PELAKITA.ID – Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono mengajak generasi muda untuk melihat Indonesia sebagai bangsa besar yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Potensi tersebut tidak dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia.
Hal tersebut disampaikan MKP Sakti pada Talkshow Milenial Kelautan dan Perikanan secara daring, yang digelar Senat Taruna Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana dan Politeknik Kelautan dan Perikanan Dumai.
“Saat ini kami tengah persiapan untuk mendorong generasi muda Taruna Politeknik Kelautan dan Perikanan Indonesia tersebut,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono pada acara tersebut, (Kamis, 7/1/2021).
Menurut MKP Sakti, generasi muda harus menyadari Indonesia sebagai bangsa besar yang memiliki sumber daya alam yang melimpah dan perlu dimanfaatkan dengan baik.
“Harus tahu bahwa Indonesia sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang luar biasa. Luas laut kita 2/3 dari wilayah Indonesia atau sekitar 6,2 juta kilometer persegi dari total 8 juta kilometer persegi luas wilayah Indonesia. Belum lagi keanekaragaman hayati 8.500 spesies ikan,” jelas MKP Sakti.
Lima prinsip
Sementara itu, Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Sjarief Widjaja yang menjadi pembicara, mengatakan perlunya kerjasama taruna-taruni seperti Politeknik Jembrana dan Dumai ini.
“Kolaborasi sudah terbangun sejak dini, sehingga diharapkan nanti mereka terjun di masyarakat sudah terbiasa melakukan kolaborasi, membangun jejaring dan membangun ekonomi masyarakat,” katanya.
Menurutnya, potensi yang disebutkan sebelumnya belum melingkupi perairan umum daratan, ada sungai, danau, rawa yang tidak dimiliki oleh negara-negara lain.
“Karena itu kita sebagai bangsa yang besar bersyukur atas segala nikmat Ilahi ini. Patut membangkitkan semangat anak muda kita untuk melihat laut sebagai sesuatu yang punya harapan di masa depan,” kata Sjarief.
Untuk membangkitkan semangat tersebut, ia mengatakan, terdapat lima prinsip untuk kelautan berkelanjutan.
“Yang pertama adalah ocean knowledge, artinya belajar, mengerti, memahami, mendalami, dan menggali pengetahuan seluas-seluasnya tentang kelautan dan perikanan. Ia mencontohkan, ikan yang dikenal masyarakat tidak lebih dari 50 jenis, padahal Indonesia memiliki 8.500 spesies, tidak hanya ikan konsumsi, tetapi juga non konsumsi,” sebutnya.
“Misalnya ikan gabus dapat menghasilkan albumin yang sangat bermanfaat di dunia medis untuk pemulihan sel bagi korban kecelakaan atau pasien pasca operasi. Sayangnya, Indonesia masih mengimpor albumin, yang harganya sekitar Rp 2,1 juta per 100 ml, padahal ikan gabus mudah ditemui sehari-hari di perairan Indonesia,” terangnya.
Prinsip kedua, lanjut Sjarief, adalah ocean health. “Dalam hal ini laut berperan sama dengan hutan tropis yang saat ini sudah banyak dieksploitasi. Untuk itu diperlukan pemahaman tentang karakteristik laut, sungai, dan danau agar tetap bisa berperan sebagai sumber daya alam yang bermanfaat bagi kesehatan laut,” lanjutnya.
“Salah satu cara membuat laut yang sehat adalah dengan tidak membuang sampah plastik, yang dapat dimakan oleh ikan, yang selanjutnya dimakan oleh manusia, sehingga manusia dapat terkontaminasi limbah plastik yang berbahaya bagi kesehatan,” tambahnya.
“Prinsip ketiga adalah ocean wealth. Kita bisa memanfaatkan kekayaan yang berasal dari lautan kita, terdiri dari organisme laut, ikan, kekerangan, kepiting, rajungan, mineral bawah laut, minyak dan gas bumi, nikel, kobalt, air tawar di laut, garam, dan sebagainya, yang belum dieksploitasi,” kata Sjarief.
“Sebagai contoh, garam saja kalau jenis biasa seharga Rp300 per kg, namun jika diolah jadi garam konsumsi, harganya sekitar Rp15.000 per setengah kg. Jika diolah lagi menjadi garam spa, maka harganya sekitar Rp300 ribu per kg. Melalui kekayaan laut ini bisa memberikan nilai tambah untuk kesejahteraan masyarakat,” lanjutnya.
Menurut Sjarief, prinsip keempat adalah ocean finance, adalah sebagaimana kita membiayai semua usaha-usaha di laut kita.
“Kita berhubungan dengan perbankan, sumber permodalan lain, dari koperasi dan segala macam, sehingga eksploitasi laut dan sebagainya bisa dihitung berapa kekayaannya dan berapa biaya yang dipakai untuk mengelola itu dan akhirnya kemanfaatannya untuk masyarakat,” ujar Sjarief.
“Terakhir, prinsip kelima, ocean equity. Bagaimana pemanfaatan ini bisa dinikmati oleh semua orang, bukan hanya sekelompok kecil orang atau pengusaha besar. Masyarakat yang berada di sekitar pantai, yang tinggal di pesisir, dan masyarakat kecil lainnya juga menerima manfaatnya,” pungkasnya.
Penulis: Jawadin