Indri Sri Handayani | Media Sosial dan Pembentukan Karakter Kaum Muda

  • Whatsapp
Indri Sri Indrayani (dok: Pribadi)

DPRD Makassar

Indri Sri Handayani, mahasiswa Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, FKM Unhas, membagikan perspektifnya tentang bagaimana media sosial membentuk karakter kaum muda. Mari simak.

PELAKITA.ID = Apakah kamu pernah merasakan bahwa waktu berjalan begitu cepat, meskipun masih ada banyak hal yang ingin dilakukan?  Salah satu penyebabnya adalah kebiasaan scrolling ponsel tanpa henti.

Selain mengurangi produktivitas, aktivitas ini juga berkontribusi pada pembentukan pola pikir dan karakter kita. Akibatnya, perubahan drastis dalam cara kita hidup dan berinteraksi.

Read More

Di era digital, media sosial telah menjadi salah satu elemen utama yang membentuk perilaku dan karakter, khususnya pada remaja.

Berdasarkan laporan dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pada tahun 2024, pengguna internet di Indonesia mencapai 221 juta orang, dengan penetrasi internet sebesar 79,5 persen.

Platform yang paling dominan adalah YouTube dengan 139 juta pengguna, diikuti oleh Instagram, Facebook, WhatsApp, dan TikTok.

Dengan meningkatnya jumlah pengguna, media sosial memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

Teknologi yang terus berkembang ini menawarkan akses mudah ke informasi dan hiburan, namun di balik kemudahannya, terdapat dampak besar terhadap pembentukan karakter, terutama bagi remaja yang sedang mencari identitas diri.

Seiring dengan tingginya penggunaan media sosial, muncul istilah “mager” (malas gerak), yang menggambarkan kecenderungan remaja lebih memilih duduk dan scrolling daripada melakukan kegiatan produktif. Ini bukan sekadar bahasa slang, tetapi cerminan nyata bagaimana teknologi memengaruhi perilaku dan kebiasaan sehari-hari.

Pertanyaannya adalah, sejauh mana media sosial memengaruhi pembentukan karakter remaja?

Media sosial memiliki dampak yang signifikan dalam membentuk karakter individu, terutama di kalangan remaja.

Dengan paparan informasi yang terus-menerus, remaja dapat mengalami perubahan dalam perilaku dan pola pikir mereka. Terlebih lagi, jika mereka terlalu banyak terpapar pada konten yang tidak bernilai, hal ini dapat menyebabkan hilangnya fokus, kesulitan dalam pengambilan keputusan, serta berdampak pada cara mereka menjalani hidup.

Oleh karena itu, situasi ini menjadi masalah serius bagi perkembangan karakter mereka.

Banyak remaja menghabiskan waktu berjam-jam untuk menonton konten di media sosial, sering kali tanpa tujuan yang jelas.

Alih-alih menggunakan waktu mereka untuk menyelesaikan tugas, berolahraga, atau melakukan aktivitas bermanfaat lainnya, namun mereka cenderung memilih untuk scrolling tanpa henti.

Meskipun aktivitas ini dianggap sebagai bentuk hiburan, penggunaan media sosial yang berlebihan dapat mengorbankan kualitas tidur, aktivitas fisik, serta interaksi sosial langsung, yang pada akhirnya mengurangi motivasi mereka untuk bersosialisasi di dunia nyata.

Sebagai konsekuensinya, remaja bisa menjadi kurang berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan mengalami kecemasan atau ketakutan saat harus bersosialisasi, karena lebih memilih untuk tetap diam dan terpaku pada ponsel mereka di rumah.

Lingkungan pertemanan seseorang dapat terlihat dari cara ia berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Media sosial memungkinkan kita untuk terus terpapar pada hal-hal yang kita sukai, sehingga berpotensi membentuk karakter kita.

Para generasi muda, khususnya para remaja, penting untuk lebih kritis dalam menilai apakah aktivitas di media sosial benar-benar mendukung perkembangan diri atau malah menjerumuskan kita pada hal-hal yang merugikan, seperti menghambat produktivitas dan mengurangi interaksi sosial.

Media sosial memiliki tiga komponen utama yang terdiri dari perangkat keras yang berfungsi sebagai alat untuk memproduksi dan menyebarkan konten media, termasuk berita, pesan pribadi, dan gagasan dalam format digital serta individu atau organisasi yang akan menghasilkan atau mengonsumsi informasi tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa pengguna media sosial akan mengonsumsi informasi tersebut dan mengikuti apa yang disampaikan atau diperlihatkan (Prasetya, dkk., 2022).

