PELAKITA.ID – Kabupaten Maros adalah salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang telah menyiapkan Unit Layanan Dasar (ULD) Pendidikan Inklusif. Terdapat 14 orang anggotanya yang berasal dari sejumlah latar belakang pemangku kepentingan dan profesi.
Apa yang dicapai Kabupaten Maros itu mendapat apresiasi dari sejumlah lembaga pembangunan internasional termasuk Program Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif (INKLUSI).
INKLUSI adalah inisiatif untuk melanjutkan dukungan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia, yang membangun lebih lanjut kemajuan di bidang kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, inklusi sosial, serta penguatan masyarakat sipil.
“Dukungan tersebut termasuk bagi pengalaman, pembelajaran, dan replikasi dalam pembangunan berbasis masyarakat, penguatan masyarakat sipil, pemberdayaan perempuan, dan program pembangunan inklusif,” Lusia Palulungan, Program Manager INKLUSI-Yayasna BaKTI terkait eksistensi INKLUSI dan kontribusinya pada pembangunan daerah.
Lusia menyebut, INKLUSI membangun lebih lanjut kerja-kerja OMS (Organisasi Masyarakat Sipil) dan gerakan sosial di Indonesia untuk Kesetaraan Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (GEDSI).
“Tujuan pendidikan inklusif seperti yang didorong di Maros ini adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai kebutuhan dan kemampuannya,” kata Lusia.
Penguatan ULD
Menurut Ismawaty, dari INKLUSI-Yayasan BaKTI di Maris, sekolah inklusi yang dimaksudkan menyiapkan anak dengan mengasah potensi, memperdalam keinginan kemudian mempersiapkan serta memberikan gambaran terkait dengan dunia industrinya di masa depan.
“Kegiatan penguatan ini dilaksanakan untuk mengetahui kondisi eksisting ULD di Maros, baik berkaitan kapasitas maupun aspek yang berkaitan dalam hal kebijakan, mekanisme perencanaan, dan peluang pengembangan program ke depannya,” jelas Ismawaty.
“Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman Tim ULD, dan Pengawas, Penilik sekolah dalam pelaksanaan pendidikan Inklusif di Kabupaten Maros,” ucap Isma.
”Yang kedua adalah mengidentifikasi dan menyusun strategi pelaksanaan Pendidikan Inklusif di Kabupaten Maros,” tambahnya.
Kegiatan dilaksanakan kegiatan pada Selasa, 12 November 2024 di Cafe Al Fayyad dengan mengadopsi metode presentasi, tanya Jjwab dan diskusi terfokus terkait strategi dalam pelaksanaan pendidikan inklusif di Kabupaten Maris.
Sekretaris Daerah Kabupatren Maros A. Davied Syamsuddin,S.STP,M.Si menjadi narasumber pertama yang memaparkan aspek Kebijakan Daerah terkait Penyiapan Guru dalam mendukung pendidikan inklusif.
Yang kedua adalah Oky Eka Setiawan, Koordinator Pokja Pendidikan Inklusif SMA Dikdasmenristek. Materi yang dipaparkan adalah Aspek Kebijakan Pemerintah Nasional kelembagaan ULD Pendidikan, Pelaksanaan Pendidikan Inklusif.
Berikutnya adalah Rahmaniar, Spd, MPd dari BBPMP Sulawesis Selatan yang membahas Peran ULD Pendidikan dalam Inplementasi Pendidikan Inklusif, Keberagaman dan bentuk layanan.
Peserta kegiatan ini adalah anggota ULD pendidikan 14 orang, Komite Disbailitas Daerah/KDD, penilikPLS, penilik TK, pengawas SD, pengawas SMP, media, Inklusi BaKTI Makassar dan Maros
Proses Kegiatan
Pelaksanaan kegiatran diawal oleh pengantar oleh fasilitator kegiatan Kamaruddin Azis, yang menyampaikan alur kegiatan. Pada sesi ini dijelaskan nama kegiatan, tujuan, metode dan narasumber.
Disebutkan bahwa dasar pelaksanaan kegiatan ini adalah dalam rangka mengaktualisasikan tujuan Inklusi – Yayasan BaKTI yang ingin mendorong pembangunan yang inklusi, dimana tidak ada lagi kelmpok rentan diabaikan dalam perencanaan pembangunan seperti kelompok perempuan dan anak, penyandang disabilitas atau difabel.
Pada kesempatan pertama, diberikan kesempatan kepada Sekretaris Daerah Maros, A. Davied Syamsuddin. Davied menyebut ada sejumlah urusan yang mendasar yang selasar dengan pendidikan inklusif seperti urusan kesehatan, infrastrktur, sosial dan pelayanan dasar.
