PELAKITA.ID – Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin menyelenggarakan webinar hukum laut internasional bertema “Law of the Sea: Development and Future Challenges”.
Kegiatan yang menjadi bagian dari rangkaian Dies Natalis ke-70 FH Unhas berlangsung mulai pukul 15.00 Wita secara virtual melalui aplikasi zoom meeting, Selasa (08/03).
Hadir sebagai narasumber yakni Amritha Viswanath Shenoy, LLB., M.Phil., Ph.D., (Asisten Professor, Kathmandu School of Law, Nepal), Su Wai Won, LLB (Hons)., MCL., Ph.D (Senior Lecturer, Faculty of Law, University of Malaya) dan Prof. Dr. S. M. Noor., S.H., M.H (Guru Besar FH Unhas).
Kegiatan resmi dibuka oleh Dr. Iin Kartika Sakharina, S.H., M.A., selaku Ketua Departemen Hukum Internasional.
Dalam sambutannya, beliau menyampaikan ungkapan terima kasih atas kesediaan para narasumber untuk berbagi pengalaman dan informasi utamanya dalam bidang hukum laut internasional.
Lebih lanjut, Dr. Iin mengatakan hukum kelautan merupakan landasan mengelola, mengatur dan menguasai wilayah yang terdapat di laut, darat dan udara. Selain itu juga berbagai kekayaan alam yang hadir di dalamnya.
“Adanya hukum laut suatu negara berdampak terhadap penguatan eksistensi suatu negara dan melindungi kawasan teritorial. Untuk itu, saya berharap para peserta bisa mengikuti webinar dengan baik untuk menambah pengetahuan dan informasinya,” jelas Dr. Iin.
Setelah pembukaan secara resmi, kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi para narasumber.
Su Wai Won sebagai salah satu narasumber memberikan penjelasan terkait “Maritime Security and Law Enforcement: The Malaysian Perspective”.
Secara umum, Su Wai Won menjelaskan perihal keamanan maritim, penegakan hukum maritim, ancaman keamanan maritim hingga lembaga penegakan hukum maritim di Malaysia.
Su Wai Won menuturkan tidak ada definisi secara universal mengenai keamanan maritim. Menurut para ahli, misalnya saja pandangan dari McNicholas yang menyebutkan keamanan maritim adalah langkah yang diambil oleh pemilik, operator, administrator kapal, fasilitas pelabuhan, instalasi lepas pantai, serta organisasi kelautan untuk melindungi wilayah laut dari pembajakan, sabotase, penyitaan, pencurian, dan gangguan lainnya
“Isu keamanan maritim sendiri baru menjadi sorotan setelah serangan teroris 11 September 2001, dimana dunia telah menunjukkan perhatian serius terhadap isu keamanan maritim khususnya pada abad ke-21. Di Malaysia sendiri, ada beberapa ancaman yang berkaitan dengan laut, misalnya pembajakan dan perampokan bersenjata, terorisme maritim, penangkapan ilegal dan sengketa wilayah maritim,” jelas Su Wai Won.
Pandangan lainnya juga disampaikan oleh Prof. Noor berkaitan dengan “Indonesia As the World Maritime Axis”.
Dia mengatakan, secara geografis Indonesia terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil yang berjumlah kurang lebih 17.504 pulau dan 48 selat.
Tiga perempat wilayahnya adalah laut, dengan panjang garis pantai 95.161 km, terpanjang kedua setelah Kanada. Dari 7.000 spesies ikan di dunia, 2.000 spesies di antaranya ada di Indonesia.
Lebih lanjut, beliau mengatakan dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, Presiden Joko Widodo mencanangkan lima pilar utama dalam mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia salah satunya membangun kembali budaya bahari Indonesia.
Untuk itu, diperlukan komitmen menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama.
Setelah pemaparan materi, kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi dan tanya jawab. Para peserta aktif memberikan tanggapan dan pertanyaan kepada para narasumber.
Kegiatan yang dipandu oleh Dr. Birkah Latief, S.H., M.H., LLM (Dosen FH Unhas) selaku moderator berlangsung lancar diikuti kurang lebih 100 peserta berakhir pukul 17.00 Wita. (*/mir)