PELAKITA.ID – Sudah menjadi informasi umum bahwa penyakit Diabetes Melitus (DM) terjadi ketika terlalu banyak gula menetap dalam aliran darah pada waktu lama. Ini mempengaruhi pembuluh darah, saraf, mata, ginjal dan sistem kardiovaskular.
Lebih jauh, akan berpotensi terjadinya serangan jantung dan stroke, infeksi kaki yang berat dimana ada gangren yang dapat mengakibatkan amputasi jika tak terkendali.
Bukan hanya itu, bisa saja terjadi gagal ginjal stadium akhir dan disfungsi seksual. Dampak itu biasanya muncul setelah 10 hingga 15 tahun dari waktu terdiagnosis, prevalensi komplikasi karena diabetes meningkat tajam.
“Itulah mengapa Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas membentuk tim pengabdian masyarakat demi meningkatkan pengetahuan mereka, berbagi pengalaman melalui apa yang disebut jejaring edukasi dan pengelolaan diabetes secara mandiri atau Diabetes Self-Management Education (DSME),” jelas ketua tim pengabdian masyarakat terkait DM ini, Prof Dr Amran Razak M.Sc., kepada Pelakita.ID, (Minggu, 1/8/2021).
Selain Prof Amran, terdapat dua anggota tim yaitu Prof Dr Muhammad Syafar, M.S dan Suci Ramadani, S.K.M, M.Kes.
“Kami menggelar penyuluhan dan inisiasi jejaring Diabtes Self-Management Education tersebut pada pasien diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Polongbangkeng Selatan Kabpaten Takalar. Tim memberikan paparan, dan berdialog dengan peserta,” jelas Prof Amran.
Guru Besar FKM Unhas itu menerangkan bahwa DM adalah penyakit metabolik kronis yang muncul sebagai masalah kesehatan masyarakat yang utama saat ini.
“Dia bisa ditemukan di kota-kota hingga pelosok kampung atau dusun. Prevalensi penyakit ini telah menjalar dan menyasar kelompok petani, pekebun, petambak, hingga nelayan. Banyak orang menganggap DM hanya menyerang orang kota, tapi saat ini sudah mengancam di mana-mana,” katanya.
“Yang kami suluhkan di Polongbangkeng itu adalah bahwa diabetes melitus adalah faktir risiko yang ditetapkan untuk beberapa penyebab kematian. Termasuk penyakit jantung sistemik, juga stroke, penyakit ginjal, penyakit menular dan beberapa penyakit lainnya,” terangnya.
Prof Amran membaca bahwa terdapat peningkatan jumlah penderita diabetes di desa-desa Sulawesi Selatan.
“Ini sudah sering disampaikan di mana-mana bahwa penyakit ini disebabkan karena gaya hidup yang tidak sehat, seperti kurangnya aktivitas fisik, obesitas atau kegemukan, asupan makanan yang tidak sehat serta merokok,” tambah Guru Besar Unhas yang berjuluk Demonstran dari Lorong Kambing ini.
Lebih jauh, menurutnya, penyebab maraknya diabetes karena tingginya angka ketidakpatuhan warga kaidah pengendalian diabetes itu. “Ketidakpatuhan berpengaruh terjadinya komplikasi akut dan krnis, lamanya perawatan dan pada produktivitas, atau menurunnya kualitas sumber daya manusia, di desa-desa,” ujarnya.
“Kajian kami selama ini menunjukkan bahwa ada biaya tinggi jika seseorang atau anggota keluarga terkena diabetes,” ucapnya lagi.
“Pasien mengeluarkan banyak biaya perawatan, karenanya, kami memandang dukungan pendidikan kesehatan sangat penting bagi penderita maupun keluarga guna memperbaiki perilaku dan pencegahan agar tidak terjadi komplikasi pada pasien,” lanjutnya.
Meski begitu, lanjut Prof Amran, sesungguhnya, berbagai komplikasi yang dapat terjadi pada pasien DM dapat dicegah.
“Kami menyampaikan ke peserta penyuluhan bahwa perlu pengelolaan baik atau penatalaksanaan diabetes, meliputi pendidikan kesehatan, diet sehat, aktivitas fisik atau berolahraga, pengobatan dan monitoring,” ucapnya.
Dia menegaskan bahwa manajemen penatalaksanaan ini sangat dibutuhkan dan perlu berkesinambungan.
“Diabetes memang penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikendalikan jika penderita dan keluarganya mematuhi aturan pengendaliannya,” terangnya.
Pelaksanaan penyuluhan di Puskesmas Polongbangkeng Selatan Takalar tersebut dihadiri 35 orang masayarakat setempat. Kegiatan ini didukung oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unhas.
“Kita ingin menjaga kesehatan mereka sehngga tetapi produktif secara ekonomis, apalagi di masa pandemi COVID-19 yang dianjurkan beraktivitas di rumah (work from home),” lanjut Prof Amran.
“Kami menyadari ini karena pandemi COVID-19, maka mengharuskan kita semua tinggal di rumah, bagi penderita ni akan memperparah kondisi penyakitnya,” katanya.
“Kenapa? Karena aktivitas fisik terbatas, atau bahkan tidak melakukan sama sekali asupan memadai. Mengingat hanya tinggal di rumah tanpa adanya kegiatan lain sehingga bsa memicu komplikasi dari penyakit DM itu sendiri,” paparnya.
Di Puskesmas Polongbangkeng, tim FKM Unhas memberi penekanan dan sosialisasi pada usia produktif seperti petani, pekebun, pedagang, ibu rumah tangga, remaja dan usia produktif.
“Contoh kebiasaan petani sawah tanpa alas kaki, seperti di Polongbangkeng sehingga mudah terluka. Ini dapat memicu keparahan penyakit mereka. Kurangnya pengetahuan, penataan, pengelolaan diabetes akan menngkatkan keparahan penyakitnya, produktivitas menurun untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi mereka,”
“Kami berharap semoga apa yang disuluhkan di Polongbangkeng Selatan ini dengan merujuk modul DSME di wilayah kerja Puskesmas selain dapat meningkatkan kesadaran masyarakat secara luas untuk membantu pasien, dan keluarganya juga dapat mengatur dan mengobati bila diperlukan,” jelasnya.
“Tentu agar bisa hidup lebih sehat,” pungkas Prof Amran.
Editor: K. Azis