 Pengalaman mahasiswa

Berdasarkan diskusi dengan para mahasiswa Universitas Hasanuddin, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), yang berlangsung di Lego-Lego FKM, beberapa mahasiswa memberikan pendapat mengenai dampak positif dan negatif dari media sosial.

Penulis dan kawan-kawan seperkulian di FKM Unhas (dok: Istimewa)

“Dampak positifnya adalah bisa mengakses informasi yang lebih mendalam. Namun, dampak negatifnya, saya pernah lupa waktu hanya karena scrolling media sosial seperti TikTok, Instagram, dan Facebook.

Bahkan, saya pernah menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk bermedia sosial,” ungkap Rina.

Dalam penggunaan teknologi yang berlebihan juga dapat menyebabkan kecanduan digital, dengan gejala seperti kesulitan berhenti menggunakan perangkat, mengabaikan tanggung jawab sehari-hari, serta perubahan suasana hati yang drastis ketika tidak dapat mengakses teknologi.

Ketergantungan ini dapat menimbulkan dampak jangka panjang terhadap kesehatan fisik, seperti gangguan tidur, obesitas dan gangguan penglihatan serta masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi (Safitri, dkk., 2024).

“Dampak positifnya adalah kemudahan dalam mengakses informasi dari jarak jauh dan kita juga dapat memanfaatkan media sosial untuk mencari materi pembelajaran,” ungkap Lili mahasiswa lainnya.

“Di sisi lain, dampak negatifnya adalah munculnya iklan atau konten yang tidak sesuai harapan, termasuk hal-hal negatif. Jadi, dampak positif dan negatifnya seimbang, masing-masing 50 persen, tergantung bagaimana kita bijak dalam menggunakan media sosial,” tambahnya.

Internet juga dapat memberikan akses ke berbagai konten dan memberikan iklan yang  kurang baik diperlihatkan, hal ini tidak semuanya cocok untuk semua kalangan usia.

Konten negatif seperti pornografi, kekerasan, dan ujaran kebencian dapat dengan mudah diakses dan berdampak buruk pada perkembangan moral serta emosional generasi muda. Maka ini sangat penting bagi kaum pemuda untuk bijak dalam menggunakan media sosial.

“Dampak negatif dari media sosial adalah saya merasa tidak percaya diri (insecure) setelah melihat pencapaian atau kesuksesan orang lain. Namun, dampak positifnya, saya justru menjadi termotivasi dan memiliki minat untuk mencoba hal yang sama,” ungkap Aril, seorang mahasiswa lainnya.

Melihat pencapaian kesuksesan seseorang dari unggahan media sosial dapat memberikan dampak negatif maupun positif.

Dampak negatifnya adalah perasaan insecure karena membandingkan diri dengan pencapaian orang lain di media sosial.

Sementara itu, dampak positifnya adalah seseorang menjadi termotivasi untuk terus belajar, dan para kaum muda terinspirasi untuk bekerja keras demi mencapai kesuksesan.

Perkembangan teknologi dan media sosial berdampak besar pada pembentukan karakter, terutama di kalangan remaja. Penggunaan berlebihan bisa memicu malas bergerak, kecanduan digital, dan menurunnya interaksi sosial, sementara konten positif dapat memperluas wawasan dan meningkatkan keterampilan. Oleh karena itu, keseimbangan sangat penting.

Pertanyaannya, sudahkah kamu menggunakan media sosial dengan bijak?

Untuk melepaskan diri dari bahaya media sosial, mulailah mencari hobi baru yang tidak terikat dengan dunia maya seperti baca buku.

Atur waktu digital dengan bijak dan batasi penggunaan media sosial, serta hindari memeriksa ponsel saat bangun tidur. Berpetualanglah di dunia nyata dan tingkatkan interaksi sosial dengan bergabung dalam komunitas positif.

Fokuslah pada proses belajar tanpa gangguan ponsel dan jauhkan diri dari pengaruh negatif serta manfaatkan media sosial untuk pengembangan diri dengan memilih konten yang bermanfaat.

Adapun aplikasi yang dapat membantu kamu untuk mengelola waktu dan aktivitasmu yaitu menggunakan aplikasi seperti Google Keep atau Life Reminder.

Ikuti role model yang memberi dampak positif, seperti Vina Muliana dengan tips kariernya, atau Sherly Annavita, seorang influencer muda yang kerap menyuarakan pemikiran kritis dan inspiratif lewat media sosial.

Gunakan media sosial sebagai alat untuk perkembangan diri, bukan sekadar hiburan. Apa yang kamu lihat dan ikuti akan membentuk karaktermu, jadi pilih dengan bijak.

___

Tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis, dan merupakan kerjasama antara penulis dengan Pelakita.ID untuk promosi kesehatan dan ilmu perilaku. 

 

 

Related posts