PELAKITA.ID – Sudah menjadi kenyataan umum, Makassar, ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan, adalah kota pesisir Indonesia nan kaya daya pikat kuliner, terutama dari kelas ikan dan makroalga laut.
Mari kita lupakan sejenak coto atau pallubasa yang kadang terlalu pongah bertahta di laman medsos kita, di medsos orang-orang. Kita kuliner laut saja, atau sebut saja citarasa pesisir Sulawesi.
Belum banyak yang tahu kalau ada kuliner mewah, langka dan memang harus diupayakan dengan sungguh-singguh untuk mewujud. Yang jika dikombinasikan dengan apik akan menjadi seperti jamuan layaknya Keluarga Istana.
Jamuan itu seperti tampak di foto di atas. Massadidu?
Foto itu, penulis ambil dari grup WAG Smansa Makassar angkatan 89 setelah sejumlah kolega menggelar trip ke Labakkang, Kabupaten Pangkep.
Kampung ini, merupakan tempat kelahiran Muhammad Husni, alumni Kelas Biologi di SMA Negeri I Makassar dan alumni Perikanan Unhas angkatan 89. Saat ini bekerja di salah satu bank ternama di Indonesia dan Malaysia bahkan dunia.
Guys, lupakan sejenak Sop Saudara, langga parape, atau pallu kaloa, atau mie titi, mie khas Makassar yang dimasak dengan kuah kental yang berisi udang, cumi, atau ikan laut seperti kaneke, katamba hingga kudu-kudu.
Kita jejal menu dahsyat dari Labakkang Pangkep itu.
Di kediaman keluarga pria yang akrab disapa Uceng itu, tersaji cao di atas kappara atau nampan lebar.
Lalu ada kepiting rajungan, ikan mairo, unti lolo, paria kambu, doang, cobek-cobek, lawi-lawi hingga bolu. Tentu berikut nasi, tapi nasi kali ini kita sisihkan di sudut kiri atas atas. Fokus utama Cao dan kawan-kawan.
Mari kita geledah satu-satu.
Cao, berwarna pink ini nampak eksostis. Dia hadir dari proses fermentasi penuh perjuangan. Biasanya udang-udang kecil atau ebi yang diperam-endap selama beberapa hari. Hasilnya seperti itu, rasanya agak cuka, tapi tentu ada penawarnya.
Makanya ada yang kedua, unti lolo atau buah pisang muda. Asik bener pasangannya. Bersama Cao ada kepiting rajungan yang enaknyanya minta ampun.
Kepiting rajungan atau swimming crab ini lazim ditemukan di musim barat dan timur, ditangkapdi laut dangkal dan ditangkap dengan rakkang-rakkang (waring perangkap). Warga Labakkang terkenal sebagai pencari kepiting rajungan yang handal.
Ikan mairo atau ikan teri, siapa yang tidak tahu ikan ini? Kerap dikeringkan dan dioseng-oseng dengan kacang tanah dan jadi bekal para pelancong jauh, terutama mahasiswa seperti Uceng di masanya. Rutin bawa ikan mairo kering ke Makassar dan jadi santapan rutin.
Sosodara, tak lengkap bicara kuliner Labakkang tanpa menyebut udang atau doang. Pangkep atau pesisir barat Sulsel adalah hamparan tambak atau empang yang menghasillkan udang dan bolu.
Uceng sepertinya bisa sejauh ini menjadi bankir tidak lepas dari rezeki budidaya udang di Labakkang.
Begitulah sosodara, eh, masih ada. Berikutnya adalah paria kambu dan sayur santan nangka.
Pare atau paria ini nampak tergolong raksasa atau Bangkok, tapi sesungguhnya ada paria lokal. Ini gurih betul jika dimakan dengan ikan bakar seperti bolu atau bandeng itu. Isinya kelapa sangrai, penawar untuk hati yang paria, ups!
Lalu, lawi-lawi, sejenis makroalgae yang bisa serupa selada atau bisa dikonsumsi langsung tanpa sentuhan panci atau panas kompor. Sangat bergizi dan disebut punya daya dongkrak yang baik bagi vitalitas fisik.
The last but not least, cobe-cobe adalah pelengkap utama menu para Sultan di Pangkep jika ingin menikmati kuliner kampung seperti formasi di atas.
Tanpa cobe-cobe bisa jadi seperti berjalan kaki di tepi pantai indah namun tanpa pasangan hati. Eh!
Salam rindu dari Sorowako, sahabat SOSBOFI
Denun, Sorowako, 1 Februari 2025