Kolom Anno A S: Konektivitas Digital dari Tanah Mandar

  • Whatsapp
Anno A.S (dok: Istimewa)

DPRD Makassar

Saya hendak merasai ketakutan warga Polmas agar sudut pandang visual benar benar  penuh arti, partisipatif istilahnya.  Hanya kamera yang aku bungkus mantel agar tak basah oleh derasnya hujan.

PELAKITA.ID – Kutatap layar televisi itu. Menunggu siaran yang mana  wajahku akan  tampil di stasiun televisi, Trans TV. Nama program kala itu adalah Berita Trans Petang.

Lelah tak keruan  setelah sekian lama  perjalananku yang menempuh waktu yang kutak tau lagi berapa kilo jaraknya. Yang kuingat dan terngiang dari produserku saat itu dari balik selular.

Read More

“No aku tak mau tahu, gambarnya tayang besok di stasiun kita. Pukul 18.00 Wita”.

Kucarilah sopir yang akan mengantarku ke Polmas dan Kabupaten Majene.

Teman teman, semua.

True Story  2003

‘Sius, saya pun tak mau tahu. Besok kita tiba di Makassar paling lambat jam lima sore”  Ini perjanjianku pada sopir jika ingin kusewa mobil kijangnya. Maka malam itu, main gaslah kawan sopirku ini. Kami berangkat sekiranya pukul 23.00 wita.

Yang kulaporkan adalah bencana banjir dan tanah longsor di Majene dan Polmas.

Tak kurasai pula berapa lama perjalanan itu sebab sepanjang perjalanan saya memilih tidur.

Kawanku. Betapa  senangnya jika saya mendapati tugas seperti itu. Bukan apanya sobat, itu artinya kejadian di wilayahku Indonesia Timur akan ditonton oleh pemerintah pusat di Jakarta dan seluruh Indonesia. Sebab dengan demikian mereka akan simpati dan memperhatikan.

Saya kadang protes dan tak menerima jika kejadian Indonesia Timur tak mendapat slot di stasiun tv masa masa itu. Kerapkali kuprotes dan mencak mencak.

Bukan tanpa dalih sobat. Kami juga adalah bagian dari Indonesia, malah setiap jengkal sesuatu yang terjadi di tanah kami maka sepantasnya mendapat slot dalam layar televisi nasional. Jujur kawan, saya biasa geram!

Maka dari itu saya senang jika mendapat penugasan seperti di Majene dan Polman masa itu.

Hujan masih deras kami pun telah sampai di Polmas. Pertamakali yang kubidik adalah Polmas.

Wajah wajah penuh harap dan ketakutan masih terekam di sudut lensaku.

Tak kusia siakan lalu aku close up sedemikian jelas wajah ketakutan itu. Hujan deras tak kuhiraukan, badanku kubiarkan  kuyup dihujani air.

Saya hendak merasai ketakutan warga Polmas agar sudut pandang visual benar benar penuh arti, partisipatif istilahnya.  Hanya kamera yang aku bungkus mantel agar tak basah oleh derasnya hujan.

Dari bilik telinga kananku kudengar suara tangisan, memecah daun telinga meminta belas kasih. Semakin menambah kegelisahan dan semangatku untuk merekam sedalam dalamnya. Sopirku datang menghampiri, sudah pukul 10.00 katanya.

“Kita belum ke Majene” tegurnya.  Cukup lalu kami pun tancap gas menuju Majene.

Guna memastikan bahwa aku benar benar  di lokasi maka lensa membidik ke arahku. Kuambilnya tripod lalu aku kunci erat erat kamera. Kubalik layar monitornya. Istilah kekiniannya adalah vlog tetapi dalam dunia televisi kami namai on cam.

“Saat ini sedang saya berada di Kabupaten Majene, lokasi banjir yang melanda sejak dua hari terakhir.

Banyak warga yang ketakutan keluar rumah sebab hujan deras masih terus berlangsung”

Demikian laporan saya dari Polmas dan Majene Sulawesi Selatan

Tepat pukul 18.00 wita laporan ku ini bergema se tanah air. Produser tak menyangka saya dapat menggarap liputan tersebut hingga mendapatkan visual dramatik lalu suasana masih hujan.

Betapa girangnya sebab saya dapat menembus kekokohan slot di Jakarta untuk tayangan dari tanah Mandar. Ekslusif tentunya. Penuh harapan tayangan ini akan mendapat resfon dari Jakarta agar korban banjir mendapat perhatian serius dari negara, kala itu.

Pembaca yang baik.

Konektivitas informasi tentang Indonesia Timur  menjadi salah satu visi saya melakoni dunia jurnalis. Hal hal yang tersembunyi tentang  daerah ini kerap kucarikan celah dan cara agar mendapat slot tayangan. Bukan itu saja sobat.

“Menjual” segala ragam, kuliner, sesuatu yang unik, budaya dan istiadatnya kerapkali menjadi jualan saya ke jakarta.  Semata mata agar jejak langkah orang orang timur tayang di tv nasional.

Sebenarnya tulisan ini telah lama, karena kesibukan menemani Pj Bahtiar Baharuddin keluar masuk kampung di Sulbar maka pagi ini kutuntaskan untuk kawan kawan bisa bacai. Itupun jika sempat dan berkenan sebab tulisan ini lumayan menyita waktu. Tetapi jika kawan kawan membaca sambil ngopi dan menikmati pisang goreng rasa Sulbar, maka yakinlah.

Dan detik ini pula telah hampir dua bulan di tanah Mandar. Melakoni tugas yang sedang kuemban mendampingi Pj Bahtiar Baharuddin selama bekerja di Sulbar. Sebagai provinsi yang berjibaku mengejar ketertinggalan, maka segala hal tentang duniaku akan kulakoni pula di sini.

Yah, tentang konektivitas digital itu. Ingin kubawa terbang jauh cerita tentang Sulbar.

Oh iya, ingin pula nanti kutulis pengalamanku meliput konflik  ATM “Aralle, Tabulahan, Mambie” Mamasa yang terjadi pada 2004 silam, tepat 20 tahun yang lalu. Mungkin setelah tiba di Mamasa, minggu malam esok.  Di sana kerapkali  saya berjibaku dengan pelaku konflik. Seru!

#Anno#PjBahtiar#Sulbar2024#ekonomibiru#ekonomohijau#digital

Editor: Denun

Related posts