Guru besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas, Prof Andi Iqbal Burhanuddin memulai tahun 2022 dengan membagikan perspektifnya terkait masa depan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia. Dia terkesan dengan istilah Praktik Barbar MKP Sakti Wahyu Trenggono.
PELAKITA.ID – Negeri ini dianugerahi potensi sumber daya alam kelautan luar biasa kaya, sudah barang tentu mengelolaanya bukanlah pekerjaan ringan pemerintah karena banyak aspek yang harus diperhatikan secara seksama.
Luas laut kita lima belas kali luas laut Thailand, meski demikian hasil lautnya baru seperlima dari yang dihasilkan oleh negeri tetangga kita tersebut.
Salah satu tantangan klasik yang dihadapai pemerintah kita dengan potensi kelautan dan perikanan selama puluhan tahun adalah pelaku illegal fishing. Ikan-ikan di lautan Indonesia telah dicuri oleh kapal-kapal ilegal yang sebagian besar berasal negara tetangga dan masih berlangsung hingga sekarang ini.
Mereka datang dengan kapal besar, modal besar, dan alat tangkap yang merusak lingkungan, sementara nelayan tradisional kita dengan peralatan terbatas tanpa daya.
PraktIk illegal fishing sebenarnya tidak hanya berupa ruang perikanan kita yang diambil oleh pelaut luar, tapi juga di dalam negeri sendiri yang masih menggunakan cara-cara yang kurang baik sehingga pemanfaatan sumberdaya ikan laut kita belum optmal.
Penangkapan ikan terukur
Awal tahun 2022, sebuah kebijakan strategi penangkapan ikan sebagai upaya memadukan tujuan sosial, ekonomi dan ekologi akan diterapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Kebijakan tersebut adalah penangkapan ikan secara terukur dan bertanggungjawab (Kompas, 10/2021).
Implementasi penangkapan terukur tersebut berbasis pada kuota ikan yang boleh ditangkap, yaitu kuota untuk industri, kuota untuk nelayan tradisional dan kuota untuk hobi atau wisata. Penangkapan ikan terukur ini juga dibagi dalam tiga zona, yaitu zona industri, zona untuk nelayan tradisional, dan zona spawning ground.
Konsep zona industri memungkinkan ekspor bisa langsung dilakukan di wilayah penangkapan yang sudah ditentukan sehingga produk perikanan ke luar negeri tidak lagi harus berpusat di Jakarta atau kota-kota besar di Jawa dan Bali.
Investor boleh mengajukan pengambilan kuota yang sudah ditentukan KKP berdasarkan hasil analisis keputusan yang diambil secara saintis. Dengan demikian, perekonomian di daerah penangkapan dan sekitarnya bisa lebih menggeliat.
Kinerja ekspor juga akan otomatis mengalami peningkatan karena akan semakin banyak produk perikanan yang bisa diserap pasar dunia. Adapun zona untuk spawning ground menjadi sebuah upaya menjaga keberlanjutan populasi dan perlindungan terhadap sumber daya ikan beserta habitatnya.
Penerapkan model penangkapan ikan secara terukur itu diharapkan mendorong meratanya pemanfaatan sumber daya perikanan serta menjadi model baru acuan pengelolaan subsektor perikanan tangkap di Indonesia, sekalgus bisa semakin memperkuat posisi Indonesia di mata dunia, khususnya untuk pemberantasan IUUF.
Hal tersebut juga menjadi upaya menyeimbangkan antara prinsip ekonomi dan ekologi dalam pemanfaatan sumber daya ikan dan meningkatkan daya saing produk perikanan di pasar dunia, sesuai dengan prinsip Ekonomi Biru yakni peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui berbagai kegiatan yang inovatif dan kreatif dengan tetap menjamin keberlanjutan usaha dan kelestarian lingkungan.
Dukungan data
Aktivitas perikanan yang bertujuan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan dengan memperhatikan tiga aspek utama yaitu ekologi, ekonomi dan sosial berkelanjutan dapat dicapai melalui pengelolaan perikanan yang tepat dan efektif.
Hal tersebut umumnya ditandai dengan meningkatnya kualitas hidup dan kesejahteraan manusianya serta juga terjaganya kesehatan ekosistemnya serta kelestarian sumber daya ikan.
Dengan demikian, penerapan kebijakannya memerlukan strategi jitu, tepat dan efisien. Mengelola kelautan perikanan ini tidak lagi memakai metode menurut istilah menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono sebagai penangkapan “barbar” seperti dilakukan selama ini.
Salah satu hal penting untuk pengendalian dan penataan faktor produksi yaitu perlu adanya optimasi kajian stok sumber daya ikan berupa pemetaan yang komprehensif berkaitan data stok sumber daya ikan (SDI) secara spesifik, pembenahan dan pemutahiran data tentang kesehatan stock setiap WPPNRI.
Dibutuhkan pula kebijakan mengenai seberapa besar potensi dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan dalam responsible fisheries (pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab), jumlah kapal yang menangkap, termasuk alat tangkapnya, penguatan pengawasan, mulai dari penguatan tim patroli, armada, hingga peran teknologi untuk menekan terjadinya pelanggaran perlu menjadi pertimbagan.
Selain dari itu, perlu perbaikan infrastruktur berupa perbaikan fasilitas pelabuhan yang sudah ada dan membangun pelabuhan baru jika kebutuhan.
Beberapa hal penting yang perlu menjadi perhatian sebagai upaya penerapan setiap kebijakan penangkapan terukur adalah dengan pelibatan Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas KAJISKAN) dalam tugasnya memberikan masukan, rekomendasi kepada KKP melalui penghimpunan dan penelaahan hasil pengkajian mengenai sumber daya ikan dari berbagai sumber, termasuk best scientific evidence available agar upaya pengelolaan perikanan dapat optimal, berkelanjutan, dan lestari.
Editor: K. Azis
(Tulisan ini juga terbit di Koran Fajar, 28 Desember 2021)