Unhas memang harus, dan memang perlu membuka saluran komunikasi selama 24 jam penuh untuk memastikan setiap pertanyaan atau klarifikasi dapat segera diberikan.
Sawedi Muhammad, Sekretaris Rektor Unhas
PELAKITA.ID – Kampus Unhas Tamalanrea, pada sore nan gegas, di awal bulan Juli 2024. Saya bergerak dari halaman Fakultas Kesehatan Masyarakat ke Rektorat Unhas.
Istri saya heran, lalu bertanya. “Untuk apa ke sana, belumpa-ki tawwa janjian.” Tapi kami terus saja.
”Di manaki, dinda? Saya tungguki,” sapa seorang Guru Besar FKM Unhas via WA. ”Sudah bergeser kanda ke Rektorat.”
Tamalanrea gerimis, penulis bergegas ke lantai dua ingin bersua Doel. Yang dicari sedang tak di tempat. Dia dosen FEB Unhas yang mengurusi bidang kemahasiswaan. Entah mengapa, selalu sosok ini yang pertama muncul saat bicara Rektorat Unhas.
”Ada kegiatan di Hotel Unhas, di depan,” kata pria yang duduk di dekat pintu terkait kolega asal FEB Unhas itu.
”Sudah janjian-ki pak?” tanya pria itu.
”Tidak.”
Lalu penulis lanjut ke lantai lima. Di sana ada Direktur Alumni, Andi Akhmar.
Dia duduk berhadapan dengan dua orang. Terakhir ke ruangan ini sekira lima bulan lalu.
”Sedang buat laporan sama adik-adik ini, Denun.” Balas dosen FIB Unhas, yang setahuku punya pengalaman bekerja di LSM.
Segelas teh hangat datang, ada penganan kering dalam toples di hadapan. Tanpa diminta, tangan bergerak.
”Beginilah, kami sedang menyusun laporan kegiatan terkait kealumnian,” kata Akhmar seraya melemparkan badannya ke kursi empuk panjang. Kami berbincang.
Dia mengungkap sejumlah kegiatan telah digelar, di Makassar, di Jakarta dan sejumlah tempat lainnya di Nusantara.
”Termasuk workshop dan saat kita ngopi di Jakarta itu ya,” balasku.
Dia menilai – dan memang sudah tahu bahwa mengurus alumni bukan hal mudah. Konsepnya sudah ada jelas, dibicarakan bersama, duduk bersama, ngopi bersama.
”Tantangannya itu merealisasikan, menjalankannya, ini yang kami lihat perlu penguatan lagi, perlu dukungan, komitmen kuat. Baik oleh Unhas maupun organisasi alumni,” kata dia.
Kurang lebih begitu pandangan dan ekspektasinya terkait efektivitas kerjasama, simbiosis mutualisma antara alumni dan Rektorat di satu sisi.
Maksud dia, untuk mengukur seberapa efektif ide-ide atau program perubahan yang melibatkan alumni – baik yang ada di organsiasi alumni, di perusahaan, di unit kerja baik ASN, private sector hingga komunitas adalah hal yang kompleks dan perlu mediasi, kesungguhan inisiatif serta tentu saja sumber daya.
”Contohnya rencana kerja atau rencana aksi, kan sudah banyak tuh, ini yang perlu memastikan ruang, waktu dan sumber dayanya,” tambahnya.
Dia ingin menegaskan Unhas punya sumber daya tapi tentu tidak bisa menyelesaikan semua persoalan terkait kealumnian tanpa terlibatnya banyak pihak.
Salah satu yang disebut adalah tentang bersama merampungkan tracer study itu .
Pihaknya masih perlu dukungan dan kesungguhan dari perusahaan, atau organisasi yang menerima alumni Unhas untuk mengisi form pertanyaan atau link isian.
Penulis pernah mengalami situasi ini saat tracer alumni Ilmu Kelautan Unhas nun lampau. Tidak mudah, tanpa pelibatan ’perantara’ di daerah seperti IKA Daerah, dan Jurusan atau Fakultas.
Perbincangan terus mengalir, teh perlahan dingin, di luar gerimis.
Saya pamit, hendak naik ke lantai delapan. ”Mau ke mana,” tanya Akhmar.
”Sawedi.” Balasku pendek.
Dari Andi Akhmar saya tahu kalau ini lantai Rektor dan Sekretarisnya Sawedi Muhammad.
”Siap, tunggu Denun, di situmaki,” balas Sawedi di Whatsapp.
Saya tetap berdiri mematung di situ, memandangi sisi barat Makassar yang suram di atas hutan Kota Tamalanrea peninggalan Ahmad Amiruddin.
