PELAKITA.ID – Universitas Hasanuddin melalui Sekolah Pascasarjana kerja sama The Center of Excellence for Marine Resilince and Sustainable Development (MARSAVE) dan GENIALG menghadirkan webinar bertajuk “Tropical Phyconomy Coalition Development”.
Kegiatan berlangsung mulai pukul 14.00 Wita secara daring melalui aplikasi zoom meeting, Rabu (07/07).
Kegiatan resmi dibuka oleh Rektor Unhas Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA. Dalam sambutannya, beliau memberikan apresiasi kepada Sekolah Pascasarjana dan para mitra dalam webinar ini.
Prof Dwia mengatakan webinar seperti ini sangat bermanfaat untuk wadah pengembangan keilmuan melalui diskusi dan berbagi pengalaman penelitian.
Lebih lanjut, Prof. Dwia menambahkan Unhas secara aktif melakukan berbagai kajian riset, salah satunya terkait budidaya rumput laut.
“Kita berharap pandemi ini bisa segera berlalu dan para peneliti bisa berkunjung langsung ke Unhas untuk bertemu dan berdiskusi. Topik hari ini sangat menarik untuk dibahas mengingat dalam proses pembudidayaan rumput laut di wilayah sub-tropis dan perairan tropis tentu ada tantangan tersendiri yang dihadapi,” jelas Prof. Dwia.
Dalam kesempatan yang sama, Dekan Sekolah Pascasarjana Unhas Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, Ph.D., memaparkan materi tentang “Oppurtunities for Stengthening the Indonesia Seaweed Penta-Helix Through Collaboration”.
Prof. Jamal menjelaskan Indonesia memiliki peluang besar untuk mengembangkan industri rumput laut yang memiliki daya saing global dari segi kuantitas, jenis dan kualitas.
Dengan potensi budidaya dan keanekaragaman yang tinggi, Indonesia memiliki peluang mengembangkan berbagai jenis produk rumput laut baik untuk pangan, kosmetik, obat-obatan hingga pakan ternak.
Rumput laut dapat mendukung ketahanan pangan, bahkan dapat berkontribusi pada pangan dunia. Kebutuhan rumput laut sebagai sumber protein alternatif sangat potensial untuk dikembangkan. Budidaya rumput laut secara massal juga sekaligus mampu mendukung mitigasi perubahan iklim dan pencapaian target SDGs
“Untuk mencapai target menjadi produsen komoditas olahan rumput laut terbesar dunia, Indonesia perlu mengadaptasi model kolaborasi penta-helix yang inovatif. Pemerintah, akademisi, industri, komunitas dan media dengan peran serta kontribusi mereka sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang tepat,” jelas Prof. Jamal.
Pembicara lainnya yakni Dr. Loretta Robinson juga menyampaikan pandangannya terkait “Developing Cultivation Systems and Best Management Practices for Carribean Carrageenophytes in USA Waters”.
Dirinya mengatakan negara-negara kecil Karibia dan negara kepulauan kehilangan sumber daya karena perubahan iklim, polusi nutrisi, pengasaman laut, hilangnya habitat padang lamun, tekanan penangkapan ikan, dan kehilangan pendapatan pariwisata sebagai dampak Covid-19.
Loretta mengatakan pengembangan dan pertumbuhan budidaya rumput laut tropis yang dikelola dengan baik di wilayah tersebut dapat membantu mengatasi masalah sambil menyediakan sumber biomassa rumput laut baru dan biofuel di masa depan.
“Kami sedang menjajaki peluang untuk memperluas budidaya rumput laut di Karibia dan Teluk Meksiko bekerja sama dengan mitra di 15 lembaga dengan lokasi penelitian di Puerto Rico, Florida, dan Belize. Bersama-sama kami membuat prototipe sistem budidaya yang memungkinkan kegiatan budidaya ditempatkan di area lepas pantai hingga melakukan analisis ekonomi,” ungkap Loretta.
Temuan dari upaya ini akan disesuaikan dengan kondisi di Karibia dan Teluk Meksiko dan dapat disesuaikan untuk lokasi lain dengan ancaman lingkungan yang serupa atau kebutuhan untuk mata pencaharian alternatif laut.
Webinar ini terbagi dalam empat sesi. Untuk sesi pertama, menghadirkan 11 pembicara. Para peserta yang bergabung antusias memberikan saran dan pandangannya tentang pembudidayaan rumput laut sebagai salah satu komoditi potensial untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Webinar dijadwalkan berlangsung hingga Kamis (8/7). Untuk hari pertama kegiatan berlangsung lancar hingga pukul 17.30 Wita.(*/mir)