PELAKITA.ID – Diskusi Publk Protet Perikanan di Kabupaten Marauke dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Indonesia baru saja digelar oleh Pemda Merauke, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Papua dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) atas dukungan Program ATSEA Fase 2, (28/10/2020).
Acara ini bertujuan untuk menggali informasi terkini mengenai kondisi perikanan di Kabupaten Merauke serta mengetahui peran dan bentuk kontribusi dari berbagai pihak dalam mendukung peningkatan ketahanan pangan di Indonesia, khususnya di wilayah Indonesia timur.
Program ATSEA Fase 2 merupakan kerjasama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dan UNDP sebagai indonesia bentuk komitmen dalam mengenai isu lingkungan, sosial, dan ekonomi Lingkup LME (Large Marine Ecosystem).
Program ATSEA-2 merupakan kerjasama antara 4 negara yaitu Indonesia, Timor-Leste, PNG, dan Australia untuk secara bersama-sama mengelola sumber daya kelautan dan perikanan yang tinggi di WPP 718 salah satunya di Arafura, dan Laut Timor (ATS) dengan intervesi didalam skema program 5 tahun sejak 2019-2023.
Ada enam narasumber yang hadir, yaitu Dr. Agus Prabowo Kepala Unit Lingkungan UNDP Indonesia, Mega Mansye Flora Nikijuluw, SH yang merupakan Ketua Komisi II Bidang Ekonomi DPRD Papua.
Lalu ada Carlos Matuan, S.St. Pi, MM, sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua, Ruslan Ramli, SE., M.Si. Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Marauke F. Suhono Suryo A.Pi, S.Sos, MH, Kepala Bappedalitbang Kabupaten Marauke, dan Taufik Lastarissa CEO CV Bintang Fahri Internasional.
Tidak kurang 480 orang menghadiri webinar yang dipandu Yuli Nella Fonataba, News Anchor SCTV.
“Indonesia sebagai negara maritim adalah negara yang hebat, yang kita perlukan sekarang adalah membangun sumber daya manusia yang akan menjadi kunci pengelola sektor kelautan dan perikanan kita ke depan. Jika sumber daya manusianya unggul, maka sektor kelautan dan perikanan Indonesia pun bisa lebih maju dan kompetitif salah satunya WPP 718 di Arafura, dan Laut Timor,” ucap Prof Sjarief Widjaja, Kepala BRSDM KKP saat membuka acara.
Menurutnya, Indonesia, Timor-Leste, PNG, dan Australia secara bersama-sama melihat suatu kawasan perairan untuk mengelola sumber daya kelautan dan perikanan yang tinggi di WPP 718. “Salah satunya di Arafura, dan Laut Timor (ATS) sebagai kekayaan kita bersama kita melihatnya,” kata Sjarief.
Arafura dan Laut Timor adalah daerah dengan kekayaan alam yang luar biasa. “Banyak ikan-ikan yang lain seperti kakap merah, kakap Cina, kerapu, termasuk tongkol yang ada di sini. Kekayaannya luar biasa. Sepanjang pesisr dan pulau-pulau kecil ini sebagainya tempat habitat ikan-ikan dan udang atau kepiting,” lanjut Sjarief.
Paparan Kadis DKP
Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Marauke F. Suhono Suryo A.Pi, S.Sos, MH menyatakan bahwa Kabupaten Merauke memiliki luas wilayah mencapai 46.791,63 km2.
“Terletak di antara 137˚ – 141˚ Bujur Timur dan 50˚- 90˚ Lintang Selatan, Distrik Kimaam merupakan daerah terluas yaitu 14.357 km2. Sedangkan distrik Jagebob merupakan Distrik terkecil yaitu hanya 367 km2. Kabupaten yang terletak di bagian Selatan Provinsi Papua ini, memiliki panjang garis pantai 677,96 km dan panjang sungai 770 km serta memiliki rawa seluas 1.425.000 ha,” papar Suhono.
Suhono menambahkan bahwa batas wilayah Merauke di utara merupakan Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, bagian Timur Negara PNG bagian Selatan Laut Arafura dan bagian Barat Laut Arafura.
“Daerah ini adalah daerah Penangkapan WPP-RI 718 Laut Aru, Laut Arafura dan Laut Timor. Pengembangan Kawasan Sentra Produksi (KSP) mencakup 3 KSP yaitu, KSP I sebagai Kawasan Sentra Produksi I meliputi Merauke, Naukenjerai, Okaba, Tubang, Malind, Ngguti, Kaptel, Kurik, Animha, Kimaam, Tabonji, Waan, dan Ilwayab, KSP II sebagai Kawasan Sentra Produksi II meliputi Semangga, Tanah Miring dan Jagebob, KSP III sebagai Kawasan Sentra Produksi III meliputi Sota, Elikobel, Ulilin dan Muting,” jelasnya.
