PELAKITA.ID – Pada setiap profesi selalu saja ada sosok uniknya. Bertindak diluar kebiasaan. Tak lazim. Bahkan cenderung anomali. Seperti seorang dokter muda di Makassar, Sulawesi Selatan ini.
Penampilannya simpel dan casual. Kaos oblong warna hitam dan celana jeans kostum kesukaannya. Dibagian bawah, sepatu kets ala anak milienial. Sehari-hari ia gampang ditemui. Tak perlu buat janji. Cukup datang ke warung kopi (warkop) atau café.
Di sana tak sekedar seruput kopi, ia sering wara-wiri sembari ngobrol berbagi edukasi maupun layanan konsultasi kesehatan. Bahkan tak jarang mendadak praktek medis ringan bila ada pengunjung warkop yang membutuhkan. Semuanya gratis.
Pernah suatu pagi, cerita seorang kawan yang sedang asyik seruput kopi sembari ngobrol dan bercengkrama bersama teman-temannya di sebuah warkop. Tiba-tiba datang menyeruak seorang pria berkaos oblong warna hitam dengan celana jeans ikut nimbrung. Duduk dan memesan kopi hitam.
“Ada dok?” tanya kawan itu.
“Tunggu sebentar saya ambil dimobil,” jawabnya berlalu keluar ke arah parkiran.
Para pengunjung warkop lainnya terdiam. Mereka saling tatap satu sama lainnya. Mengangkat bahunya. Seolah tak percaya. Pria berkaos oblong barusan – yang dimata mereka dianggap hanya pengunjung biasa- rupanya seorang dokter.
Tak lama berselang, pria itu muncul kembali menghampiri kawan tadi dengan membawa tas kecil. Ia meminta menaikkan lengan bajunya. Lalu jarum suntik menghujam kulitnya. Sat set.
“Biasa habis disuntik vitamin c dari dokter koboi,” katanya. Ha?! Saya terkejut dan menyimpan rasa penasaran dengan sebutan terhadap dokter muda tersebut. Nama sebenarnya yang asli: dr.Wahyudi Muchsin SH, M.Kes.
Saya baru mendengar ada sapaan “dokter koboi”. Koboi dimaksud dugaan saya terkait style yang rada “ugal-ugalan”. Tapi sepintas penampilannya justru jauh dari kesan atau image seperti itu. Malah cenderung kalem dan bicaranya juga pelan. Tidak seperti aksi para koboi dalam film-film Hollywood.
Untuk menjawab rasa penasaran, saya menghubungi dokter Wahyudi melalui pesan chat whatsapp.
“Sejak kapan sebutan dokter koboi itu disematkan pada diri anda?” tanya saya.
“Saya juga tidak tahu. Yang pasti itu bukan dari saya,” jawabnya.
Karena tak puas jawabannya, saya mencoba mencari “second opinion”. Melalui orang dekatnya. Dengan pertanyaan yang sama.
“Karena dia selalu ada di mana-mana dan kerap jadi penolong untuk apa saja. Seperti laiknya seorang koboi. Dia bisa apa saja. tanda pengenal lainnya, nyaris ke mana-mana dan aktif kegiatan apa saja dengan selalu pakai kaos oblong warna hitam,” jelas Faisal Syam, wartawan senior di koran lokal ternama di kota Makassar.
Selama ini, lanjut Faisal, Yudi- begitu ia akrab disapa- bukan sekedar dokter biasa. Ia dikenal dokter muda yang konsen dan punya seabrek aktifitas sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan. Pun aktif terjun di daerah bencana alam atau masyarakat untuk pemeriksaan kesehatan maupun pengobatan gratis.
Pernah juga ia menginisiasi event “Bergaya” (Berbagi dengan seribu anak panti asuhan) yang menghimpun 1.000 anak-anak panti asuhan dari berbagai tempat di Makassar.
Ketertarikan Yudi di dunia kedokteran, diawali sejak kecil. Melihat ibunya, Radiana Makmur Muchsin. Saat melakukan pekerjaan sebagai seorang dokter tanpa pamrih dan bersikap profesonal dalam bekerja, membuat dirinya terinspirasi dan bertekad yang sama. “Ibu saya yang palling menginspirasi saya menjadi seperti saat ini,” kenangnya.
Dokter Yudi berasal dari keluarga yang berlatar belakang dokter. Selain ibunya, ketiga adiknya semua dokter. Yakni dr Dewi Setiawati Sp OG M Kes, dr Diana Muchsin Sp KK, M Kes dan dr Achmad Harun Muchsin Sp. S. Ia sendiri menikah dengan Novita Kumala Sari SE, MM dan dikaruniai seorang anak, Rayhan Yuvito Wahyudi.
Pria kelahiran Makassar 29 November 1979 ini seorang pencari ilmu yang tekun. Haus pengetahuan. Setelah sepuluh tahun menjadi dokter lulusan FK Universitas Muslim Indonesia (UMI), ia lanjut kuliah di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas).
