Kita butuh game changer baru, dan itu adalah hilirisasi—baik di sektor mineral maupun energi.
Prof Didik J. Rachbini
MAKASSAR, 7 November 2025 — Ekonom senior dan Guru Besar Universitas Paramadina, Prof. Dr. Didik J. Rachbini, menegaskan bahwa hilirisasi merupakan kunci transformasi struktural bagi perekonomian Indonesia menuju kemandirian dan keberlanjutan energi nasional.
Hal itu disampaikannya dalam Seminar Hilirisasi Energi yang digelar oleh Satuan Tugas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional (Satgas PKHEN) bekerja sama dengan Unhas TV, di Universitas Hasanuddin, Makassar.
Dalam paparannya berjudul “From Minerals to Mindset: The Future of Indonesia’s Industrial Leap”, Prof Didik menguraikan bahwa meski perekonomian Indonesia tumbuh stabil di kisaran 5 persen selama satu dekade terakhir, laju itu belum cukup untuk membawa Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah.
“Kita butuh game changer baru, dan itu adalah hilirisasi—baik di sektor mineral maupun energi,” ujarnya.
Menurutnya, hilirisasi bukan sekadar proses industri, tetapi juga perubahan paradigma ekonomi: dari ekonomi berbasis eksploitasi sumber daya alam tak terbarukan menuju ekonomi berbasis inovasi, pengetahuan, dan keberlanjutan.
“Kita harus bergeser dari resource-based economy menuju renewable and knowledge-driven economy. Hilirisasi adalah jembatan menuju masa depan yang lebih mandiri,” tegasnya.
Hilirisasi sebagai Transformasi Struktural
Prof Didik menjelaskan, keberhasilan awal hilirisasi mulai terlihat dari perubahan komposisi ekspor Indonesia dalam satu dekade terakhir.
Proporsi ekspor mineral mentah menurun signifikan, sementara produk bernilai tambah seperti iron & steel, kendaraan, dan mesin listrik meningkat tajam.
“Indonesia kini berada di peringkat 10 dunia dengan kontribusi nilai tambah manufaktur terbesar—itu capaian penting, tapi kita harus melangkah lebih jauh ke industri berteknologi tinggi,” katanya.
Ia menambahkan, deindustrialisasi dini masih menjadi ancaman nyata. Kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB terus menurun dan dominasi industri bernilai tambah rendah perlu segera diubah. “Semakin maju suatu negara, semakin kompleks ekspornya. Itulah arah yang harus kita capai—meningkatkan kompleksitas ekonomi lewat riset dan inovasi,” jelasnya.
Peran Strategis Satgas PKHEN
Dalam kesempatan yang sama, Satgas PKHEN melalui Prof Didik menegaskan komitmennya mengawal transformasi hilirisasi dan ketahanan energi nasional. Satgas ini berperan sebagai pusat koordinasi lintas sektor antara pemerintah, dunia usaha, dan lembaga hukum agar kebijakan hilirisasi tidak terhambat oleh birokrasi dan tumpang tindih regulasi.
Beberapa mandat utama Satgas meliputi penyelarasan kebijakan antar-kementerian, percepatan penyelesaian masalah hukum investasi, penetapan wilayah potensial hilirisasi, hingga rekomendasi penindakan administratif bagi instansi yang memperlambat proses hilirisasi.
“Tugas utama kami adalah memastikan seluruh rantai kebijakan berjalan efisien dan menghasilkan nilai tambah nyata bagi bangsa,” kata Prof Didik.
Menuju Indonesia Emas 2045
Prof Didik menutup paparannya dengan menegaskan pentingnya visi jangka panjang Indonesia menuju 2045. Menurutnya, hilirisasi dan industrialisasi berkelanjutan adalah dua poros utama untuk memanfaatkan momentum bonus demografi dan menghindari jebakan stagnasi ekonomi.
“Visi kita jelas: menjadikan Indonesia pusat manufaktur hijau dunia, berteknologi tinggi, dan ramah lingkungan. Itu hanya bisa dicapai bila kita mengubah cara berpikir—from minerals to mindset,” pungkasnya.
Arah Strategis Hilirisasi Transisi Energi Indonesia
Perkuat Kelembagaan dan Koordinasi Hilirisasi
Satgas PKHEN perlu memastikan sinkronisasi lintas sektor agar kebijakan hilirisasi tidak tumpang tindih dan memiliki indikator keberhasilan yang jelas.
Dorong Inovasi dan Investasi pada Energi Terbarukan
Hilirisasi energi harus berorientasi pada pengembangan teknologi baru seperti baterai, hidrogen hijau, dan biomassa agar mendukung transisi energi nasional.
Kembangkan Ekosistem SDM dan Riset Industri
Kolaborasi antara perguruan tinggi, industri, dan lembaga riset perlu diperkuat untuk menciptakan tenaga kerja adaptif dan inovatif.
Pastikan Keberlanjutan Lingkungan dan Tata Kelola
Kebijakan hilirisasi harus menekankan efisiensi sumber daya, ekonomi sirkular, dan tanggung jawab sosial lingkungan.
