PELAKITA.ID – Menteri BUMN Erick Thohir memberhentikan dengan hormat Direktur Utama Perindo Farida Mokodompit dan Arief Goentoro selaku direktur operasional Perum Perindo per tanggal 9 Juli 2020.
Dia mengangkat Fatah Setiawan Topobroto sebagai direktur utama dan mengangkat Raenhat Tiranto Hutabarat sebagai direktur operasional.
Erick juga memberhentikan Sjarief Widjaja (Kepala BRSDM-KP) sebagai ketua dewan pengawas dan Agus Indarjo selaku anggota dewan pengawas.
Sebagai gantinya, Erick mengangkat Muhammad Yusuf sebagai ketua dewan pengawas dan Johnson Sihombing sebagai anggota dewan pengawas independen.
PelakitaID mewawancarai Abdul Rahman Farisi, pengamat ekonomi pesisir tyang pernah menjadi dosen Ekonomi Unhas terkait keputusan mendadak Erick Thohir ini. Berikut pandangannya.
Mengapa diganti?
Bila merujuk pada penjelasan Menteri BUMN jelas bahwa pergantian Direksi BUMN lebih pada perlunya merealisasikan indikator pencapaian kinerja (Key Performance Indicator) terutama menyangkut pencapaian laba dan deviden.
Jadi dalam konteks pergantian direksi dan komisaris Perindo juga mesti dilihat pada kinerja tersebut.
Di sisi mana Perindo tidak optimal?
Perindo nampak rentan dalam menjalankan fungsi publik terutama dalam pemasaran ikan hasil nelayan, Mereka gagal memastikan agar nelayan menjual ikan dengan harga yang untung apalagi di tengah pandemi ini.
Ini juga berkaitan dengan imej selama ini bahwa praktik manajemen puncak Perindo tidak efektif apalagi sejak ditangkapnya direktur umum mereka sebelumnya, sebelum Ibu Farida.
Pergantian ini diharapkan kinerja Perindo dalam mengoptimalkan peluang bisnis terutama dalam peningkatan nilai dan laba bersih perusahaan.
Apa harapan pada Perindo?
Saya menaruh harapan dan mendorong agar Perindo menjangkau seluruh potensi perikanan di Indonesia terutama wilayah timur yang banyak kasus nelayan mengalami kerugian karena harga yang tidak stabil,” kata pria yang biasa disapa ARF ini.
Fokus di Indonesia bagian timur akan memberikan haisl optmum. Apalagi sepert daerah di sekitar Dobo, Aru, Arafuru hingga Merauke. Ikannya banyak dan hanya perlu kepastian restocking dan transportasi yang efektif. Di sana ikan melimpah dan warga banyak berkeluh tentang ketersediaan es dan kapal angkut.
Ini termasuk daerah seperti Kepulauan Buton, atau sekitar wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 714 hingga WPP 718 di sekitar Papua Barat dan Maluku Tenggara.
Untuk hasil budidaya, Perindo juga juga perlu memberi perhatian dan penanganan komoditas rumput laut. Demikian pula komoditi seperti udang, lobster, cumi karena ini harapan Presiden Jokowi dan MKP Edhy Prabowo.
Dengan demikian, harga hasil perikanan budi daya maupun tangkap terutama dengan menyiapkan teknologi cold storage agar ikan tetap dalam kondisi baik.
Agar lebih efektif, ke depan, Perindo perlu menggalang kerja sama dengan Pemda dan kelompok nelayan agar hasil produksi nelayan dapat dipasarkan lebih luas dengan harga yang terjangkau.
Saya melihat antusiasme yang tinggi seperti Gubernur Sulawesi Tenggara yang ingin membangun sentra kelautan dan perikanan di sekitar WPP 714.