Pete-peta Kampus Unhas Tersisa 70-an, Wattunnami Kapang!

  • Whatsapp

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Saat mahasiswa, pete-pete 07 rute Pettarani – Kampus Unhas Tamalanrea adalah langganan, kita semua. Langgan penulis saat hilir mudik Galesong – Kampus Unhas Tamalanrea.

Jauh dekat, dua ratus rupiah, bisa kurang, kala itu.

Moda ini lekat di hati mahasiswa Unhas. Banyak kenangan di atasnya. Salah satunya saat disinisi sopir berkumis tebal 07. Karena kedapatan membawa ikan kering bete-bete pemberian nenek yang amat berbau. Sekira dalam tahun 95 jelang wisuda.

”Coba bilang memang kalau ikan kering bau dibawa.”

Begitu sungut sopir saat saya merogoh kocek dan turun dari pete-pete, lebih cepat dari perkiraan.

Segera percepat langkah dengan kardus isi kering bete-bete di tangan. Sopir itu tidakmasuk melalui Pintu 1 dengan alasan sudah gelap.

Japruts!

Tapi begitulah, intinya, 07 adalah pahlawan untuk mahasiswa asal kampung seperti saya. Bisa masuk kampus dan tak harus jalan kaki dari Pintu 1 ke Pondok Texas, samping lapangan tenis Unhas kala itu.

Bertemu Sirajuddin

Beberapa hari lalu, saat hendak ke Rektorat Unhas, penulis naik 07 dari Pettarani. Ada semangat yang membuncah saat Sang Sopir bernama Sirajuddin bercerita sejarah pete-pete kampus Unhas dan realitas yang dihadapinya.

”Kita kenal Iwan?” tanyaku. ”Kenal sekali.” kata pria usia 40 tahun ini tentang pentolan KAKMU atau Koperasi Angkutan Kampus Unhas, nun lampau. Iwan sering kita jumpai di termnial Kampus Unhas, di sebelah Gedung Pettarani.

Sirajuddin memulai pembicaraan dengan menyebut kenangan selama pandemi Covid 2020 sampai 2022 sesungguhnya menjadi cerita baik tentang pendapatan yang ’rebound’ sebagai sopir 07.

Menurutnya, sebelumnya, antara tahun 2000-an hingga memasuki tahun 2020, layanan pete-pete kampus ibarat antara hidup segan, mati tak mau.

”Lebih teratur, saat pandemi, ada yang perhatikan, ada pengelola online. Banyak mahasiswa yang naik pete-pete karena sudah ada aplikasi. Bahkan kalau naik kita bilang bisa gratiskan, maksudnya bisa bayar belakangan. Pakai aplikasi Dana atau Gopay,” ungkap Sirajuddin.

”Saat itu saya kelola ada 10 unit yang pakai aplikasi, operasinya sampai enam bulan-ji. Kami bayar di situ, bayar perminggu, kadang per bulan. Kita setor di Pemerintah Kota,” kata dia.

Sirajuddin menyebut dia ditarget untuk mencari tiga ribuan penumpang untuk waktu tertentu. “Bisa dapat waktu itu karena Corona, pesan online,” kata dia.

“Kalau kami ada 10 pete-pete lewat aplikasi, bisa muat 50 satu mobil, jadi kalau 10 bisa sampai 500 dua minggu, tiga bisa bisa dapat 500 perharii,” ucapnya.

Pandemi Covid yang disebut tiada lagi menjadi salah satu alasan mengapa dia kembali ke masa suram seperti pemilik dan supir pete-pete.

Tiga rute yang bertahan

Saat ini, Sirajuddin menyebut praktis hanya tiga rute yang beroperasi, ada 05, 07 dan satu dua dari 02 atau 03, bahkan tidak ada.

“Yang 05 rute jauh, jantung kota nahantang jadi masih banyak,” kata pria yang mengaku telah 17 tahun membawa pete-petenya. Pernah pula dia sewakan ke sopir tembak, sopir harian, bukan pemilik.

Tentang mobilnya itu, Sirajuddin menyebut dibeli tahun 2006. “Penumpang masih banyak-banyaknya, harga mobil seken itu saya beli 80 juta,” ungkapnya.

“Sempat juga dikasih ke sopir tembak, bisa dampat 100 ribu sampai 150 ribu perhari masa itu, sekarang kalau dapat pembeli bensin, lumayan-mi,” kata dia.

Yang juga bikin mendelik adalah informasi tentang sewa izin tratek jalur seperti Pettarani itu. “Saat itu, kami bayar izin trayek hampir seratus juta,” ujarnya. “Bayar trayek saja hampri seratus juta.”

“Itu di luar mobil, jadi bisa ratusan juta harganya, dibayar di KAKMU, karena izin mereka yang kasih,” kata sopir yang cukup rapi untuk ukuran sopir di Makassar.

Di tahun 90-an, jumlah pete-pete kampus disebut mencapai jumlah 300 ratusan. Rute yang ada beragam, ada yang sampai Pettarani, Rappokalling, Tallo, hingga Pannampu.

Kampus Unhas kian dekat. Sira masih terus bercerita. Dia menyebut untuk armada 07 tersisa yang melayani rute Pettarani – Kampus Tamalanrea sekitar 25 unit tersisa.

“Ada dua puluh lima kayaknya,” kata dia. Bandingkami dengan tahun 90-an yang jumlahnya mencapai ratusan. “Saat ini pete-pete paling banyak yang melayani rute kampus adalah 05, Jalan Dangko – Cendrawasih – Sungai Saddang – Masjid Raya – Urip – Perintis.

Tentang pete=petenya, Sira menggunakannya lebih banyak mengangkut barang ke Pasar Daya, pagi-pagi sekali ke pasar, macam-macam jualannya, sama istri” ungkapnya.

Jika urusan sudah selesai, Sirajuddin jadi supir 07 sementara istrinya di pasar. “Bisa disebut, pete-pete ini sampingan mami,” katanya.

Organisasi atau Koperasi KAKMU pun tak seperti dulu, bahkan nyaris redup. Taksi online, grab, Gojek, Gocar, Maxim, dan lain sebagainya kini menjadi pesaingnya. Teman Bus dari dan ke Kampus Unhas Tamalanrea dan Kampus Teknik Gowa pun ikut menjadi pesaing lainnya.

Sekarang, jika kita yang masih rindu naik pete-pete 07 atau 05, jangan menganggap akan sama dengan tahun-tahun 80-an atau 90-an, kita bisa saja menunggu 30 menit sampai sejam untuk dapat keduanya.

Wattunami kapang!

Penulis: Denun

Related posts