PELAKITA.ID – Hari ini, sosok yang kerap saya panggil Ketua Besar berulang tahun. Pucuk DPD Partai Demokrat Sulsel, Ni’matullah Rahim Bone berulang tahun.
Saya bersua bulan lalu dan sempat membincang potret kemiskinan dan masa depan strategi pembangunan Sulawesi Selatan berikut upaya para pemimpin dan perencana menyusun rencana-rencana penanggulangannya.
Ketua Besar atau sesekali saya panggil Kak Ulla itu minta maaf untuk rencana pertemuan pertama yang tertunda dan on time pada jadwal pertemuan kedua.
“Ke ruangankumi, jam 8 sampai 9 saya tunggu” Begitu chat-nya. Pertemuan itu berlangsung asik dan saya bahkan menodorngnya untuk bikin video podcasts. Video yang mengalir dengan lancar sebab semua pertanyaan saya dibalas dengan lugas.
Pertemuan dengan dia itu pula yang membuat beberapa pengusaha dan pejabat Perseroda Sulsel menunggu nyaris 30 menit sebab saya sedang taping. “Deh, kita padeng,” kata Andi Januar Jaury Dharwis, anggota DPRD Sulsel saat melihat saya keluar ruangan Ketua Besar. Januar datang bersama beberapa tokoh pengusaha Sulsel.
Nah terkait Ketua Besar yang ulang tahun, prahara kenaikan BBM belakangan ini di Kota Makassar dan reaksi anggota legislatef DPRD Sulsel, saya ingin beri perhatian ke Andi Januar.
Saya bisa simpulkan, Januar adalah anggota DPRD Sulsel yang selalu ditugasi Ketua Besar sebagai penerima tamu atau demonstran. Setidaknya jika melihat foto-foto, dokumentasi jika ada demonstrasi bertahun lalu.
Saya bilang selalu sebab Januar pasti minta pertimbangan Ketua Besar boleh tidaknya dia menemui demostran itu. Foto kemarin, nampak jelas Januar bersama Saharuddin Alrief dari Nasdem ikut berorasi bersama demonstran dengan naik ke mobil bak terbuka.
Apa yang saya amati itu, saya sebut sebagai hadiah ulang tahun bagi Ketua Besar yang ulang tahun dan punya pengurus, anggota Partai Demokrat Sulsel yang selalu siap mengawal aspirasi rakyat apalagi terkait isu BBM ini.
Bahwa jelas sekali partai berlambang Mercy itu menasbihkan JJ, begitu sapaannya saya ke Januar sebagai partainya warga rentan, partai pembela kepentingan rakyat, partai yang berani mengambil sikap dan tak harus berkerut kening saat ada persoalan, mereka beraksi. Tidak sembunyi kuku, saat para mahasiswa menyambangi gedung wakil rakyat itu.
Nah, ide awal tulisan ini saya sebut Kado untuk Ketua Besar. Sosok yang saya kenal sejak tahun 80-an akhr di Tamalanrea, juga di Sarana Ventura di tahun 90-an. Dan dialah satu-satunya wakil ketua DPRD yang berasal dari Unhas serta memimpin politisi-politisi handal teruji non-Unhas seperti Selle K.S Dalle, hingga Andi Januar itu.
Tulisan ini bermula dari perenungan saya, kenapa gerangan organisasi-organisasi besar alumni, LSM, atau organisasi yang membawa panji-panji ‘bela warga’ tidak ikut bersuara atas naiknya harga BBM. Suara yang diwakafkan dan tentu saja bebas nilai. Bisa pro, bisa tidak atas kenaikan BBM inii.
Setidaknya ada tanggapan dan bagaimana sebaiknya menyikapi kenaikan BBM ini dengan arif dan tidak lupa memawasdirikan saat Pemerintah amat konfiden dengan keputusannya.
Saya berharap seperti itu, sebab organisasi non-mahasiswa seperti Ikatan Keluarga Alumni adalah manifestasi perwakilan rakyat yang sejatinya dapat lebhi arif dalam menyaring, menganalisis, menyintesa realitas dan menawarkan ide-ide solutif bagi masa depan perikehidupan di Makassar, di Sulsel, di NKRI.
Kembali ke Januar. Sebagai politisi, saya kira dia sangat konfiden menghadapi ribuan mahasiswa yang berdemo sebab dia yakin berada di posisi bersama warga, bersama rakyat, berada pada barisan yang mengutamakan kepentingan rakyat ketimbang pengusaha, oligarki, atau para penangguk untung dari naiknya harga BBM.
Sebagai alumni dari Ayam Jantan Tamalanrea, saya juga membaca setelah aksi politisi Demokrat itu, ada curiosity, bertanya, berapa alumni Unhas di DPRD Sulsel? Mengapa tidak banyak alumni Unhas yang ikut tampil di depan demonstran?
Saya menilai itu pertanyaan aneh dan tak relevan. Mereka yang ada di DPRD Sulsel adalah para pejuang suara dan telah teruji kepiawaiannya dalam menarik simpati voters.
Salah satu alasannya, saya kira bodoh jika mereka, para politisi itu bilang di poster saat Pileg, “Saya alumni Unhas, pilih saya.” Mendulang suara untuk ke parlemen tak bisa membawa almamater tapi melibatkan seni interaksi, ‘the art of communication, the art of coalition hingga the art of convincing voters.”
Jika banyak alumni non-Jaket Merah yang lolos bisa jadi karena mereka lebih terkelola dan militant dibanding kita yang Jaket Merah. Meski kita masih bisa bangga sebab ada Ketua Besar sebagai wakil ketua dan Andi Ina Kartika Sari sebagai ketua, penasbihan bahwa alumni Unhas masih terdepan. Jumlah boleh kalah sama yang lain, tapi ppsisi menentukan bos!
Yang saya ingin bilang, tidak ada gunanya membawa nama Unhas secara terbuka sebab pemilih akan menaruh harapan pada yang masih mau ditemui , masih mau menerima rakyat yang berkeluh kesah tentang keadaan mereka.
Di pikiran saya, inilah kesempatan yang baik untuk anggota legislatif itu menunjukkan kepeduliannya pada para demonstran. Setidaknya bertemu, berbagi pandangan dan harapan ke depan. Bukan hanya membawa nama Jas Merah untuk berkuasa di level regional, tapi di tingkat nasional. Butuh strategi dan fasilitasi yang cerdas.
Saat bertemu Ketua Besar itu pula, saya masih menyimpan pesannya. “Jadilah diri sendiri Nuntung, tidak perlu jadi follower. Semua orang punya kekuatan dan itu tak melulu dengan materi.”
Selamat ulang tahun KB!
Penulis: K. Azis, founder Pelakita.ID