah. Gas saja terus, Selama niatnya baik;
(2) Doa orang tua itu menembus langit. Jangan abaikan atau merasa hebat.
(3) Perjalanan hidup akan jadi riang dan tidak berat dengan dukungan keluarga. Jadi jangan ego.
(4) Dalam setiap fase perjalanan, selalu banyak kawan baik dan jejaring yang datang dan pergi. Tetap jaga silaturrahim dan rendah hati selalu.
(5) Tujuan manusia diciptakan, adalah untuk mengabdi kepada-Nya. Tidak perlu ada kepatuhan kepada manusia, kalau harus mengkhianati Sang Khalik.
Mungkin segitu dulu. Semoga di usia 50 ini, saya bisa lebih berbenah dan berbekal lebih baik. Terima kasih kepada semua yang telah ikut mendukung, merawat, membesarkan, mendoakan dan mewarnai 49 tahun perjalanan saya. Saya bukan apa-apa tanpa kalian.
Salam takzim!
Editor: K. Azis