Mengenal Andi Suhada Sappaile, Pejuang Politik Perempuan DPRD Makassar

  • Whatsapp
Andi Suhada Sappaile (dok: DPRD Makassar)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Andi Suhada Sappaile terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar periode 2019-2024 dari Partai PDIP daerah pemilihan (Dapil) Makassar I.

Dapil ini meliputi Kecamatan Rappocini, Ujung Pandang dan Makassar.

Noni, begitu dia akrab disapa, meraup 3.747 suara. Saat ini dia menjabat sebagai Wakil Ketua dan Koordinator Badan Musyawarah DPRD Kota Makassar.

Read More

Dia perempuan pertama, yang duduk di barisan pimpinan DPRD Kota Makassar.

Menjadi satu dari 13 srikandi legislatif di periode ini. Sebelumnya hanya 8 srikandi. Sebelum terjun di dunia politik. Ia pernah bekerja di BRI dari tahun 1994 sampai 2015.

Perempuan kelahiran Enrekang, 22 April 1967 ini sudah terlibat di organisasi sayap PDI Perjuangan Sulawesi Selatan yakni Taruna Merah Putih.

Alumni Fakultas Peternakan UNHAS ini selain aktif sebagai legislator juga merupakan Ketua DPC PDI Perjuangan terpilih pada Konferesi cabang PDIP bulan Agustus 2019 lalu menggantikan H. Bahar Machmud.

Sebagai pendatang baru di parlemen, Noni termasuk politisi yang cepat beradaptasi.

Bahkan tak tanggung-tanggung, kepercayaan partai PDI Perjuangan yang menjadikannya sebagai wakil ketua DPRD Kota Makassar tentu saja menjadi hal yang tidak mudah, namun dia mampu mengelola kepemimpinannya, sehingga dapat menjadi representasi partai yang efektif di parlemen pada satu sisi dan bersinergi dengan para pimpinan di sisi yang lain.

Untuk itu, Noni senantiasa konsisten dengan tugas dan kewenangan dewannya, baik dalam proses mengawal legislasi dan penganggaran di parlemen, hingga melakukan pengawasan kepada Pemkot Makassar yang dilakukan antara lain melalui kunjungan reses ke Dapil.

Pada berbagai kesempatan, baik saat di forum rapat parlemen maupun saat dimintai komentar oleh wartawan, Noni kerap menyampaikan koreksi terhadap kebijakan Pemkot yang dirasa tidak tepat baik dari segi perencanaan maupun implementasi. Kendati demikian, dia tidak pernah lupa untuk memberikan apresiasi dan dukungan bila kebijakan tertentu sesuai dengan aspirasi rakyat.

Sejumlah pernyataan kritisnya terekam secara apik oleh berbagai media terutama sejak awal pandemi Covid-19 pada Maret 2020.

Antara lain dia pernah menyoroti soal sosialisasi bahaya Covid-19 yang dilakukan oleh Pemkot Makassar tidak efektif, rendahnya tindakan pencegahan, hingga penanganannya dan pengendaliannya.

Akibat dari rendahnya sosialisasi, masyarakat kota Makassar cenderung kurang memperhatikan himbauan 3 M (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak). Hal ini menyebabkan Kota Makassar pada masa pandemi pernah menjadi kota yang tertinggi angka positifnya di Sulsel.

Menurut Noni, upaya pemerintah dalam pencegahan relatif kurang maksimal. Di tambah lagi dalam beberapa kesempatan di aspek penindakan juga kurang, seperti memberi sanksi kepada tokotoko yang berada di zona merah di masa pembatasan sosial (PSBB) yang harusnya tutup, tapi masih dibiarkan buka.

Sebagai anggota legislator Noni aktif menjalankan tugasnya. Baik partisipasinya mengikuti sejumlah rapat-rapat di forum formal DPRD Kota Makassar, maupun saat melakukan kunjungan reses temu konstituen atau kunjungan Dapil ke masyarakat.

Salah satunya saat ia menggelar sosialisasi perda (Sosper) Nomor 7 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum, di Hotel Horison Ultima Makassar, Rabu (16/3/2022).

Wakil Ketua DPRD Kota Makassar, Andi Suhada Sappaile mengatakan dalam kehidupan bermasyarakat negara hukum, pemerintah harus hadir melindungi hak asasi manusia dan hak bantuan hukum bagi setiap orang yang tidak mampu yang tersangkut masalah hukum.

Sosialisasi Perda penyelenggaraan bantuan hukum ini bertujuan lebih mengenalkan dan memberikan wawasan kepada masyarakat yang masuk kategori kurang mampu. Legislator dari Fraksi Partai PDI Perjuangan itu berharap,melalui sosialisasi Perda ini masyarakat bisa lebih memahami bahwa Perda bantuan hukum hadir untuk memberikan persamaan hak atas keadilan yang merata.

Sebagai legislator perempuan, Andi Suhada Sappaile juga mendorong peran aktif perempuan dalam pembangunan.

Menurutnya, hal itu juga didukung oleh pemerintah dengan adanya penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis gender, dengan mengedepankan keadilan dan pemerataan.