Tak hanya menggondol gelar sarjana hukum, ia lanjut menjadi seorang lawyer. Pun gelar magister kesehatan diraihnya di UMI Makassar pada masa pandemi covid-19 berkecamuk. Dan saat ini sedang merampungkan program pendidikan doctor (S-3) di FK Unhas Makassar.
Ia beranggapan seorang dokter harus paham mengenai hukum. Ketertarikannya dalam dunia hukum karena ucapan sang ayah, Muchsin Tjinu. Baginya profesi pengacara yang didapatkannya diharapkan untuk membela kawan-kawan sejawatnya jika menghadapi proses hukum. “Sangat afdol, jika dokter juga punya ilmu tentang hukum,” tuturnya.
Selain itu, mungkin tak banyak yang tahu, Humas IDI cabang Makassar ini juga seorang produser film. Judul film yang pernah diproduserinya antara lain “Uang Panai”, yang merupakan box office film lokal pertama di Indonesia dan film berjudul “Assalamu Alaikum Calon Imam” yang merupakan kolaborasi dengan sineas Jakarta dan tembus 150 layar bioskop nasional. Bahkan Yudi membuat rumah produksi sendiri untuk mengembangkan hobinya itu.
Di bidang olahraga, Kepala Humas dan Kerjasama Universitas Islam Makassar (UIM) ini tercatat sebagai Ketua Persatuan Kempo Indonesia (Perkemi) cabang Makassar. Bahkan ia ikut ‘nyemplung” ke dunia politik. Dimana ia pernah menjadi sekretaris Nasdem pertama di Makassar, lalu ke partai Demokrat, partai Golkar dan saat ini menjadi Wakil Ketua PKB Makassar. Hanya belum beruntung menjadi anggota dewan setelah pernah nyaleg lewat partai Nasdem cuma belum beruntung .
Di bidang pendidikan, dokter koboi juga dikenal penggerak literasi yang diawali dari Gerakan Makassar Gemar Membaca (GMGM), juga sekaligus sebagai duta perpustakaan nasional. Yang cukup fenomenal saat dokter koboi menggelar masa orientasi siswa (MOS) bersama di Lapangan Karebosi, Makassar, Selasa, 28 Juli 2015.
Kegiatan diikuti sekitar 51.000 pelajar SD,SMP, dan SMA se Kota Makassar dan berhasil memecahkan Rekor Muri.
Beberapa waktu silam, dokter Yudi menerbitkan buku kumpulan catatannya di platform medsos facebook. Judulnya: Catatan Pagi Dokter Koboi. Tebalnya 148 halaman. Isinya soal filosopi hidup, makna persahabatan, rezeki, dan membangun silaturahmi. Juga ada tulisan motivasi dan kisah-kisah inspiratif. Berbagai catatan dokter koboi ini lahir dengan mudah dalam setiap pertemuan dengan sahabatnya.
Menurut editor bukunya, Fachruddin Palapa, konten buku dokter koboi itu adalah cermin dari aktivitas dan pergaulan penulisnya yang agak “koboi” yang diupload pada dinding facebooknya.
“Sebagai editor, saya tidak banyak mengubah tulisan-tulisan itu agar tidak mengurangi kadar ke-koboi-annya. Tulisan-tulisan dokter Yudi itu disajikan apa adanya. Natural. Tidak dibuat-buat,” papar Fachrudin dalam rilis saat launching buku itu diatas geladak perahu legendaris Phinisi yang bersandar di bibir Pantai Losari Makassar. Event itu memecahkan rekor prestasi Indonesia LEPRID dan semua hasil penjualan buku puluhan juta didonasikan bagi anak penderita kanker melalui Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia Kota Makassar.
Meskipun sudah haji empat kali ia enggan menambahkan gelar haji depan nama atau dipanggil “dokter haji” atau “pak haji”.
Sebab baginya haji itu ibadah kepada Allah bukan gelar yang harus di pasang. “Alhamdulillah empat kali ke Baitullah sebagai dokter petugas haji ONH plus mengurus tamu-tamu Allah adalah ibadah yang paling membahagiakan buat saya,” tuturnya penuh haru.
Akhirnya, dugaan saya tak meleset jauh. Sebutan dokter koboi karena dokter Yudi memang “ugal-ugalan” di bermacam aktifitas sosial. Ada dimana-mana. Hadir saat dibutuhkan. Tak nampak layaknya seorang dokter pada umumnya. Dan teman-teman wartawan setempat yang mempopulerkan sebutan itu. Ia dikenal dekat dengan mereka dan sosok media darling.
“Anda keberatan dengan sebutan itu?” tanyaku memancing reaksinya.
“Gak apa-apa. Biar ada pembeda. Soalnya nama Yudi sangat pasaran hehe,” ujarnya tersenyum. *
(Rusman Madjulekka).