“Semua kabupaten kota mempunyai Dinas Pendidikan itu artinya pendidikan menjadi aspek mendasar dan prioritas. Meski demikian dia menyebut tidak semua urusan pembangunan daerah mempunyai prioritas yang sama,” kata Davied.
“Komposisinya itu, meliputi belanja pegawai, 37 persen yang membiayai, gaji tunjangan. Untuk saat ini mandatory spending mencapai 20 persen untuk bidang pendidikan, 10 persen untuk kesehatan, 15 persen untuk infrastruktur, hingga BPJS sebesar 4 persen,” kata A. Davied .
Dia menyebut untuk urusan pendidikan di Maros, alokasi anggaran mencapai 465 miliar atau paling besar. “Maros sebagai kabupaten yang inklusi, untuk mewujudkannya harus lilnier dengan dengan di atasnya. Ini kekuatan kita.”
Dia sebutkan ada empat hal yang perlu menjadi atensi dalam bidang pendidikan di Maros. Pertama, terkait peserta didik, kedua adalah tenaga pendidik. Hal fundamental adalah peserta diidk.
“Ketiga adalah sarana prasarana pendidikan, seperti papan tulis, sekarang ada smart board,” kata dia. Keempat adalah Metode pendidikan. “Makanya ada kurikulum, ekstrakurikuler. Itu adalah metode pendidikan. Atau bagaimana bahasa guru ke peserta didik,” ucapnya.
Menurut Davied , ada dua hal pokok yang mesti diperjelas dalam pendidikan inklusi yaitu perencanaan dan pelaksanaan. Perlu menggerakkan layanan unit disablitas.
Terkait pendidikan inklusif, mestinya dibuat rencana yang kemudian dianalisis oleh Dinas Pendidikan. Rencana strategis dimaksud misalnya ada percontohah sekolah disabilitas, atau fokus, sentralisasi atau semua unit layanan disabilitas difasilitasi dengan pendampingan, monitoring atau edukasi.
Oky Eka Setiawan, dari Kemendikbudristek menyebut Kebijakan Nasional mengenai Unit Layanan Disabilitas (ULD) dan Pendidikan Inklusi yang diatur oleh Kemendikbudristek mengacu pada beberapa ketentuan untuk mendukung akses pendidikan inklusif bagi penyandang disabilitas.
Dalam Permendikbudristek No. 48 Tahun 2023, disebutkan, kebijakan ini mewajibkan pembentukan ULD pada semua jenjang pendidikan formal, termasuk pendidikan tinggi, sebagai bentuk akomodasi yang layak.
“ULD bertugas menyediakan dukungan layanan dan fasilitas, yang mencakup penyediaan sarana prasarana, anggaran, kurikulum khusus, serta pelatihan tenaga pendidik untuk menangani kebutuhan khusus,” kata Oku.
Pada paparan yang dilansungkan secara daring itu direspon oleh salah seorang peserta bernama Dicky Tahitoe menyampaikan pengalaman tentang adanya sekolah yang mempunya anak didik disabilitas.
Dikatakan Dicky, solusinya adalah dengan menunjuk guru untuk berperan ganda sebagai yang menuntun murid dimaksud. Hal yang disebutnya mestinya ada asesmen untuk itu, tentang kemampuan guru dan perlu memastikan ketersediaan guru yang kompeten.
Rahmaniar, memaparkan sejumlah kebijakan nasilnal, provinsi dan bagaimana layanan yang disediakan oleh Unit Layanan Disabilitas (ULD) pada bidang pendidikan, seperti yang diinisiasi Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Dia menyebut tujuannya adalah mendukung pendidikan inklusif bagi peserta didik penyandang disabilitas.
ULD di tingkat daerah diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2020 dan Permendikbudristek No. 48 Tahun 2023 untuk menyediakan akomodasi layak, fasilitas akses, dan dukungan pendidikan khusus.
Dikatakan, ULD dapat bebekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, organisasi masyarakat, dan satuan pendidikan, untuk memperluas implementasi pendidikan inklusif di seluruh Indonesia, mengatasi keterbatasan sarana, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pendidikan inklusi.
Para peserta mengusulkan sejumlah langkah-langkah strategis agar isu pendidikan inklusif melalui melalui fasilitasi ULD berjalan efektif di Maros.
Beberapa di antaranya, Pendataan jumlah peserta didik dan kebutuhan tenaga pendidik kebutuhan khusus. Melakukan asesmen untuk identifikasi jenis kebutuhan khusus.
Kemudian, membantu identifikasi dan pelaksanaan pelatihan dan advokasi. Mendorong kolaborasi antar komunitas antar sekolah, dengan pemerintah setempat
Berikutnya adalah memfasilitasi penyusun rencana pendidikan inkulsif. Sosialsasi ke sekolah binaan. Penguatan pelaksanaan pendidikan inklusif dan memantau pelaksanaan kegiatan pendidikan inklusif di sekolah.
Redaksi