“Inilah Perda dengan muatan konten lokal Sulawesi Selatan yang kental.”
Rusdin Tompo (Koordinator Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA Provinsi Sulawesi Selatan)
PELAKITA.ID – Kalimat dari salah satu petinggi Biro Hukum dan HAM, Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Sulawesi Selatan itu kembali saya kutip saat menjadi salah seorang pembicara dalam Festival Aksara Lontaraq V di Hotel Raising, Makassar, Minggu, 1 Desember 2024.
Festival Aksara Lontaraq merupakan program unggulan dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Provinsi Sulawesi Selatan, bekerja sama dengan Kabar Group Indonesia (KGI) dan sejumlah penulis, akademisi, pegiat literasi, seniman, dan budayawan.
Kepala DPK Provinsi Sulawesi Selatan, Mohammad Hasan Sijaya, SH, MH, mengaku bahwa dia sangat bahagia atas terselenggaranya Festival Aksara Lontaraq, tahun ini, yang dirangkaikan dengan Sosialisasi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam.
Dia kemudian mengajak peserta yang hadir untuk berkontribusi bagi gerakan literasi dan pelestarian aksara Lontaraq, dengan membuat produk atau karya yang akan diwariskan bagi generasi masa depan.
Moderator dalam kegiatan ini adalah Rezky Amalia Syafiin, Duta Baca Sulawesi Selatan, 2018-2020.
Sementara panitia pelaksanya, yakni Samsuddin, menyampaikan ada keterkaitan erat antara Festival Aksara Lontaraq dengan aktivitas serah simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (KCKR).
Festival Aksara Lontaraq ini pertama kali diadakan pada masa pandemi Covid-19, tepatnya pada tanggal 27-28 Agustus 2020. Sehingga pelaksanaannya dilakukan secara daring, kala itu, yang diikuti sejumlah kalangan dari 17 negara.
Para pembicara merupakan akademisi, peneliti, dan orang-orang yang menaruh perhatian besar terhadap aksara Lontaraq, salah satunya Prof Nurhayati Rahman, pakar filologi dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar.
CEO KGI, Upi Asmaradhana, menyebut kolaborasi yang dilakukan sebagai gotong-royong kebudayaan.
Karena itu, dia mengapresiasi dukungan dari Kepala DPK Provinsi Sulawesi Selatan, Hasan Sijaya, yang begitu antusias mendukung perhelatan Festival Aksara Lontaraq ini.
Dia juga salut kepada tim perumus, yang menyusun rekomendasi agar dibentuk sebuah regulasi terkait aksara Lontaraq tersebut.
Tim yang terlibat sejak awal, antara lain Prof Nurhayati Rahman, Yudhistira Sukatanya, Idwar Anwar, Syahruddin Umar, Abdul Hadi, Yulianto, dan pustakawan DPK Provinsi Sulawesi Selatan lainnya.
Dukungan juga diberikan oleh jurnalis dan staf dari KabarMakassar.com dan KGI. Saya termasuk di antara tim awal yang ikut dalam perancangan dan pembahasan Ranperda Literasi Aksara Lontaraq, Bahasa, dan Sastra Daerah ini.
Ini merupakan Ranperda inisiatif yang diusung melalui Komisi E yang membidangi Kesejahteraan Rakyat (Kesra). Saat pembahasan pada tingkat Panitia Khusus (Pansus), dipimpin oleh Jufri Sambara, dari Partai Demokrat. Saya tak pernah absen selama pembahasan dalam rapat kerja hingga finalisasi Ranperda, pada Rabu, 8 Maret 2023.
Begitu rampung, Pansus menyerahkan naskah final itu ke pimpinan dewan untuk selanjutnya diserahkan ke Badan Musyawarah (Bamus) guna diparipurnakan.
Akhirnya, setelah melewati proses yang panjang, dalam Rapat Paripurna DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dan Gubernur Sulawesi Selatan, pada hari Kamis, 15 Juni 2023, Ranperda Literasi Aksara Lontaraq, Bahasa, dan Sastra Daerah disahkan menjadi Perda.
Dua aktor penting dalam momen bersejarah ini, yakni Andi Ina Kartika Sari, sebagai Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Selatan (periode 2019-2024) dan Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman.
Namun, perlu diingatkan, setelah kita sudah punya Perda definitif, dalam hal ini Perda Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 5 Tahun 2023 tentang Literasi Aksara Lontaraq, Bahasa, dan Sastra Daerah, maka masih ada beberapa pasal dalam Perda yang harus ditindaklanjuti.
Dalam kegiatan di hari pertama bulan Desember 2024 itu, saya tegaskan ada beberapa pasal yang mesti ditindaklanjuti dalam bentuk Peraturan Gubernur (Pergub) Sulawesi Selatan.
Pasal-pasal dimaksud adalah Pasal 9, Pasal 18, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 27.
Sebagai peraturan pelaksana, dalam Pergub tentang Literasi Aksara Lontaraq, Bahasa, dan Sastra Daerah nantinya perlu dielaborasi lagi terkait ketentian yang menyatakan setiap orang dapat melakukan pencatatan dan pendokumentasian Literasi Aksara Lontaraq, Bahasa, dan Sastra Daerah. Bahkan Pemda memfasilitasi kegiatan tersebut.
Ketentuan lain yang penting diatur adalah soal penetapan Hari Aksara Lontaraq. Butuh duduk bersama lagi untuk mengkaji dan membahas, sebelum ditetapkan dalam Pergub.
Hari Aksara Lontaraq ini sudah disampaikan Upi Asmaradhana, sejak dia menginisiasi Festival Aksara Lontaraq I.
Pasal-pasal lain yang penting diterangkan dalam Pergub, yakni terkait penghargaan kepada pihak yang berprestasi atau berkontribusi dalam upaya-upaya pelestarian Aksara Lontaraq, Bahasa, dan Sastra Daerah. Juga fasilitasi yang diberikan Pemda kepada sumber daya manusia yang berjasa dalam pelestarian Aksara Lontaraq, Bahasa, dan Sastra Daerah. Selain itu, juga terkait dengan insentif kepada sumber daya manusia yang berkontibusi dalam upaya-upaya pelestarian Aksara Lontaraq, Bahasa, dan Sastra Daerah.
Jadi, dukungan dari segi legislasi ini akan punya konsekuensi dan tanggung jawab pada anggaran yang mesti dialokasikan oleh Pemda Provinsi Sulawesi Selatan. Mekanisme pemberian penghargaan, fasilitasi, dan insentif perlu dibahas bersama, termasuk berapa besarannya kalau itu menyangkut dana.
Tak kalah krusial adalah pasal yang mengatur sanksi administratif. Kepatuhan terhadap pelaksanaan Perda tentang Literasi Aksara Lontaraq, Bahasa, dan Sastra Daerah akan diuji dalam pelaksanaannya nanti. Bersyukur bahwa ada beberapa daerah yang menyatakan kesiapannya, seperti Maros. Namun, karena sudah menjadi ketentuan hukum, maka harus dilaksanakan.
Menurut hemat penulis, pelaksanaan Perda tentang Literasi Aksara Lontaraq, Bahasa, dan Sastra Daerah harus dimulai dari lembaga-lembaga dan instansi pemerintah di tingkat Provinsi hingga Kabupaten/Kota. Stop menstilir bentuk-bentuk huruf yang tampak seolah mirip aksara Lontarqa tapi sejatinya merusak aksara Lontaraq itu sendiri. (*)
Gowa, 4 Desember 2024