Menurutnya, potensi lahan pengembangan Perikanan Budidaya seluas 727.941 Ha, yang terdiri dari lahan perikanan budidaya air tawar seluas 658.241 Ha, dan lahan perikanan budidaya air payau seluas 69.700 Ha.
“Potensi lahan yang telah dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya air tawar seluas 40,00 Ha. Komoditas unggulan lokal sebagi udang galah dan kepiting bakau, dan komoditas lokal yang bernilai tinggi sebagai udang galah (Macrobrachium Rosenbergii),” jelasnya.
“Lalu ada udang putih (Peneaeus indicus), dan untuk ikan hias ada Arwana (Schlerropages Jardinii), Udang hias sebagai Cherax Albertisii, Cherax quadricarinatus, Cherax zebra dan Bambit (Selanotoca multifasciata),” sebutnya lagi.
Dia juga memaparkan bahwa ada beberapa akar permasalahan yang ada pada bidang perikanan di Kabupaten Merauke dalam kaitannya upaya memotret potensi perikanan WPP 718 dalam mendukung ketahanan pangan adalah dalam bidang perikanan.
“Pertama letak geografis, jarak jangkau yang jauh dari distribusi pemasaran hasil perikanan belum terjangkau dari distrik ke kabupaten, antar pulau dan ekspor dan iin dapat mengakibatkan biaya tinggi,” ucapnya.
“Kedua daya saing perikanan penanganan hasil perikanan belum baiknya mutu hasil perikanan,” tambahnya.
“Ketiga, sarana dan prasarana perikanan, terbatasnya sarana dan prasarana pengolahan ikan dari masyarakat, pelaku usaha rantai dingin, Belum adanya Insdustri Perikanan berskala besar,” sebutnya lagi.
“Lalu yang keempat sinergitas lintas sektor, belum terbangunnya sinergitas antar sektor perikanan,” tambahnya.
Demi ketahanan pangan
Taufik Lastarissa, CEO CV Bintang Fahri Internasional mengatakan peran sektor perikanan tangkap dalam mendukung ketahanan pangan masyarakat di Papua sangatlah besar.
“Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan untuk mengaksesnya, melalui pilar ketahanan pangan adalah. Pertama, ketersedian kemampuan memiliki sejumlah pangan yang cukup untuk kebutuhan dasar,” katanya,
“Kedua, akses pangan kemampuan memiliki sumber daya, secara ekonomi maupun fisik, untuk mendapatkan bahan pangan bernutrisi, ketiga pemanfaatan pangan melalui kemampuan dalam memanfaatkan bahan pangan (ikan) dengan benar dan tepat secara proporsional, stabilitas pangan bahan pangan (ikan) ada sepanjang waktu,” kata Taufik.
Menurutnya, ikan memiliki nilai gizi yang tinggi. “Untuk stok ikan, kita harus melakukan kegiatan pengadaan sarana dan prasaranan untuk (nelayan), memberikaan fasilitas yamg memadai, dan sebagai bahan diversifikasi olahan,” katanya.
“Misalnya tersedianya stok ikan atau olahan berbahan baku ikan tersedia sepanjang waktu, terbukanya lapangan kerja meningkatkan taraf hidup nelayan, dan pendapatan daerah meningkat,” jelasnya.
Di catatan Taufik, Merauke memiliki 10 distrik pesisir, mata pencarian sebagai nelayan, alat tangkap masih tradisional. “Tidak memiliki fasilitas penampung ikan dengan jarak antar wilayah jauh serta melalui pilar yang ada,” katanya.
Taufik memaparkan beberapa hal, pertama, fasilitas sarana dan prasarana bagi nelayan adalah adanya fasiltas di daerah pedalaman sehingga memudahkan dalam distribusi hasil perikanan, adanya badan /organisasi yang menampung hasil tangkapan nelayan, subsidi/bantuan bagi nelayan berupa alat tangkap, perahu dll.
“Kedua pelatihan pendampingan dengan melalui kegiatan yang dilakukannya pelatihan atau pendampingan dari instansi terkait secara berkala, sehingga dapat meningkatkan keterampilan nelayan dalam mengolah hasil tangkapan atau diversifikasi pengolahan. Sehingga meningkatkan nilai jual produk, pendapatan nelayan meningkat,” imbuhnya.
Dia juga menambahkan bahwa hal ketiga adalah permodalan dan perizinan melaui dengan mempermudah pengurusan perizinan atau permodalan usaha perikanan.
“Mempermudah dalam distribusi/transportasi produk (pengiriman baik melalui udara, darat dan laut, dan peraturan pemerintah/daerah yang berpihak pada pelaku usaha,” tutup Taufik.
Kontributor: Jawadin/peneliti DFW Indonesia