PELAKITA.ID – Hari kedua misi perjalanan Tim Panitia Pelaksana Temu Nasional Alumni Smansa Makassar di Kota Gudeg Yogyakarta diisi dengan sejumlah agenda, padat merayap, penuh canda tawa dan kejutan. Kamis, 29 Agustus 2024.
“Pagi ini kita ditunggu Ibu Kepala Kejaksaan Tinggi DI Yogyakarta,” kata Phala Munafra Hafid, ketua panitia Tenas IV Smansa.
Dia meyampaikan itu saat kami baru saja menyaksikan Presiden Joko Widodo melintas di depan mata. Tiga kaos warna hitam melayang ke depan kami.
“Bisa jadi setelah Presiden lihat jersey lari kita yang ada tulisan Sulsel,” kata Ina.
Ina bilang, bisanya itu kita-ji nakasih. Kami terima dong ya. Mannamamo.
“Momen langka, kita beruntung sekali bertemu Presiden NKRI, manna mamo, mimpi apa kita semalam dih?….” kata penulis kepada Ina Parenrengi.
Setelah sarapan di Hotel Malyabhara, kami bergerak ke Yudhistira Tower, ini apartemen yang kami cek untuk memastikan kondisi, jumlah kamar dan peluang bisa digunakan atau keperluan peserta dan panitia.
Meski cukup jauh dari Malioboro, namun tempatnya asik, tenang.
“Di sini dipakai sejumlah pemain Persis Solo dan PSS Sleman untuk penginapan,” kata orang apartemen. Lupa namanya. Ada tempat gym, kolam renang.Nampak asik dari lantai atas, bisa melihat bahu Merapi dari kejauhan.
Kamar apartemen ini dipunyai banyak orang, sehingga untuk order kamar perlu konfirmasi ulang ke pemilik perihal availability-nya.
Tapi overall, OK.
Dari Yudhistira kami segera menuju Kantor Kajati DI Yogyakarta.
Agus Budiawan dan Hasbullah Bo tidak ikut di rombongan ke Kajati karena ada janji dengan pihak Dinas Kebudayaan daerah. Phala, Ina, Puguh dan penulis menuju ruang kerja Kajati.
Tiba di Kantor Kajati, kesan pertama, kantornya lempang. Tenang, tidak terkesan sakkang, dan terasa teduh. Kesan kedua, ada keteraturan, jalur naik tangga dipisah dengan tanda panah, jalur naik dan turun beda. Tidak campur.
Tidak butuh waktu lama untuk menyalami Ibu Kajati yang oleh penulis disebut tampil anggun, luar biasa.
”Minta maafka Bu, saya dugaka. Saya hanya browsing foto-ta dan yang saya lihat sekarang ini jauh berbeda dengan yang di internet,” kata penulis ke ibu Kajati Ahelya Abustam, S.H, M.H.
”Ndak gollaja ini.”
Kajati tersenyum, senyum khas tokoh asal Sulawesi Selatan. “Edede sambarang tong.”
Phala menyapa, melaporkan kegiatan tim selama di Yogya lalu menyodorkan lembaran berisi informasi tentang main event; pawai angkatan dan gala dinner di Prambanan.
Kesan pertama, Kajati alumni Smansa aangkatan 1985 ini sombere, suaranya lembut, pelan tapi senang tonji bercanda. Sempat muncul kata ‘ta’lacci’ di mulutnya saat kami berbincang tentang kondisi pemerintahan di Yiogyakarta, tantangan sebagai Kajati perempuan di Tanah Jawa dan budaya setempat.
“Edede, baik sekali Sultan, tenang, mengayomi, saya malah khawatir jangan sampai ta’lacci panggil pak,” kata perempuan yang akrab disapa Celi ini.
Kami tertawa, semua terbahak dengar kata ta’lacci dari Ibu Kajati. Aksen Bugis-Makassarnya sangat kental.
Banyak yang dibincangkan, semuanya mengalir, tidak ada sekat sebab kami semua bisa bicara dan bebas memilih kata.
Kajati Ahelya berpesan untuk disampaikan ke keluarga Smansa bahwa memilih Yogyakarta berarti akan bertemu dengan banyak orang, karakter, budaya dan kesan umum tentang Yogyakarta yang ramah, masih kuat tata krama dan budayanya.
“Kita harus jaga nama baik keluarga SMA Negeri I Makassar, bagaimana pun ini tempat jauh dan kita perlu kompak menjaga nama baik itu,” pesan Ahelya.
“Sultan sangat baik sama kita,” ulangnya lagi.
Penulis pun menodongnya untuk video pendek, testimoni dan permintaan agar Kajati mengajak alumni untuk menyukseskan Tenas IV Smansa Makassar di Yogyakarta. Dia setuju tanpa banyak tanya. Luar biasa.
Kajati Ahelya sebelum menjadi Kajati DI Yogyakarta adalah Kajati Bali. Untuk posisinya yang sekarang dia menyebut unik juga.
“Baru kali ini nah, Kajati dijabat perempuan dari luar Jawa,” katanya. Ada binar di matanya.
Dia juga menyebut beberapa sahabatnya dari Smansa 85 baru saja datang ke Yogya, di tengah kesibukannya. Dia menyebut ketua Smansa 85 Arie Lantara hingga Chairul Amir dan yuiniornya Andi Taufik.
Pada momen itu, selain sempat merekam testimoninya, kami pun bebas untuk foto-foto. Penulis sampai minta tiga kali foto dengan pose berbeda.
”Kami senang sekali tidak lama setelah SK Panitia Pelaksana Tenas ditandatangani Ibu Ketua, Andi Ina Kartika Sari, kami tahu juga kalau Puang Celi baru saja dilantik jadi Kajati di sini,” ungkap Phala.
”Oh iya dih, Andi Ina ketua kita kan ketua DPRD Sulsel juga ya?” balas Ahelya.
Pertemuan dengan Kajati Ahelya menguak sejumlah cerita, setidaknya hal yang bagi kita belum tahu sebab namanya ’tiba-tiba’ muncul di kalangan alumni Smansa.
”Tamat Smansa saya masuk Fakultas Hukum Unhas, angkatan 85, tidak lama setelah tamat, setahun barangkali, sayake Surabaya,” kata Celi. Suaminya orang Jawa Timur. Saat menjadi Jaksa karirnya lebih banyak di Tanah Jawa.
Ahelya adalah putri Wali Kota Makassar di masanya, Abustam. Ayahnya sebagai wali kota pada tahun 1978 hingga 1983 atau saat Ahelya kelas I di SMA Negeri I Ujung Pandang kala itu.
Abustam adalah perwira TNI Angkatan Darat. Menjabat Wali Kota setelah Patompo dan dilanjutkan oleh Jancy Raib.
Dari Kantor Kajati, kami bergeser ke Lies 2, Kedai Gudeg terkenal di Kota Yogyakarta. Tunggu ceritanya nah.
Penulis Denun