Pun, ada Perda yang mengatur tentang hal itu, yakni Perda No. 5 tahun 2019 tentang Pelaksanaan Pengarustamaan Gender (PUG) Dalam Pembangunan yang telah disusun oleh srikandi-srikandi DPRD Kota Makassar. Andi juga turut aktif mensosialisasikan Perda ini ke masyarakat.

Dalam kesempatan Sosper ini diungkapkannya bahwa perempuan di zaman sekarang ini tidak bisa lagi dipandang lemah, karena dengan adanya kemauan untuk berkontribusi dalam pembangunan dan ruang gerak yang terbuka seluas-luasnya bagi pemberdayaan perempuan, perempuan dapat memberikan sumbangsih terbaiknya.

Tidak melulu dalam hal fisik yang memang kodratnya tidak lebih kuat dari laki-laki, tetapi ide atau gagasan perempuan yang dapat dituangkan dalam pemikiran-pemikiran yang membangun.

Dalam kapasitasnya sebagai politisi perempuan yang duduk di pimpinan DPRD Kota Makassar, Noni sangat berperan penting dalam mengawal berbagai peraturan daerah yang ramah terhadap perlindungan gender dan anggaran pemerintah yang responsif terhadap gender.

Menurutnya, anggaran yang responsif gender tidak hanya terkait dengan bagaimana mampu memberdayakan perempuan, tetapi juga bagaimana mampu mewujudkan keadilan dan penghapusan diskriminasi.

Gagasan politik gender dikawal Noni dapat diimplementasikan pada seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) yang ada di lingkungan Pemkot Makassar.

Menjadi tantangan yang tidak mudah, diakuinya, untuk menginternalisasi nilai-nilai kesadaran gender pada seluruh lapisan di lembaga pemerintah. Karena itu, OPD harusnya diberikan sosialisasi bukan hanya pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Makaassar, namun juga pada OPD yang lainnya.

Dalam semangat pembelaan terhadap kaum perempuan, Noni juga kencang menyuarakan agar Pemkot perhatian pada anak-anak jalanan. Menurutnya, masalah perempuan dan anak jalanan seringkali terabaikan di Makassar.

Padahal, katanya, sudah ada dalam Perda No. 2 Tahun 2008 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen di Kota Makassar, namun hingga kini masalahnya seperti terus terjadi.

Untuk itulah, Noni sangat concern mendorong pemerintah untuk lebih serius menangani masalah anak jalanan tersebut. Hal ini tidak dapat dibiarkan karena beririsan dengan masalahmasalah perempuan dan gender secara keseluruhan.

Pasalnya, tidak sedikit dari anak jalanan, gelandangan dan yang mintaminta itu adalah berasal dari kaum perempuan. Komitmen yang dijanjikannya kepada masyarakat, bila dirasa Perda yang ada saat ini tidak efektif, maka tidak menutup kemungkinan dilakukan revisi.

Dalam hal pemikiran, Noni termasuk politisi yang sangat peduli pada isu-isu pemerataan dan keadilan bagi kaum perempuan.

Menurutnya, untuk meningkatkan partisipasi perempuan di politik dan pemerintahan dapat dilakukan antara lain melalui advokasi legislasi berupa Peraturan yang memuat Peningkatan Keterwakilan Perempuan.

Kebijakan kuota 30 persen caleg perempuan yang merupakan amanat UU Politik menjadi harapan sekaligus tantangan bagi kaum perempuan sendiri, untuk dapat memanfaatkannya.

Noni mengatakan: “keberadaan kaum perempuan dalam mempengaruhi kebijakan Pemkot Makassar khususnya sejauh ini perlu terus ditingkatkan dan diberdayakan, sehingga sistem pemerintahan di Sulsel menjadi lebih inklusif, demokratis dan ramah terhadap kaum perempuan.

Keberadaan kaum perempuan dalam dunia politik dan pemerintahan sejatinya dapat memberikan peluang transformasi kepemimpinan dengan menempatkan hal baru dalam agenda politik. Yang tak kalah pentingnya adalah meningkatkan kualitas perempuan itu sendiri.

Dari mereka akan tumbuh perempuanperempuan yang kuat, berdaya dan bersaing.

Dengan begitu, mereka mampu menguasai pengalaman baru yang bisa memperkaya perspektif tentang gerakan perempuan itu sendiri maupun kiprahnya di panggung politik dan pemerintahan di Sulsel.

Noni bertekad mewujudkan cita-cita kesetaraan gender di setiap lini masyarakat. Upayanya dimulai dari internalisasi nilai dan pemahaman kesadaran gender mulai kaum perempuan itu sendiri, mengenai konsep, kesadaran atas posisi dan hak yang sama di berbagai bidang seperti laki-laki.

Selanjutnya upaya penyadaran itu juga, kata Noni, dilakukan kepada kaum laki-laki sehingga ada pemahaman dan kesadaran gender.

Rujukan: Buku Profil Anggota DPRD Makassar: Kiprah dan Pemikiran

Editor: Opet

Related posts