Bulir-bulir air jatuh di bingkai jendela lantai delapan. Hujan tak deras, lantaran senja tak lama lagi tiba, suasana nampak melankoli. Sawedi keluar ruang pertemuan dengan Prof Amir Ilyas.
”Masuk, masuk, siniki…”
Sekretaris Rektor itu mengajak masuk ke ruangannya. Ruangannya yang asik, sejuk dan berjendela lebar.
Saya teringat bilik ini seperti Ruang Senat Ilmu dan Teknologi Kelautan nun lampau di tahun 90-an, di Agrokompleks. Di atas kantin, kami buat ruangan, tempat tidur dan ruang membincang dengan interior bukan persegi tapi meliuk seperti huruf L.
”Kenapa makin banyak rambut putih-ta.,” canda penulis.
“Banyak masalahkah?” Dia terbahak.
Dia tersenyum pelan. Sawedi memang supersibuk. Dia akui itu. Karenanya dia menyebut ‘semua serba cepat’. Respon cepat, aksi cepat dan mesti selalu efektif mengelola ruang dan waktu.
Bertemu dia sejumlah hal dicerita dan dicandai, relasi Unhas dengan media, tantangan yang dihadapi Unhas dari sisi sumber daya manusia, tata kelola organsiasi hingga relasi dengan alumni.
Termasuk tanggapannya tentang kritik, input dan ide dari alumni untuk kebaikan Unhas ke depan. Tidak semua saya tuliskan tapi ada yang menarik tentang relasi media dan Unhas.
Dia menilai, saat ini Humas Unhas dan Media mengalami tiga tantangan dalam hal penyebaran Informasi.
”Disinformasi, mis informasi, dan mal informasi. Ini yang pengaruh besar di era digitalisasi,” kata dia.
”Inilah tantangan kita Denun, disinformasi, mis informasi, dan mal informasi. Ini musuh bersama kita, tantangannya luar biasa bos,” tambahnya.
Dia memberi contoh, betapa nama Unhas dibawa-bawa, viral, semisalnya saat ada perkelahian dua orang di sekitar (bukan di dalam) Unhas.
”Itu sudah ke mana-mana, dan orang tidak mengecek fakta,” ujarnya.
Dia mengatakan, informasi yang beredar saat ini sering kali tidak sesuai dengan fakta. Hal yang disebutnya sangat berbahaya.
Unhas, kata Sawedi bertanggungjawab untuk selalu memberi tanggapan atau respon jika ada yang perlu diklarifikasi.
”Twenty-four hour bos, kami harus siap,” imbuhnya.
Dia menyebut Unhas memang harus, dan memang perlu membuka saluran komunikasi selama 24 jam penuh untuk memastikan setiap pertanyaan atau klarifikasi dapat segera diberikan.
“Pentinglah, untuk mencegah munculnya berita yang tidak benar, tidak valid, atau tidak bisa diverifikasi,” tambahnya.
Yang juga menarik dari pernyataan dia itu adalah perlunya capacity building untuk internal Unhas.
“Tantangan berubah, kita tidak bisa santai saja atau pasrah dengan keadaan bos, berbenah dari dalam,” kata dia.
Oleh sebab itu, Unhas, di bawah kepemimpinan Prof Jamaluddin Jompa tetap mengalokasikan sumber daya anggaran untuk berbagai program edukasi dan training.
“Kita ingin semua serba cepat, respon cepat, tapi faktual, seperti yang Denun lakukanlah,” kata dia, terdengar seperti ‘maggolla tapi ya bolehlah.
Bagi Unhas, jelas, upaya internal itu untuk peningkatan kapasitas civitas akademika dan masyarakat umum dalam mengidentifikasi dan menangkal sejumlah tantangan.
“Ya, tantangan mis informasi, dis informasi, dan mal informasi itu,” pungkas Doktor Sosiologi yang berpengalaman belasan tahun di PT Vale (dulu Inco ini).
___
Pak Doktor Sawedi Muhammad sahabatku, tentang upaya peningkatan kapasitas internal itu, sepertinya sudah sering jadi program atau kegiatan tahunan.
Bisa jadi, metode dan pendekatannya yang mungkin perlu pengayaan dan menawarkan kebaruan, unik dan berbeda. Kapang!
Sore makin tua, Makassar tak lagi gerimis.
Meski begitu janji bersua Guru Besar FKM itu urung. “Lain kali nah, kanda. Ada Zoom nanti malam dengan mitra kerja.”
“Anytime, dinda.”
Denun
Tamarunang, 09/07/2024